PEMBELAJARAN DI ERA COVID 19

Oleh: *Muhammad Ainul Fata Alkiromi, SH* Mahasiswa Pascasarjana Madin IAIN Jember. Pengasuh Ponpes AN NUR Bonowoso.

 

JEMBER – Kini dunia sedang disibukkan dengan wabah covid-19 atau orang juga mengenal dengan sebutan corona. Hampir dari sebagian negara di dunia terjangkit wabah tersebut. salah satu negara yang terjangkit virus tersebut ialah Indonesia. Yang kemudian, memaksa setiap dari kegiatan kita terhenti, baik kegiatan yang berhubungan dengan ekonomi, sosial, pendidikan dan lainnya. Jelas, hal ini mengganggu setiap inci dari kegiatan yang ada di Indonesia. Covid-19 bukan lah virus biasa, oleh karena itu pemerintah perlu pengawasan ketat terhadapnya. Sehgga, setiap kebijakan pencegahan dilakukan pemerintah.

Covid-18 memaksa setiap kegiatan terhenti, salah satunya kegiatan belajar mengajar disekolah-sekolah. Kegiatan belajar yang awalnya berlangsung secara tatap muka kini sebagian besar di lakukan dengan belajar online atau daring. Pembelajaran online dipilih sebagai alternatif pembelajaran tidak lepas dari status kita yang menyatakan bahwa kita sedang memasuki era industri 4.0. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Menteri kominfo, Jonnhy G.

Plate bahwa kita sedang memasuki era industri 4.0 pada acara penandatanganan MoU dan PKS DTS 2020. Industri 4.0 memaksa kita mau tidak mau perlu menyesuaikan diri pada perubahan-perubahan yang cepat, dimana teknologi telah lebih maju daripada era sebelumnya.
SOLUSI BELAJAR DI ERA CIVD 19
Perubahan cara belajar dari yang tadinya tatap muka kini menjadi daring atau online ini dilakukan sebagai upaya pemerintah untuk menekan jumlah terdampak dan untuk mengurangi penyebaran wabah tersebut.

Dengan adanya perubahan tersebut, sudah pasti berpengaruh terhadap proses belajar dan cara belajar siswa. Selain itu, mungkin juga terjadi cultural lag akibat dari perubahan tersebut. Peran guru disekolah terpaksa perlu digantikan dengan orang tua dirumah. Guru tidak lagi mengawasi belajar peserta didik secara langsung dan membutuhkan orang tua sebagai penggantinya. Artinya ada perubahan peran dan fungsi akibat dari perubahan cara pembelajaran dari tatap muka ke daring tersebut.

Daring merupkan belajar scara online melalui media-media yang ditentukan. Didalamnya, murid dan guru tetap bisa berdiskusi, begitupun dengan teman-teman kelompoknya. Media yang digunakan dapat bermacam-macam, yang biasa digunakan biasanya zoom, google class, google meet, teams, dsb. Belajar online atau daring pada dasarnya tidak membatasi siswa untuk belajar lebih banyak atau mengurangi materi yang seharusnya diterima siswa, sebab siswa dapat juga menggali pengetahuan atau informasi dari internet berdasarkan arahan guru melalui sumber-sumber yang memiliki kredibilitas.

Tetapi, akibat dari perubahan yang cepat tersebut bisa saja terjadi anomie atau ketidakteraturan. Sebagaimana dikatakan oleh Durkheim bahwa anomie adalah kondisi tanpa norma dan tanpa arah sehingga tidak adanya keselarasaan antara kondisi sosial yang di harapkan dan kenyaataan sosial yang ada. Seperti yang kita tahu bahwa, sifat dari internet ialah borderless atau tidak ada batas, artinya kondisi nya ialah bukanlah yang dapat selalu dalam pantauan guru atau orang tua. Saat belajar daring peserta didik dapat dengan bebas berselancar di internet.

KELEMAHAN DARING
kemudian, apakah pembelajaran secara daring cukup efektif dan bisa menggantikan peran guru sebagai fasilitator disekolah ? tidak. Jika, Status dan peran guru, orang tua dan masayarakat tidak berjalan dengan baik. Sebagaimana teori struktural fungsional melihat bahwa masyarakat sebagai sistem keseluruhan untuk menciptakan tatanan dan stabilitas sosial. Artinya setiap status dan peran haruslah di jalankan sebagaimana mestinya.

Oleh karena itu, agar pembelajaran daring di tengah-tengah covid-19 ini berjalan dengan lancar perlulah menjalankan peran dan fungsi nya masing-masing. Orang tua sebagai wali perlu menjalankan perannya sebagaimana seharusnya. Guru memiliki peran sebagai administrator, fasilitator, mediator, perlu tetap menjalankan perannya. Agar, perubahan yang cepat ini tidak menimbulkan anomie.

Tapi pada kenyataannya, setelah diberlakukannya belajar online atau daring melalui media-media yang dianggap lebih mudah untuk dijangkau siswa, itu tidak menjadikan pembelajaran ini lebih atau sama efektifnya dengan cara pembelajaran oleh guru di sekolah. Penjelasan secara tatap muka dianggap lebih dipahami oleh para murid daripada penjelasan melalui media online. Beberapa guru dan murid pun tidak paham dengan apa dan bagaimana belajar online tersebut.

Adanya kekeliruan tentang belajar online yang seharusnya dilakukan, guru justru memberi banyak tugas kepada para murid yang menjadikan murid stres saat dirumah. Berbeda dari tujuan awal, seharusnya belajar online ini dapat menjadi pengganti dari belajar mengajar yang tidak bisa dilakukan didalam kelas.Oleh karena itu, strategi yang jelas perlu difikirkan agar masalah pendidikan pada waktu ini dapat terselesaikan.

Selain itu, tidak semua dari masyarakat kita melek akan teknologi. Bagi orang-orang yang tinggal agak jauh dari ibukota kesulitan mendapatkan akses internet. Sehingga pembelajaran bisa saja tertunda. Pemerintah tidak bisa mengeneral masyarakat Indonesia, sebab kita memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Anak dari ibukota tidak bisa disamakan dengan anak yang jauh dari Ibukota, jelas bahwa mereka memiliki kebutuhan dan kemampuan yang berbeda. contoh yang paling real adalah UTS dengan menggunakan sistem LMS ini.

Guru seharusnya tetap perlu menyampaikan materi-materi yang seharusnya diterima oleh murid, guru dapat membuka kelas diskusi melalui media atau guru bisa juga mengunggah video untuk pembahasan yang tidak bisa dilakukan secara tatap muka. Sehingga belajar tuntas tetap tercapai meskipun di tengah-tengah covid-19. guru juga perlu menerapkan disiplin waktu untuk jam belajar, agar murid tetap dapat terorganisir dan tidak menyalahgunakan tujuan dari diadakannya belajar online ini.

Publisher : Teddy

Komentar