SINTANG. JKN – Wakil Bupati Sintang Drs. Askiman MM melakukan Dialog Luar Studio RRI Sintang dengan Tema “Pembangunan Perkebunan Sawit Berkelanjutan” di Balai Pegodai Kompleks Rumah Dinas Wakil Bupati Sintang pada Jum’at 11 Januari 2019. Dialog disiarkan langsung oleh LPP RRI Sintang. Wakil Bupati Sintang didampingi Gunadi Kabid Pengembangan Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan, Muhammad Munawir dari WWF Indonesia serta Fakhrurrazi dari PT Lyman Agro.
“Kabupaten Sintang terdapat kebun sawit terluas di Kalbar dengan adanya 47 perkebunan kelapa sawit. Masalah tentu saja ada terjadi dilapangan. Untuk itu, perusahaan harus serius membantu masyarakat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan investasi perkebunan. Kondisi sosial masyarakat harus menjadi perhatian oleh perkebunan. Saya juga mempersoalkan pemindahan tangan pemilik perusahaan pada beberapa perkebunan. Pemda seharusnya ikut campur mengawasi pemindahan tangan pemilik perusahaan. Karena biasanya kebijakan perusahaan juga akan berubah” terang Askiman.
“Kami mendorong semua perusahaan meningkatkan kualitas kebun. Kami akan lakukan evaluasi terhadap luas perkebunan dengan luas ijin yang diberikan. Kalau masih ada lahan dikawasan yang sudah diberikan ijin tetapi tidak digarap. Itu masuk penelantaran lahan. Kalau perlu lahan itu dikembalikan kepada masyarakat. Saat ini ada banyak perusahaan bisa menanam tetapi tidak ada pabrik. Ada penambahan lahan tetapi kapasitas pabrik tidak ditambah. Pasar luar negeri khususnya eropa sekarang sudah mulai melihat dampak lingkungan perkebunan kelapa sawit” tambah Askiman.
“Saya juga investor untuk memperhatikan jarak tanam dengan pinggiran sungai dan sumber air. Saya melihat ini belum ideal. Saya juga tidak mau mendengar kalau perusahaan hanya pelihara jalan kebun inti sementara jalan kebun plasma dibiarkan. Persoalan-persoalan sosial muncul kalau masyarakat tidak diperhatikan oleh pihak perusahaan. Konsep Kabupaten Lestari memerlukan komitmen semua pihak. Ini konsep baik yang harus kita perhatikan. Kita bersyukur investor mau masuk ke Sintang dan membawa dampak positif. Tetapi dampak negatif harus kita selesaikan” tegas Askiman.
Gunardi Kepala Bidang Pengembangan Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan menjelaskan bahwa pihaknya setiap bulan sekali rapat membahas harga TBS.
“Sehingga up date harga TBS adalah sebulan sekali.
Harga TBS yang sudah ditetapkan hanya berlaku bagi petani yang sudah bermitra dengan perusahaan dan petani mandiri yang sudah diakui Pemda. Sekarang sudah ada delapan pabrik pengolahan kelapa sawit. Di 14 kecamatan sudah ada perkebunan kelapa sawit . Kami sudah mendapatkan informasi bahwa 2019 ini akan ada lagi pabrik pengolahan kelapa sawit sehingga kami yakin harga TBS akan terus membaik sehubungan semakin banyaknya pabrik. Sintang sudah stop ijin sawit karena lahan sudah habis. Saat ini pendapatan masyarakat mengalami penurunan akibat turunnya harga sawit dan karet” terang Gunadi
Fakhrurrazi dari PT Lyman Agro menjelaskan bahwa kerjasama dengan para petani sudah baik selama ini.
“Kami memiliki kebun sawit sekitar 64 ribu hektar sehingga kami ada mengalami masalah dalam daya tampung TBS petani karena keterbatasan kapasitas pengolahan pabrik. Soal harga TBS kami patuh pada standar yang sudah ditetapkan Pemda yang ditetapkan setiap sebulan sekali. Saat ini harga TBS adalah 1. 100 per kilogram. Kapasitas pabrik kami saat ini 30 ton per jam dan ada rencana untuk menaikan kapasitas produksi kami. Proses sertifikasi belum dilaksanakan. Hanya sudah ada rencana untuk ISPO. Kami ingin ikut proses sertifikasi” terang Fakhrurrazi.
Muhamad Munawir dari WWF Indonesia menjelaskan Kabupaten Lestari yang sudah menjadi komitmen Pemkab Sintang memang lebih pada masalah sosial yang mana petani harus menjadi aktor utama.
“Konflik sosial muncul karena sejak awal pemerintah dan perusahaan tidak memaparkan dampak negatif hadirnya investor. Yang disampaikan hanya dampak positifnya saja. Kabupaten Lestari bisa diwujudkan dengan melaksanakan IPO, ISPO dan adanya sertifikasi terhadap perusahaan untuk bisa dikatakan sebagai perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Saat ini sudah banyak perusahaan yang sudah ISPO. Jadi perusahaan perkebunan kelapa sawit juga bisa mengikuti tahapan untuk mendapatkan sertifikasi” terang Muhamad Munawir.
(AHMAD REZALI.S)
Publisher: Teddy
Komentar