TRADISI MERAS GANDRUNG YANG LAMA TERPENDAM KINI KEMBALI MUNCUL

BANYUWANGI, JKN – Minggu, 09/09/2018. Tradisi meras Gandrung yang sudah lama tidak di lakukan lagi oleh masyarakat kunir kini di ungkap kembali, sebagai rasa syukur kita kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah berupa air yang melimpah sehingga petani tidak pernah merasa kebingungan akan kekeringan,

Acara tersebut di selenggarakan oleh pemdes Singojuruh, pemuda karang taruna Singojuruh dan pemuda kunir, bertempat di dusun kunir, kecamatan Singojuruh, kabupaten Banyuwangi, yang berjudul BANYU GANDRUNG WIWIT KAHURIPAN, artinya sungai Gandrung sumber kehidupan,

Sebelum acara di mulai ada beberapa penampilan dari pemuda pemuda yang sangat berbakat yaitu band akustik James akustik, membaca puisi ridho dari UNTAG, dan dearen penyanyi cilik pendatang baru, acara yang meriah ini di sutradarai oleh Adlin mustika, di hadiri juga bapak camat Moh Lutfi, S.sos.Msi, dan pak kepala desa Singojuruh Bpk SAHUNI serta jajarannya, tidak lupa juga karang taruna se kecamatan Singojuruh ikut serta memeriahkan acara tersebut,

Banyu Gandrung Wiwit Kahuripan menceritakan, pada dahulu kala ada sesepuh dari kunir yang dulunya sangat kebingungan hendak mbajak sawahnya di karenakan kekeringan, bukan hanya untuk persawahan akan tetapi mandi mencuci pun tidak bisa, akhirnya sesepuh tersebut mengadakan ritual untuk meminta kepada Tuhan yang maha ESA untuk mempermudah aliran sungai, tidak di sangka-sangka tiba- tiba ada aliran sungai yang mengalir dari barat di tengah-tengah hutan (yang kini menjadi perkampungan) yang sangat jernih dan deras, akhirnya sesepuh tersebut sangat gembira akan adanya sungai yang tiba-tiba ada, masyarakat pun merasa senang, rasa syukur itu di simbolkan dengan meras Gandrung (ritual Gandrung), sehingga sampai sekarang di namakan sungai GANDRUNG, Kepala desa Singojuruh, SAHUNI mengatakan bahwa “acara meras Gandrung (ritual Gandrung) ini harus di adakan setiap tahunnya nguri-nguri budaya yang dulu pernah ada kini di ungkap kembali, tradisi ini akan menjadi tradisi budaya tahunan”, ujar kepala desa Singojuruh.
Masyarakat sangat antusias dengan adanya pagelaran tersebut karena ini baru pertama kali di adakan pagelaran yang sangat meriah setelah lama terpendam,

Harapan kedepannya semoga tradisi peninggalan nenek moyang ini terus di adakan setiap bulan suro untuk simbol puja syukur kepada Tuhan yang maha ESA, menjadi perkampungan yang asri nan sejuk, panen melimpah, dan masyarakatnya sejahtera.(Onie)

Komentar