JAKARTA – JKN, selasa, 24/04/2018.Setya Novanto alias Setnov Mantan Ketua DPR divonis 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Setnov dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP), yang ditaksir merugikan negara hingga 2,3 triliun rupiah.
“Mengadili menyatakan terdakwa Setya Novanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama sama. Sebagaimana dalam dakwaan kedua jaksa penuntut umum. Menjatuhkan Pidana oleh karena itu maka terdakwa Setya Novanto dengan pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan,” kata ketua majelis hakim Yanto membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4-2018).
Setnov juga dihukum membayar uang pengganti sebesar US$ 7,3 juta dikurangi sebesar Rp 5 miliar yang telah diberikan terdakwa kepada penyidik KPK dengan ketentuan subsider 2 tahun kurungan penjara.
Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak terpidana menjalani masa pemidanaan.
Setnov dinilai terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Vonis Setnov tersebut dibacakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, yang dipimpin oleh hakim Yanto serta anggota hakim Emilia Djajasubagia, Anwar, Ansyori Syarifudin, dan Franky Tambuwun.
Vonis yang dijatuhkan lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum. Sebelumnya, Setnov dituntut jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Selain itu, mantan Ketua Umum Partai Golkar itu juga dituntut membayar uang pengganti sebesar US$7,4 juta dikurangi uang yang telah dikembalikan Rp5 miliar subsider 3 tahun.
Tuntutan lain, jaksa KPK meminta agar hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut Setnov dalam menduduki jabatan publik selama 5 tahun.
KPK juga menolak permohonan Setnov menjadi Justice Collaborator (JC) dalam kasus korupsi tersebut.
Jaksa KPK meyakini Setnov bersalah melakukan korupsi dalam proyek e-KTP lantaran telah mengintervensi mulai pembahasan anggaran sampai dengan pengadaan kartu identitas berbasis elektronik itu.
Dalam sidang pembacaan vonis, hakim menilai Setnov terbukti menerima uang sebesar US$7,3 juta dari proyek e-KTP.
Uang itu diterima lewat koleganya yang juga pemilik PT Delta Energy Made Oka Masagung sebesar US$3,8 juta dan keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo sejumlah US$3,5 juta.
Setelah Setnov mendapat vonis, masih ada tiga tersangka lain yang menunggu giliran disidang. Hal ini diungkapkan juru bicara KPK Febri Diansyah.
“Kasus e-KTP tidak akan berhenti di Setya Novanto. Apalagi ada tiga tersangka baru, satu anggota DPR dan dua pengusaha. Dan kami tentu akan melihat peran pihak-pihak lain, termasuk tindak pidana selain korupsi yang jadi kewenangan KPK,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (24/4/2018).
Ketiga tersangka itu adalah Markus Nari, Irvanto Hendra Pambudi, dan Made Oka Masagung. Sebenarnya, selain mereka, ada seorang lagi, yaitu Anang Sugiana Sudihardjo, tetapi yang bersangkutan sudah duduk sebagai terdakwa dan tengah menjalani sidang.
Dalam kasus ini, KPK menyebut Irvanto, yang merupakan keponakan Novanto, diduga sejak awal mengikuti proses tender e-KTP dengan perusahaannya, PT Murakabi Sejahtera, serta mengikuti beberapa kali pertemuan di ruko Fatmawati. KPK menyebutkan, walaupun perusahaannya kalah, Irvanto menjadi perwakilan Novanto. Irvanto juga diduga telah mengetahui ada permintaan fee 5 persen untuk mempermudah proses pengurusan anggaran e-KTP.
Selain Irvanto, pada saat bersamaan KPK mengumumkan orang dekat Novanto, Made Oka Masagung, sebagai tersangka. Peran Made Oka juga diduga sebagai pihak yang menjadi penampung dana untuk Novanto senilai total USD 3,8 juta.
Selain itu, ada politikus Golkar Markus Nari yang disebut dalam tuntutan Novanto. Walau saat itu dia belum menjabat anggota DPR, Markus disebut jaksa menerima USD 400 ribu.
Markus saat ini berstatus tersangka untuk dua kasus, yakni dalam perkara pokok dugaan korupsi proyek e-KTP dan dalam kasus merintangi penyidikan kasus e-KTP. ( 001-RATU )
Komentar