Sorot Aktivitas Pertambangan Di Morowali Sesuai Undang-Undang Minerba

Berita Sidikkasus.co.id

MOROWALI – Negara menguasai secara penuh segala kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi dan dipergunakan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat (Pasal 33 UU/1945). Salah satu usaha untuk memanfaatkan kekayaan tersebut ialah penggalian pada sektor pertambangan.

Sumber daya ekstraktif, khususnya sektor pertambangan mineral nikel menjadi sektor utama penyumbang penerimaan daerah (APBD) Kab. Morowali, dimana Pemegang IUPK pada tahap kegiatan Operasi Produksi untuk Pertambangan Mineral logam dan Batubara wajib membayar sebesar 4 % (empat persen) kepada Pemerintah Pusat dan 6 % (enam persen) kepada Pemerintah Daerah dari keuntungan bersih sejak berproduksi (UU No. 3/2020, Pasal 129)

Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah dengan potensi sumberdaya alam (SDA) yang cukup besar. Dengan berbagai keuntungan dari sisi geologi dan struktur alam yang dimiliki, Kab. Morowali memiliki mineral nikel yang cukup signifikan, serta sumber-sumber bahan mineral lainnya seperti batu kapur dan krom yang juga cukup besar.

Areal tambang nikel yang terdapat dikabupaten Morowali sebesar 149.700 ha dengan cadangan terduga terbesar 8.000.000 WMT (Sumber : Website resmi Pemda Prov. Sulteng, Potensi Daerah disektor pertambangan dan energi). Tambang nikel Morowali terkenal hingga mancanegara, dengan kualitas nomor satu di Asia Tenggara, yaitu kadar nikelnya sampai 40 %.

Meskipun diprediksikan hasil pertambangan akan melimpah, namun kemungkinan akan terjadi kesalahan kerja yang mengakibatkan sengketa bahkan bencana juga tidak dapat diabaikan. Kemungkinan-kemungkinan tersebut justru akan membuat perusahaan pertambangan merugi bahkan tutup. Dalam hal ini bagaimana dengan nasib proyek yang sedang berjalan, lingkungan, para pekerja, dan masyarakat sekitar? Tentunya pemerintahlah yang memegang peranan penting dalam membantu proses pemulihan bencana.

Pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Pertambangan), mengatur pertambangan sebagai sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kekayaan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.

Terkait reklamasi dan pascatambang. Berdasarkan UU No.4/2009 pasal 100 disebutkan bahwa pemegang IUP dan IUPK wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang. Kemudian jika, pemegang IUP dan IUPK tidak melaksanakan reklamasi sesuai dengan rencana yang telah disetujui, maka menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan reklamasi dan pascatambang dengan dana jaminan tersebut. Namun bagi yang tidak melaksanakan hal dimaksud, Pemerintah hanya bisa memberikan sanksi adminstratif kepada pelaku usaha.

Namun, kini aturan itu telah disempurnakan dalam UU No.3/2020 yaitu, diundangkan pada tanggal 10 Juni 2020 lalu, kini pengelolaan sektor pertambangan mineral dan batubara memasuki era baru. UU baru ini dapat menjawab tantangan bahwa kegiatan usaha pertambangan minerba mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan dengan tetap menjaga aspek kelestarian lingkungan. Setelah terbit UU ini, pemegang IUPK pada tahap kegiatan Operasi Produksi sebelum menciutkan atau eks pemegang IUP atau yang IUP atau IUPK berakhir wajib melaksanakan Reklamasi dan Pascatambang hingga mencapai tingkat keberhasilan 100 % (seratus persen) serta menempatkan dana jaminan Reklamasi dan/atau dana jaminan Pascatambang (UU No. 3 /2020 Pasal 123A).

Masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari kegiatan Usaha Pertambangan, berhak memperoleh ganti rugi yang layak akibat kesalahan dalam pengusahaan kegiatan Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau mengajukan gugatan melalui pengadilan terhadap kerugian akibat pengusahaan pertambangan yang menyalahi ketentuan (UU No. 3 /2020 Pasal 145).

Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin dapat dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).diatur dalam Pasal 158. Kemudian dalam Pasal (160) diatur bahwa “ Setiap orang yang mempunyai IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan Operasi Produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paiing banyak Rp 100.000.000.000 (seratus miliar rupiah)”.

Para pemegang IUP dan IUPK yang izin usahanya dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan reklamasi/pascatambang atau tidak menempatkan dana jaminan reklamasi/pascatambang dapat dipidana paling lama lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000 (seratus miliar rupiah). “Selain sanksi pidana, pemegang IUP dan IUPK dapat dijatuhi pidana tambahan berupa perampasan barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana, perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana dan/atau kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana.” (UU No.3/2020, Pasal 161B dan Pasal 164)

Selain itu, dalam UU No.3/2020 pasal (118) diatur juga bahwa IUP atau IUPK dapat dicabut oleh Menteri jika pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUPK serta ketentuan peraturan perundang-undangan dan pemegang IUP atau IUPK melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau pemegang IUP atau IUPK dinyatakan pailit.

Dengan aturan baru ini, penulis mengharapkan sebagai masyarakat Kabupaten Morowali tidak ada lagi lubang-lubang bekas tambang yang terbengkalai. Dengan begitu, pencemaran lingkungan bisa dihindarkan karena ini juga menjadi salah satu tujuan penerbitan UU No.3/2020, yaitu pengelolaan lingkungan hidup yang lebih baik.

Harapan kepada Pemerintah agar menegakkan aturan yang ada dan mengoptimalkan pengawasan pertambangan, jika tidak ! akan terjadi kerugian keuangan Negara karena tidak dibayarkannya kewajiban keuangan dari pelaku usaha, rusaknya SDA dan masyarakat akan mengalami kerugian akibat kerusakan lingkungan yang bisa menimbulkan bencana.

Penulis : hamlan.dj

Komentar