Berita sidikkasus.co.id
Singkawang – Kasus dugaan tindak pidana korupsi ‘rekaman singkawang’ yang melibatkan Walikota Tjhai Chui Mie, 7 oknum Anggota Dewan dan terlapor lainnya semakin menemukan titik terang. Ditandai munculnya komentar dari pihak terlibat yang secara tidak langsung membenarkan adanya peristiwa dugaan pemufakatan jahat dalam tindak pidana korupsi yang direncanakan.
“Rekaman terjadi pada tahun 2018 dan pada tahun itu telah ada dugaan pemufakatan jahat. Rekaman tersebut tetap memerlukan pengujian yuridis dan menjadi bagian dari alat bukti awal adanya perencanaan akan terjadinya korupsi,” kata Yayat Darmawi SH MH, Direktur Tim Investigasi dan Analisi Korupsi (TINDAK) Indonesia kepada para wartawan, Selasa (7/7/2020).
Mengenai kapan dan bagaimana korupsinya, Yayat menjelaskan bisa saja terjadi di tahun yang sama dan dapat pula berlanjut di tahun berikutnya. Aparat penegak hukum nanti yang membuktikannya. “Agar tidak terjadi silang pendapat maka perlu mendudukkannya persoalan rekaman singkawang tersebut dalam koridor hukum khususnya UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata dia.
Yayat yang juga Ketua Umum Presidium Forum Wartawan dan LSM (FW-LSM) Kalbar ini menjelaskan kasus tersebut sudah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Kalbar. “Kita harus mengapresiasi pihak kejaksaan yang akan mampu menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Untuk itu, tidak semestinya ada yang berkoar-koar seolah pertemuan yang direkam khusus oleh whistler blower itu tidak etis.
“Justru upaya si perekam harus dihargai sebagai upaya dalam membuka tindakan tidak lazim. Yang namanya rapat pembahasan anggaran pemerintah itu harus secara resmi, tidak sembunyi-sembunyi. Ada agenda resmi, ada rapat paripurna dan tempatnya di Kantor Dewan. Janganlah membuat alasan tak masuk akal,” papar Yayat didampingi Sekjen FW-LSM, Wan Daly Suwandi.
Menurutnya, wajar saja jika ada proses perekaman pertemuan karena pembahasan anggarannya cenderung tidak Lazim dan dilakukan di rumah dinas walikota, inkonstitusional serta ilegal. Yang harus dipahami bahwa pembahasan Pokok-pokok Pikiran (Pokir) Anggota Dewan yang akan dimasukkan dalam RAPBD harus dibahas antara Badan Anggaran Dewan dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dalam suatu rapat Paripurna yang lazimnya di kantor DPRD. “Tatacaranya ada dalam Pasal 78 Ayat (2) Permendagri Nomor 86 Tahun 2017,” tegas Yayat.
Selain itu, kata Yayat, dalam pertemuan yang terekam ternyata membahas Pokir berupa sejumlah nominal. Hal ini tidak dibenarkan oleh Undang-Undang dan telah menyalahi aturan karena Pokir yang disampaikan hanya sebatas program-program kerja. “Banyak hal lainnya yang tentunya tidak mesti disampaikan karena sudah menjadi ranah aparat hukum. Sebelum kasus Pokir itu, ternyata ada yang mengiringi dugaan perbuatan melawan hukum lainnya dan berlanjut di tahun anggaran berikutnya,” tegas Yayat.
Seperti diberitakan sebelumnya, puluhan orang dari perwakilan FW-LSM Kalbar menggelar audiensi ke Kantor Kejaksaaan Tinggi Kalbar di Jalan Ahmad Yani Pontianak sekaligus memasukan laporan dugaan tindak pidana APBD Perubahan 2018 dan APBD 2019 Kota Singkawang, Kamis (2/7/2020). Kajati Dr. Jaya Kesuma, SH, MHum yang sedang menerima tamu lainnya, menugaskan Asintel Chandra Yahya Welo, Kasi Penkum Pantja Edy Setiawan dan sejumlah pejabat di lembaga adhyaksa tersebut untuk menerima peserta audiensi FW -LSM.
Wan Dally Suwandi, Sekjen FW-LSM Kalbar menjelaskan pihaknya akan terus memantau perkembangan penanganan kasus yang sudah dilaporkan. “Kami selalu melakukan diskusi dan pembahasan dalam berbagai hal, termasuk soal kampanye anti korupsi dan dukungan atas pemberantasan korupsi,” kata pemilik sapaan Wawan ini seraya menjelaskan FW-LSM memiliki 86 lembaga terdiri dari berbagai LSM dan wartawan dengan keanggotaan mencapai 300 orang.(*)
Komentar