Sengketa Lahan Di 3 Desa, 1 Kelurahan Kabupaten Konawe, Belum Ada Titik Temu Ada Apa ..❓

Berita Sidikkasus.co.id

Kabupaten Konawe – Perkara Sengketa lahan di 1 Kelurahan, dan 3 Desa yang berada di Kabupaten Konawe, yang terlibat dipakai Trans Migrasi Tirta mulia, sejak dari tahun 1985 hingga sekarang tahun 2023 masih belum ter selesaikan. (6/12/2023)

Awal sengketa lahan Trans Migrasi Tirta mulia yang di datangkan oleh pemerintah pusat pada tahun 1974′ yang di tempatkan di Uepai saat itu dan sekarang menjadi desa tawa melewe menuai polemik yang sangat serius saat ini.

Pejabat Pemerintah daerah PJ. Dr H.Harmin ramba .S.E. MM.mencoba memediasi dari kedua belah pihak, antara warga Trans Migrasi Tirta mulia dan pihak warga masyarakat lokal yang tertuang dalam Rapat kordinasi pemerintah daerah kabupaten Konawe. Forkompinda pada tangal 4 Desember 2023 yang bertempat di aulah Kantor Camat Uepai.’ Rapat tersebut di hadiri oleh parah penjabat daerah yakni Kapolres yg di wakili Kabag OPS, Kejaksaan Negri BIN, TNI, (BPN) Badan Pertanahan Nasional, Anggota Legislatif DPR D serta seluruh staf ahli Pemerinta Daerah Kabupaten Konawe.

Namun belum ada keputusan yang pasti di karenakan banyak nya data data yang bermunculan dari berbagai kubu penggugat lahan Transmigrasi Tirta Mulia Tersebut.

Sehingga PJ bupati Konawe .Dr.H.harmin ramba .SE.MM memutuskan’ untuk mengembalikan lahan Transmingarasi pada posisi semula yang sesuai dengan undang undang yang berlaku karna dirinya tidak bisa mengambil keputusan karena bukan penjabat
Exekutif tetapi yang bisa menyelesaikan adalah Penjabat yudikatif atau Kejaksaan, dirinya hanya bisa memediasi kedua belah pihak agar ada kesepakatan dengan melalui musyawarah’ namun dalam hal ini masing masing dari tiga kubu memunculkan data yang memang mereka miliki dan tidak bisa di selesaikan secara musyawarah. Akhinya PJ bupati tidak bisa mengambil keputusan karena bukan bidang nya kecuali Kejaksaan.

PJ bupati Dr. H. Harmin Ramba SE.mm. dengan tegas untuk mengembalikan pada persi pertama dan kepada masyarakat menyampaikan agar tidak ada aktivitas yang berlangsung di area lokasi lahan sengketa tersebut dan bagi siapa yang merasa memiliki lahan tersebut yang di buktikan secara legalitas baik surat-surat maupun sertifikat atau punya historis serta ada barang bukti lainya.

“Maka silahkan mengajukan gugatan kepada pihak pengadilan dan sebelum ada keputusan dari pengadilan siapapun tidak di izinkan untuk melakukan aktivitas pengolahan di area tersebut. Ucap nya.

Di tempat terpisah Latapa menjelaskan kepada Awak Media Sidikkasus.co.id” bahwa permasalahan yang saat ini sedang terjadi itu akibat ulah para warga Transmigrasi Tirta Mulia yang sengaja melakukan penyerobotan lahan masyarakat lokal dengan cara mendesain peta lokasi secara sepihak dengan detail seolah olah peta itu asli yang di keluarkan oleh Pemerintah. sehingga masyarakat lokal mengganggap bahwasanya peta itu resmi dan mereka tidak punya daya untuk mengklaim saat itu sehingga masyarakat lokal menganggap jika mereka klaim lahan tersebut Berarti mereka melawan pemerintah disaat itu.

“tutur Latapa dengan semangat yang berkobar pihak warga Transmigrasi Tirta mulia leluasa melakukan pengolahan, bahkan penambahan perluasan area setiap tahunya, berjalan nya waktu mencuatlah masalah ini karena pihak masyarakat lokal berhasil mengumpulkan informasi terkait ke afsahan data data yang di gunakan oleh warga Transmigrasi Tirta Mulia.

Pihak masyarakat lokal sadar jika data-data atau peta area yang di gunakan warga Transmigrasi Tirta mulia itu siluman alias bodong. maka dari itu masyarakat lokal segerah menghentikan aktivitas yang di lakukan oleh kelompok warga Transmigrasi di areal tersebut sehingga pada tahun 1985 mencuatlah masalah ini, pihak warga Transmigrasi tidak menerima adanya tindakan masyarakat lokal karna kelompok warga Transmigrasi merasa memiliki dengan berdasarkan peta siluman yang di desain secara sepihak.

 

Berjalan nya waktu pihak Transmigrasi mengajukan kepada pemerintah daerah melalui DPRD untuk di tindak lanjuti permasalahan yang sedang terjadi.

Pihak pemerintah daerah kabupaten Konawe melalui DPRD melakukan mediasi kedua belah pihak antara kelompok Transmigrasi Tirta mulia dengan masyarakat lokal pada tangal 12 september 2002 dengan menghadirkan beberapa unsur pemerintah dan Aparat penegak hukum APH saat itu, antara lain :
1. Kapolsek lambuiya, Iptu.juliharyudo.Se
2. Koramil lambuiya, ( Lettu.Ifantri.Ipan)
3. Camat lambuiya.( Aryanto.Haeba.SH.)
4. Kerukunan Antara suku kabupaten Kendari, Ir.H mulatifb laponanggi
5. Kadis naker trans kab Kendari, Muhlis .M .S.e
6. Kepala kantor BPN kabupaten Kendari ,Hasanuddin SH.
7. Kepala kesbang pol kabupaten Kendari, Drs.Nuhung Makati.

Selain penjabat daerah di saksikan dari pemerintah desa dan para tokoh masyarakat kedua belah pihak Antara lain,
1. Kepala desa asaki (Risman kudaso)
2. Kepala desa tawa melewe ( Iwanyan pantu.)
3. Kepala desa Awuliti, ( Loiman S.sos )
4. Lurah lambuiya,(Asnari )
5. Tokoh masyarakat Awuliti ( Latapa)
6. Tokoh masyarakat lambuiya ( Bahrun tolikaka)

Selain Latapa, Loiman S.sos menambahkan, ke 11 orang tersebut dari unsur pemerintah daerah maupun perintah desa dan 2 orang toko masyarakat perwakilan, kedua belah pihak sama sama sepakat yang di saksikan pemerintah saat itu bahwa lahan Transmigrasi yang di klaim masyarakat lokal benar Adanya, bahwa kelompok Transmigrasi melakukan penambahan perluasan areal secara sepihak alias mengambil sendri.

Hal ini disampaikan oleh toko Masyarakat dari pihak Transmigrasi, saat itu mengakui bahwa dari ukuran 1800.m × 1500 M.= 128 Ha.luasan Arel yang di kuasai oleh pihak warga Transmigrasi.

Dalam hal ini Latapa menjelaskan” terjadilah kesepakatan antara warga Transmigrasi dan masyarakat lokal, bahwa pihak Transmigrasi akan melakukan kompensasi atau ganti rugi kepada masyarakat lokal sebayak Rp 2 juta per Ha, sehingga keluarlah berita acara kesepakatan dari kedua belah pihak yang di saksikan oleh unsur pemerintah daerah saat itu dan bersama unsur unsur lain. Padahal penandatanganan berita acara kesepakatan tersebut pada tgl 12 September 2002, tapi hasil kesepakatan ini tidak terealisasi secara maksimal yang susuai perjanjian tersebut. tutur Latapa.

Pihak warga Transmigrasi hanya mampu membayar konpenisasi ganti rugi kepada masyarakat lokal sebayak 40 H.a..× 2 JT berjumlah sebesar. Rp.80 juta, selebihnya itu pihak warga Transmigrasi tidak lagi melakukan pembayaran susulan yang masih tersisa 88 Ha, sehingga pihak masyarakat lokal masih memiliki hak atas tanah yang seluas 88 Ha, hal ini di perkuat oleh tokoh Masyarakat” pak Loiman S,sos saat pemaparan di ruang rapat’ bahwa lahan yang kompensasi itu betul betul milik masyarakat lokal tidak masuk dalam peta areal lokasi Transmigrasi. dengan terbitnya berita acara kesepakatan bersama pihak Transmigrasi terus melakukan pengolahan di areal lahan tersebut hingga saat ini.

“Pihak masyarakat lokal dari kubu, Latapa beserta kelompoknya merasa di rugikan oleh pihak warga Transmigrasi’ yang saat ini sedang menguasai lahan seluas 88 Ha. yang tidak punya bukti atas pembayaran kompensasi. sehingga pihak masyarakat lokal dari kelompok latapa
berharap kepada pemerintah Kabupaten Konawe, agar mengambil sikap tegas untuk mempertimbangkan dan memutuskan kembali sesuai yang tertuang dalam berita acara kesepakan bersama pada tanggal 12 September 2002. Karena keputusan itu resmi di saksikan oleh pemerintah daerah saat itu. kata Latapa dengan penuh harapan kepada pemerintah daerah.

Di tambahkan oleh” Junaid SPd adapun versi dari kelompok lain yang bermunculan maka itu silahkan lakukan gugatan di pengadilan sesuai yang di sampaikan oleh PJ bupati Kabupaten Konawe.

Laporan jurnalis Sultra sidik kasus ..
Muh jamal

Komentar