Berita sidikkasus.co.id
KUKAR : Suasana semakin meruncing dan suhu konflik antara warga Jahab dengan perkebunan sawit Pt.BDA semakin memanas, pasalnya Tim Penuntut Hak Masyarakat Hukum Adat Lingkar HGU Pt. Budidaya Agromakmur ( BDA ) merasa selalu di khianati dari kesepakatan yang telah dibuat.
Upaya warga yang memiliki lahan yang saat ini di klaim dan di kuasai oleh pemilik HGU Perkebunan Sawit Pt.BDA menuntut pihak perusahaan perkebunan sawit untuk ganti – rugi lahan dan tanam tumbuh.
Terhitung dari bulan januari 2024 hingga berita ini di tayangkan jaminan kepastian hukum tuntutan warga dengan perkebunan sawit Pt.BDA belum juga di dapatkan malah justru semakin memanas.
Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah dan Kementrian ATR/BPN tidak serius dalam menyikapi konflik antara warga dan perkebunan sawit Pt.BDA yang berlokasi di kelurahan Jahab kecamatan Tenggarong kabupaten Kutai Kartanegara provinsi Kalimantan Timur.
Semestinya Pemerintah Daerah Kabupaten dan Provinsi bersama Kementrian ATR/BPN sebagai fasilisator dan bisa jadi wasit diantara kedua belah pihak agar suasana tetap terjaga kondusif.
Menurut warga yang enggan di sebut namanya “kami akan berjuang dengan tetesan darah terakhir untuk mendapatkan kembali hak-hak kami yang masuk dalam HGU Pt.BDA, karena saya tahu sejarahnya dan punya bukti terkait luasan HGU perusahaan sawit yang ada di lingkungan kami”.
Suhu konflik antara warga Lembaga Adat kelurahan Jahab dengan Pt.BDA semakin memanas ketika
berawal dari di ketahui warga bahwa kegiatan Land Clearing di lahan masyarakat yang di klaim lahan HGU perkebunan sawit Pt. BDA masih beroperasi unit alat berat untuk melakukan persiapan lokasi lahan perkebunan sawit dengan membersihkan dari segala tumbuhan termasuk tanaman milik warga, pada Minggu 25 Agustus 2024 diminta warga alat di hentikan dari kegiatannya karena sudah ada kesepakatan dari hasil mediasi yang tersebut di atas.
Dengan alot dan sempat bersitegang, Pt.BDA di mintai pertanggung – jawaban atas perbuatan ingkar janji yang masih melakukan kegiatan Land Clearing tersebut pihak Perusahaan melalui Manager LC Pt.BDA yang pada saat itu berada di lokasi tidak bisa menjawab lantaran perlu di kordinasikan dengan pimpinan perusahaan.
Dengan perdebatan yang cukup panas, akhirnya warga masyarakat dengan menjamin tidak ada kekerasan dan menjamin keamanan Manager LC Pt.BDA untuk di bawa berunding di rumah salah satu warga Rt 15 jln. Etam km 7 kelurahan Jahab kecamatan Tenggarong kabupaten Kutai Kartanegara mengingat di lokasi lahan tidak tersedia akses jaringan telekomunikasi untuk bisa koordinasi dengan pimpinannya atas perbuatannya yang sudah melanggar kesepakatan yang telah di tanda-tanganinya.
Dengan kesal dan geram atas sikap dan respon perusahaan perkebunan sawit Pt.BDA, Tim Penuntut Hak Masyarakat Hukum Adat Lingkar HGU menuntut denda dan melarang untuk melakukan aktifitas Land Clearing pada lokasi lahan milik masyarakat.
Namun lagi dan lagi manager LC Pt.BDA tidak bisa menjawab tuntutan denda Lembaga Adat dan terkesan diam seribu bahasa.
Ketika di mintai keterangan oleh awak media pihak Pt.BDA terkesan menolak dan awak media tertahan di pintu pos penjagaan perusahaan perkebunan sawit.
Hingga keesok harinya Senin 26 Agustus 2024 pihak Polres Kutai Kartanegara ambil tindakan reprensip untuk pengamanan dan mengamankan Manager LC Pt.BDA dan menangkap 3 (tiga) tokoh Adat Dayak untuk di bawa ke Mapolres Kutai Kartanegara guna di proses lebih lanjut.
“Kejadian ini sudah menjadi catatan buruk kami adat dayak pada Pt.BDA, apalagi komitmen perusahaan terhadap lingkungan masyarakat tidak ada, Pt.BDA telah membuat rasa dendam kami Adat Dayak. Kami tidak akan mundur dan gentar untuk memperjuangkan hak masyarakat hukum adat” ujar tokoh Adat Dayak Kalimantan Timur yang tidak mau di sebut namanya.
Hingga berita ini di turunkan awak Media SidikKasus.co.id masih melakukan Investigasi lanjutan. (Giant)
Komentar