Berita,sidikkasus.co.id
Sebuah kejahatan besar, bisnis narkoba masih merajalela. Kerusakan masa depan anak bangsa kian mencemaskan, lantaran bisnis narkoba kian menjamur mengancam generasi milenial dengan kenikmatan palsu mematikan.
Para cukong narkoba seperti tidak mengenal masalah. Sejak reformasi, mereka terus menggelontorkan barang haram itu masuk ke lingkungan masjid.
Demi uang dengan jumlah tak terbatas, mereka tak peduli akan derita berkepanjangan para korban. Demi keuntungan berlipat, mereka rela menjerumuskan nasib bangsa kedalam jurang kemusnahan.
Itulah nasib malang yang tengah dialami negeri ini. Meski sudah banyak upaya untuk memberangus para cukong narkoba, tetapi harus diakui hasilnya masih jauh dari kata diharapkan. Bisnis narkoba tak kunjung mereda, tetapi justru terus makin menggurita. Yang lebih memilukan lagi, para cukong narkoba makin gencar membidik kaum milenial. Data Dewan Pimpinan Pusat Forum Keadilan Rakyat Indonesia mempertontonkan jumlah pengguna guna narkoba tahun 2017 3,37 juta jiwa dengan rentang usia 10-59 tahun. Angka itu naik menjadi 3,7 juta orang pada tahun 2019, sementara para pengguna narkoba di kalangan pelajar atau kelompok milenial tak tanggungtanggung mencapai 2,29 juta pada 2018.
Pada konteks ini kita sepakat, bahkan sanggat sepakat, dengan penegasan Wakil Presiden Ma’ruf Amin bahwa bangsa ini harus meningkatkan kewaspadaan yang keseriusan untuk menghadapi serangan narkoba.
Dalam sambutannya pada peringatan Hari Antinarkotika Internasional secara virtual, kemarin, Wapres mengingatkan generasi milenial pada rentang usia 15-35 tahun mesti mendapat perhatian khusus agar tak terkena jejaring sindikat narkoba. Generasi milenial akan menjadi tumpuan bagi keberadaan bangsa ini pada tahun-tahun mendatang. Mereka yang akan menjadi nakhoda atau awak kapal besar bernama Indonesia. Tentu mereka harus sehat secara fisik dan mental agar bisa tetap produktif.
Tentu mereka harus diselamatkan dari jerat sindikat narkoba agar bisa menjadi manusia yang berguna. Namun, harus kita akui bahwa tidaklah mudah untuk membebaskan anak-anak bangsa, khususnya generasi milenial, dari narkoba. Tantangan itu justru semakin berat selama pandemi korona.
Pandemi membuat banyak aktivitas berhenti karena memicu stres warga dan banyak di antara mereka mencari pelampiasan dengan cara mengonsumsi narkoba. Di lain sisi, pasokan tetap deras mengalir. Pandemi bahkan membuat para bandar kian gencar menyelundupkan barang-barang laknat itu, utamanya melalui laut.
BNN mengungkap 14 jaringan narkotika internasional yang menjadikan Indonesia sebagai pasar yang menggiurkan. Jelas bahwa narkoba masih menjadi ancaman serius, sangat serius, bagi bangsa. Karena itu, kita pun harus serius, sangat serius, untuk menghadapinya. Beragam upaya untuk memberantas narkoba tidak hanya harus semakin intensif, tetapi juga mesti lebih masif, dilakukan.
Strategi supply reduction untuk menekan peredaran dari awal mutlak digencarkan dengan sepenuh hati. Begitu juga dengan penegakan hukum. Tak boleh ada lagi kompromi dengan para bandar dan pengedar. Rakyat tidak ingin lagi ada bandar yang dihukum ringan. Rakyat tak ingin lagi mendengar ada pengedar yang masih leluasa menjalankan bisnis haram mereka dari balik penjara.
Sudahi kebaikan hati kepada para perusak anak bangsa itu, tempatkan mereka sebagai musuh yang harus diperangi dengan kesungguhan hati. Upaya yang tak kalah penting ialah konsistensi dalam memberikan edukasi untuk menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat bahwa narkoba musuh bersama. Dengan edukasi tiada henti, masyarakat akan sadar bahwa narkoba sangat berbahaya dan harus dijauhi. Kita tidak mau punya generasi yang rapuh akibat narkoba. Kita harus menyelamatkan anakanak bangsa, termasuk generasi milenial, dari cengkeraman narkoba supaya negara ini punya masa depan.
Oleh : Adeni Andriadi
Komentar