Berita Sidikkasus.co.id
Probolinggo – Kamis (18/2), Satgas Pangan Kota Probolinggo sidak ke Pasar Baru untuk memantau tingginya harga cabai rawit. Giat tersebut dipimpin Kasat Reskrim Polres Probolinggo Kota AKP Heri Sugiono bersama Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setiorini Sayekti, Kepala DKUPP Fitriawati dan Kepala BPS Heri Sulistio.
Ya, diketahui pada bulan Januari lalu, komoditi utama masakan itu mengalami kenaikan harga cukup tinggi. Yakni kisaran Rp 80 ribu hingga Rp 100 ribu per kilogramnya. Tim mulai bergerak menemui pedagang sayuran, Husna, 40 tahun warga Wonoasih. “Ini lomboknya ndak banyak ya? Apa memang ndak kulakan? Dan itu lomboknya ada campuran ijo-ijonya?,” tanya Asisten Rini-panggilannya- pada penjual paruh baya itu.
Husna pun menjawab ia tak membeli lombok pada tengkulak dengan jumlah besar, karena takut lombok-lomboknya membusuk jika terlalu lama tidak laku terjual. Husna juga menjawab tidak mencampur lombok-lomboknya dan menjual lombok itu dengan harga Rp 85 ribu per kilogram. “Sudah turun ini jadi Rp 85 ribu, kemarin malah Rp 90 ribu. Sedangkan lombok hijau itu saya jual Rp 45 ribu per kilogram. Dan saya ngambilnya di Bantaran,” kata Husna.
Selanjutnya tim beralih ke lapak milik Yulia, warga Kelurahan Kebonsari Kulon yang nampak sedang memetik tangkai lombok dan memisahnya pada tempat yang berbeda. Lombok milik Yulia pun terlihat lebih segar dan besar. “Kami memenuhi permintaan depot atau restoran. Saya menjual lombok ijo dengan harga Rp 40 ribu per kilogram. Kami mengambil dari Situbondo sebesar 20 kilo gram per hari. Dan stok lombok saya habis setiap hari,” urainya.
Tim juga melihat pedagang telur, Agus yang bentuk telurnya kecil-kecil. Agus mengatakan harga telur mengalami kenaikan dari biasanya Rp 20 ribu per kilogram naik menjadi Rp 24 ribu per kilogram. “Stok berkurang diborong untuk distributor, makanya harganya naik. Adanya ya begini telurnya kecil-kecil. Saya ambil dari Tongas,” jawab pria berusia 43 tahun warga Mayangan itu.
Tiba di bidak H. Abdullah, nampak lombok merah besar kering dalam wadah besar itu menjadi perhatian tim satgas pangan. “Lombok besar kering ini harganya Rp 55 ribu per kilogram. 10 kilogram lombok merah basah hanya jadi 1 kilogram lombok kering,” jelasnya.
Tak hanya lombok dan telur yang menjadi sasaran tim gabungan. Komoditas kedelai pun jadi sorotan. Toko Dunia Krupuk milik Halim Sucahyadi, yang menjual kedelai dalam karung menjual kedelai ecer Rp 10 ribu, pembelian minimal 10 kilogram dijual seharga Rp 9.700 per kilogram. “Saya mengambil distributor dari Surabaya, dari gudang Margomulyo dan Romo Kalisari. Ambil 100 ton, habis 2 minggu. Ini kedelai impor semua dari Arengtina, Brasil, Kanada, Amerika,” jawabnya.
Masih menurut Halim, kedelai lokal di Kota Probolinggo sudah tidak ada lagi. “Dulu ada di Dringu (kabupaten) banyak yang tanam, petani menanam kedelai seluas 1 hektar, namun panen tidak sampai 1 ton (rugi). Mereka memilih menanam beras atau jagung yang lebih menguntungkan,” urainya.
Selain itu, Halim juga menjual kulit ari kedelai seharga Rp 6.500 per kilogram. “Kulit ari kedelai untuk campuran tempe atau pakan ternak burung,” sambungnya.
Menindaklanjuti hasil sidak pasar, Kasatreskrim AKP Heri Sugiono menyimpulkan tidak adanya penimbunan pada komoditi cabai di wilayah kerjanya. Ia pun menganggap kenaikan harga cabai lantaran dipicu oleh terbatasnya stok, seperti stok dari Surabaya beralih tanaman.
Hal senada juga diungkap Kepala DKUPP Fitriawati terkait sidak pasar pada beberapa komoditi yang menjadi keluhan masyarakat. “Stok dari luar berkurang, produksi dari petani juga banyak yang gagal panen,” ungkapnya.
Fitri panggilan akrabnya juga menjelaskan perbedaan harga di masing-masing penjual, yang menjual harga cabai rawit seharga Rp 80 ribu hingga Rp 100 ribu per kilogram. “Ya yang saya lihat tadi, kualitas juga menentukan. Tadi yang bagus-bagus mahal sampai dijual Rp 100 ribu, selain itu juga harga dari distributor juga menentukan. Karena dari pantauan kami ada distributor dari Surabaya, Situbondo hingga yang terdekat kabupaten (Probolinggo). Namun yang dari kabupaten cuma sedikit saja yang dikirim,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala BPS Heri Sulistio mengharapkan sidak pasar kali ini bisa mengetahui secara mendalam dari harga yang berbeda di setiap penjual komoditi pasar. “Nanti TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) tentunya akan mengkaji dan mengambil langkah-langkah sehingga nanti kita bisa mengambil kebijakan yang bagus untuk Pemerintah Kota Probolinggo,” harapnya.
Sementara itu, Asisten Rini menjelaskan upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Probolinggo, khususnya TPID yang memang salah satu tugasnya adalah memantau indikator-indikator ekonomi yang ada. “Salah satunya adalah inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga beberapa komoditi. Tentunya kami akan melibatkan kepolisian jika ada kecurangan terjadi seperti penimbunan. Tapi jika itu adalah rantai perdagangan, harga melambung tinggi, produsen terbatas, kami akan mengkomunikasikan dengan distributor daerah lain. Istilahnya kami juga berjejaring untuk mengirimkan barangnya ke Kota Probolinggo,” tutupnya. (Yuli)
Komentar