RESPON STATUS DAERAH TERTINGGAL KABUPATEN PULAU TALIABU

Oleh Sunaidin Ode Mulae,S.S.,M.Hum
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Khairun, Direktur LSM M@Diyahi Maluku Utara, Pemuda Nahdlatul Ulama Maluku Utara

Berita Sidikkasus.co.id Taliabu – Kamis, 14/05/2020. Membaca edisi Malut post, Senin, 11 Mei 2020 yang memuat pemberitaan tentang status kabupaten Pulau Taliabu menjadi salah satu Daerah Tertinggal di Provinsi Maluku Utara, dan juga pernyataan Sekretaris Kabupaten Pulau Taliabu yang menyatakan bahwa Taliabu ditetapkan melalui Perpres nomor 63 tahun 2020 tentang penetapan daerah tertinggal itu wajar, hal itu karena dari sisi infrastruktur Taliabu baru berusia 7 tahun setelah mekar pada 2015 silam dan pembangunan dilakukan secara bertahap, tidak sekaligus sesuai postur APBD yang tersedia.

Terminologi pengertian kata ‘tertinggal’ di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengandung makna ‘ditinggalkan atau tercecer’. Konteks kata ‘tertinggal’ ini merupakan kata kerja yang diambil dari kata ‘tinggal’.

Terminologi daerah tertinggal menurut Perpres 63 adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang, dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Dalam hal ini, terminologi konteks frase kata ‘daerah tertinggal’ justru menjadi daerah yang ditinggalkan atau daerah tercecer.

Maka, muncul spekulasi mengapa suatu daerah kabupaten bisa mendapat status tertinggal atau tercecer. Ada beberapa faktor yang membuat daerah kabupaten mendapat status daerah tertinggal atau tercecer itu menurut Perpres nomor 63 pasal 2 ayat (1) yakni suatu daerah ditetapkan tertinggal karena perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kemampuan keuangan daerah, aksebilitas dan karakteristik daerah.

Pada konteks Perpres nomor 63 tersebut menunjukkan bahwa Perpres nomor 63 itu mendorong peran pemerintah daerah harus serius, kreatif dalam mengelola perekonomian, Sumber Daya Manusia, Sarana Prasarana, APBD, Moda transportasi, dan kearifan lokal sebagai karakteristif daerah.

Suatu yang menjadi syarat untuk suatu kabupaten yang dimaksud tertinggal itu maju yakni Pemerintah Daerah harus cepat merespon pembangunan pada semua sektor di daerahnya. Apakah selama 7 (tujuh) tahun daerah Taliabu dimekarkan sejak tahun 2015 faktor di atas belum tercapai secara maksimal.

Kalau pun itu tidak secara maksimal paling tidak memenuhi syarat beberapa faktor itu cukup baik progres pembangunannya, tetapi kalau sama sekali tidak ada progres pembangunan selama periodesasi kekuasaan, itu menunjukan bahwa pemerintah daerah gagal total dalam mendorong percepatan pembangunan selama periode 5 tahunan, dan hasilnya kita saksikan bahwa Pemerintah pusat melalui Perpres nomor 63 memutuskan kabupaten pulau Taliabu daerah tertinggal yang mengandung arti bahwa daerah Taliabu adalah salah satu daerah kabupaten termiskin dan tercecer di Indonesia.

Ini merupakan nilai rapor merah kepada Pemerintah Daerah bahwa selama lima tahunan kekuasaan di daerah tersebut tidak ada pergerakan pembangunan yang berarti untuk rakyat, dan ini menjadi suatu beban APBN dan APBD bahkan menjadi ancaman berat prestasi secara nasional maupun lokal pada satu periodesasi kekuasaan.

Daerah kabupaten mendapat predikat tertinggal atau tercecer disebabkan karena beberapa faktor. Pertama, Pemerintah Daerah kurang aktif (unactive) merespon pembangunan. Kedua, Pemerintah Daerah kurang peduli (uncare) memperhatikan daerahnya. Ketiga, Pemerintah Daerah lemah merespon (weak response) percepatan pembangunan yang disuarakan oleh masyarakatnya serta kurang tranparansi (untransparance) dalam mengelola keuangan daerah atau tidak tepat sasaran.

Fakta menunjukkan bahwa Taliabu memiliki Sumber Daya Manusia yang cukup banyak, mengapa, Taliabu memiliki Sekretaris Kabupaten yang bergelar Doktor, Taliabu memiliki sejumlah profesor yang menjadi andalan Universitas ternama di Indonesia Timur, Taliabu mempunyai sejumlah sarjana starata satu dan magister yang sesuai keahlian masing-masing dibidangnya. Tetapi, Pemerintah Daerah lemah dan tidak jujur dalam

membangun komunikasi sehingga status tertinggal ini diperolehnya, kemudian baru mengharapkan provinsi atau pusat untuk memperhatikan, ini sangat ironi.

Suatu keniscayaan yang sangat mengiris hati rakyat. Selama 5 (lima) tahun Pemerintah Daerah apa yang mereka kerjakan, paling tidak dengan status 7 (tujuh) tahun kabupaten Pulau Taliabu sudah menunjukkan taringnya dengan kemampuan yang dimilikinya.
Perekonomian kabupaten Pulau Taliabu cukup melimpah dari sumber daya alam pertanian berupa cengkeh, coklat, kopra dan lain-lain. Perikanan berupa ikan tuna, udang, lobster, rumput laut dan lain-lain. Pertambangan berupa kandungan biji besi, emas, uranium.

Sektor pertanian di Kabupaten Pulau Taliabu Cengkeh, Coklat, Kopra setiap tahun panen raya menghasilkan milyaran rupiah masuk ke APBD luwuk (Sulawesi Tengah), Bitung-Manado (Sulawesi Utara). Perikanan, nilayan tuna, lobster dan rumput laut per tahun menghasilkan milyaran rupiah berdasarkan riset yang dilakukan para ilmuan Taliabu tetapi semua masuk ke APBD Sulawesi Tengah dan pulau Jawa. Sektor pertambangan, kabupaten Pulau Taliabu menyimpan kandungan biji besi yang cukup padat di Provinsi Maluku Utara yang di olah perusahan PT. Adidaya Tangguh dan grup perusahaan lainnya, menghasilkan milyaran rupiah per bulan, dan juga Kabupaten Pulau Taliabu menyimpan potensi wisata yang cukup menarik yang dapat dikembangkan. Bagitu banyak kekayaan kabupaten Pulau Taliabu justru memunculkan efek domino bahwa daerah Kabupaten Pulau Taliabu merupakan status daerah termiskin, tertinggal, tercecer di Provinsi Maluku Utara.

Semoga tulisan ini menjadi bahan renungan dan evaluasi bagi Pemerintah Daerah agar serius dan ikhlas membangun dan melayani pembangunan untuk masyarakat. Semoga. Kabupaten Pulau Taliabu 5 (lima) tahun kedepan sejajar dengan beberapa kabupaten di provinsi Maluku Utara. Wallahu a’lam. (Deni)

Komentar