Berita: Sidikkasus.co.id.
ACEH – Begitu ungkap Rahmad pada sejumlah awak media beberapa hari lalu dikantor Kejaksaan Negeri Sinabang setelah penyidik Polres setempat melimpahkan P21 ke lembaga Adhiyaksa itu pada 25 Agustus 2020.
“Demi Allah saya tidak pernah menipu Irsadi atau menggelapkan sesuatu miliknya. Saya tidak salah, tapi saya dihadapkan kasus hukum dengan tuduhan yang tidak saya mengerti. Ini Zalim.” urai Rahmad.
Perjalanan kasus berlabu ke ranah hukum bermula tahun 2017 silam. Saat itu Rahmad mengikuti lelang proyek jalan aspal dikabupaten Simeulue tentu menyiapkan berbagai sarat kelengkapan termasuk dukungan alat. Saat itu, Rahmad meminta dukungan pengaspalan dari PT Vanesa Mandiri Utama milik Ramlan Tanjung. permintaannya dipenuhi pihak perusahaan tersebut dengan mengeluarkan surat dukungan Asphalt Mixing Plant (AMP) dan perjanjian jual beli batu Stone Crhuser yang diikat dengan kontrak perjanjian bernomor: 001/SNB-MNG/12/2017.
Adapun aitem pekerjaan pengaspalan Jalan desa Lambaya dukungan dikeluarkan Dedi Iskandar (Jodi) selaku direktur PT Vanesa Mandiri Utama.
Sedangkan paket pekerjaan Jalan di Alafan dukungannya diberikan Teuku Irsadi yang jua direktur di PT Vanesa Utama Mandiri.
Nah dua pekerjaan itu yakni, pengaspalan jalan desa Lambaya dan Alafan tanggung jawab PT Vanesa” ujar Rahmad.
Namun kesepakatan antara pengusaha ini nyatanya berujung deadlock. Pasalnya, pengaspalan hotmix yang seharusnya dikerjakan PT Vanesa selaku pemberi dukungan malah ditalangi Rahmad.
Salah satu contoh. Desa Lambaya mulai dari biaya perbaikan/ menghidupkan AMP, material abu batu, BBM, dan biaya mobilisasi ditumpuhkan kedirinya’ sebut Rahmad lagi, juga harus mengeluarkan uang untuk pembelian aspal senilai 600 juta rupiah yang ditransfer ke rekening pribadi T. Irsadi atas permintaan Darwansyah orang kepercayaan Irsadi yang menjabat Project Manager di PT Vanesa.
Kendati perjanjian tak sesuai kontrak atau wanprestasi, ia hanya bisa tepuk dada. Pertimbangannya cuma satu yakni selesainya pekerjaan.
Tapi sayang harapan Rahmad tak sesuai ekspektasinya. Bahkan, item pengaspalan di Alafan tak jua dikerjakan oleh PT Vanesa hingga akhir kalender pekerjaan alhasil putus kontrak.
“Justru saya yang dirugikan dari kesepakatan ini. Tapi anehnya saya yang dilaporkan ?. Kalau ingin fair, kenapa dia (Irsadi- red) enggan saat saya minta dilakukan perhitungan, padahal dari perhitungan itu ketahuan berapa biaya yang saya keluarkan dan berapa biaya item pekerjaan aspal”ucap Rahmad.
“Logikanya, jika memang saya menipu atau menggelapkan otomotis orang nomor satu yang berada didepan menuntut saya yaitu komisaris PT Vanesa selaku pemilik perusahaan. Jadi luar biasa mafia dan zalimnya.” pungkas alumni Lemhanas RI ini.
Diderah pasal pidana
Dipoin dakwaanya Rahmad menilai kasusnya terkesan dipaksakan. Sebab, selain yakin tak bersalah. Pun, persoalannya dominan ke perdata. Hal itu sesuai primpsip hukum Stufen Buow Theory Hans Kalsen dan hukum lexs specialis sistematic derogate lex generalis (Asas kekhususan yang sistematis) terang menegaskan ketentuan pidana bersifat khusus dan berlaku apabila pembentuk Undang-undang memang bermaksud untuk ketentuan perdata sebagai ketentuan pidana yang bersifat khusus.
Begitupun secara yuridiksi, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jua tak mengatur secara khusus pidana apabila terjadi unsur kekhilafan atau penipuan yang didasari itikad baik dengan transaksi keuangan.
Berangkat dari uraiannya diatas, sosok yang dikenal aktif mengawal dan mengkritisi kinerja pemerintah Simeulue ini menduga ada konspirasi yang dilakoni pihak tertentu untuk menjerumuskan dirinya.
“ Disinyalir ada konspirasi kuat/kental antara saksi korban (Irsadi) dengan penyidik dalam menjerumuskan/menjebak saya dalam permasalahan hukum sekarang ini. Konspirasi ini semakin nyata karena saudara Darwansyah selaku project Manager PT Vanesa Mandiri Utama yang ikut menandatangani surat perjanjian jual beli tidak dijadikan saksi dalam perkara fakta sebenarnya. “ ungkap Rahmad.
Masih soal kejanggalan. Jebolan fakultas hukum ini mengendus adanya indikasi pengaburan fakta. Contoh saja , dakwaan penuntut umum yang menyebut dirinya melanggar pasal 378 Jo pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHAP dan pasal 372 Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHAP, dinilainya merupakan dakwaan rekayasa atau tak benar karena JPU tak mengakomodir terdapatnya fakta- fakta yuridis yang disampaikannya saat penyelidikan, penyidikan di kepolisian Resort Simeulue.
Misal, tak dimasukannya dokumen surat perjanjian jual beli batu Stone Crhuser dan pengaspalan aspal Hotmix yang dibuat tanggal 28 Desember 2017 lalu sebagai bukti pemula.
Selain itu, sejumlah bukti transfer keuangan dan bukti lain yang dibayarkannya jua tak dimasukan JPU sebagai alat bukti, cuma selembar bukti transfer 600 juta rupiah.
Dari kejanggalan tersebut Rahmad meyakini kasusnya bermuatan kepentingan, dugaannya ada konspirasi yang dikemas untuk membentuk kontruksi hukum ke arah pidana.
Karena itu, politisi PDIP ini meminta majelis hakim mempertimbangkan uraian dan argumen hukum yang disampaikannya dalam nota keberatan sesuai prinsip hukum acara (due proces) dan hukum negara.
“ Dengan segala hormat dan demi tegaknya hukum dan keadilan bagi kita semua, saya mohon kepada majelis hakim yang mulia kiranya perkara saya selaku terdakwa dihentikan pemeriksaanya. Karena murni perkara perdata yang telah melahirkan ‘Wanprestasi’ kedua belah pihak,” Papar Rahmad dalam Esepsinya.
Seperti diketahui, tahun 2018 lalu Rahmad dilaporkan Teuku Irsadi ke polres Simeulue dengan perkara dugaan penipuan dan atau penggelapan.
Atas LP tadi, Rahmad menjalani pemeriksaan. Setelah penyelidikan dan penyidikan, Rahmad ditahan penyidik Polres Simeulue Selama 56 hari sebelum akhirnya ditangguhkan.
Selang dua tahun kemudian, tanggal 24 Agustus 2020 ia kembali menjalani pemeriksaan lanjutan. Usai pemeriksaan, kasusnya dinyatakan lengkap dan berlabuh di Kejaksaan negeri Sinabang.
“ Benar sudah kita lakukan penyidikan tahap II terhadap inisial RH, dan saat ini sudah kita serahkan ke kejaksaan negri Simeulue,” Jelas Kasat Reskrim Polres dilansir beberapa media pada 28/5/2020 lalu.
Lalu tanggal 3 September 2020 Rahmad menjalani sidang perdana yang digelar dipengadilan negeri setempat melalui virtual vidcom.
( Bung Madi).
Komentar