Politik Dinasti

Berita sidikkasus.co.id

POLITIK dinasti adalah cara untuk meraih kekuasaan lewat jalur kekerabatan. Politik dinasti atau proses meraih kekuasaan lewat jalur kekerabatan itu hanya bisa terjadi didalam sistem kerajaan.

Dalam politik dinasti di kerajaan, anak otomatis akan menjadi raja untuk menggantikan sang ayah. Seorang pemimpin punya kekuasaan untuk mengangkat anak atau kerabat untuk bisa menjadi seorang pejabat.

Demokrasi melarang politik dinasti karena kekuasaan politik mesti diperoleh lewat sistem merit. Anak secara otomatis tidak bisa menggantikan sang ayah untuk bisa menjadi presiden, tetapi anak harus ikut berkompetisi jika ingin menjadi presiden.

Presiden tidak punya kekuasaan penuh untuk mengangkat anaknya untuk menjadi gubernur, wali kota, atau bupati, tetapi sang anak harus ikut berkompetisi bila hendak menjadi gubernur, wali kota atau bupati.

Untuk menjadi seorang pegawai negeri, anak seorang presiden sekalipun mesti mengikuti tes. Anak sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sudah ditetapkan sebagai bakal calon Wali Kota Solo oleh PDIP.

Banyak orang menyebut ini sebagai politik dinasti. Disebut politik dinasti karena Gibran putra presiden karena ayahnya sedang menjabat. Pencalonan Gibran sebagai walikota solo dianggap sebagai politik dinasti.

Gibran tidak bisa begitu saja untuk menjadi Wali Kota Solo untuk diangkat oleh ayahnya. Ia mesti berkompetisi lebih dulu untuk bisa menjadi seorang wali kota. Pun yang menunjuknya sebagai bakal calon Wali Kota Solo bukan bapaknya, melainkan partai politik yang mengusungnya.

Semua proses semacam itu berlangsung secara demokratis dalam sistem demokrasi. Akan tetapi politik dinasti mengalami perluasan makna.

Politik dinasti melebar merambah demokrasi. Politik dinasti berpontensi dalam alam demokrasi.

Anak, menantu, keponakan, adik, kakak, sepupu, om, tante, besan, mertua, mertua, bisa masuk ke institusi partai politik melalui prosedur untuk meraih kekuasaan.

Prosedur semacam itu sebagai upaya kerabat karena hendak meraih kekuasaan lewat cara disodorkan kepartai politik.

Bukankah, partai politik tidak bisa begitu saja menyodorkan kandidat sekalipun dia ialah seorang anak presiden tanpa melalui perhitungan politik berpotensi menang.

Salah satu potensi kemenangan bisa datang dari hubungan kekerabatan. Survei pada akhir 2019 menyebut 18% responden bakal memilih Gibran sebagai Wali Kota Solo karena dia adalah seorang anak presiden.

Dan angka 18% itu semacam bonus atau value added. Dan bonus ini dinilai tidak dimiliki oleh kandidat lain karena Presiden Republik Indonesia kita cuma satu.

Karena pertandingan tidak sepadan, kelak dalam Pilkada Kota Solo akan banyak orang yang menyebut penunjukan Gibran sebagai calon Wali Kota Solo sebagai politik dinasti, karena prosedur demokrasi yang dianggap sama sekali tidak dilalui dengan benar.

Boleh saja kita menyebut itu sebagai politik dinasti prosedural, politik dinasti, karena mekanisme penunjukannya cacat prosedur demokrasi.

Banyak yang mengkritik dan menentang pencalonan Gibran. Kiita cuma bisa menentang dengan kritik, tetapi tidak bisa melarang secara aturan.

Politik dinasti menabrak larangan karena tidak ada larangan didalamnya. Karena dianggap bukan sebagai sebuah bentuk kejahatan, bukan pelanggaran undang-undang.

Presiden Jokowi semestinya bisa menunjukkan keteladanan dengan tidak membiarkan anaknya untuk mencalonkan diri sebagai Wali Kota Solo.

Bicara soal teladan berarti berbicara etika. Bicara etika bisa tujuh hari tujuh malam karena tidak selesai-selesai karena ketiadaan eksak untuk mengaturnya.

Bila kita tak menghendaki dinasti politik, buatlah aturan, hukum, atau undang-undang untuk melarangnya.

Mahkamah Konstitusi membatalkan aturan melarang politik dinasti dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.

Meski, politik dinasti terus ditentang, tetapi tak pernah dilarang. Demokrasi secara tidak langsung mengizinkan politik dinasti untuk ditempuh lewat prosedur demokratis.

Di Amerika, negara Paman Sam, disana kita mengenal dengan istilah dinasti George Bush, dinasti Kennedy, dan dinasti Clinton.

(Herwadi)

Komentar