Berita Sidik Kasus
BANYUASIN – Sejumlah petani di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel), mengeluhkan anjloknya harga karet dari Rp 25 000 menjadi Rp 8000 ribu sejak delapan tahun terakhir.
“Semua pohon karet seluas satu hektar itu ditebang untuk dijadikan bahan palet kayu, karena produksi perkebunan karet tidak menjadikan andalan ekonomi,” ungkap petani karet warga Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin, Abang, 40 tahun, Senin, 26 Oktober 2020.
Para petani diwilayahnya kini membiarkan kebun karet begitu saja. Banyak yang menebangi pohonnya, juga ada yang dijadikan lokasi tambang galian C ilegal.
Perkebunan karet dulu yang mampu mensejahterakan kehidupan petani dengan pendapatan ekonomi, sekarang sudah tidak bisa diandalkan karena tidak sebanding dengan biaya produksi dengan anjloknya harga dipasaran itu.
Biasanya, dia bisa mendapatkan Rp 25 ribu perkilogram. “Kini habis untuk biaya pekerja pengambilan getah.”
Begitu juga Nang, 59 tahun, petani warga Desa Rambutan Kabupaten Banyuasin yang memberhentikan para tenaga kerja pengambil getah karet sejak harga karet amblas.
Perkebunan karet miliknya seluas satu hektar itu sama sekali tidak dirawat, usia pohonnya sudah tua dan produksi berkurang. “Saya sekarang menggeluti usaha pertanian sayur setelah harga karet amblas,” ungkapnya.
Luas kebun karet milik saya sekitar 4 hektar, sebagian pohon karet di kebun saya sudah tua. Produksi karet sudah berkurang, ditambah lagi harga karet amblas. Saya masih berharap harga karet kembali membaik, agar ekonomi petani bisa kembali membaik,” kata Sidik (55) warga Rambutan, Senin, (26/10).
ADENI ANDRIADI
Komentar