Penyidik Kejari Taliabu Tak Boleh Diam, Perlu di Usut Tuntas Kelebihan Bayar dan Denda Rp 1,4 M

Berita Sidikkasus.co.id

Pulau Taliabu | Dugaan tindak pidana korupsi proyek Pekerjaan Pembukaan Badan Jalan di Kataga – Sofan terdapat temuan Kelebihan Pembayaran Sebesar Rp1.440.980.686,78 dan denda keterlambatan juga sebesar Rp 72.049.034,34. Karena berdasarkan hasil temuan BPK RI perwakilan provinsi Maluku Utara Tahun 2023 sampai dengan 2024.

Proyek ini yang dilaksanakan oleh CV DERMAWAN sesuai Kontrak Nomor 602.2/21.KONS/KONTRAK/PPK/BM/DPU-PR/PT/2022 tanggal 8 Juli 2022 dengan nilai kontrak sebesar Rp2.036.720.000,00.

“Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan sesuai kontrak adalah selama 170 hari kalender (8 Juli sampai dengan 24 Desember 2022) dan diubah terakhir melalui Adendum 602.2/21.KONS/KONTRAK/PPK/BM/DPUPR/PT/2022/ADD.03 tanggal 29 Desember 2023 terkait perubahan jadwal pelaksanaan pekerjaan menjadi 630 hari kalender dan berakhir di 28 Maret 2024,” Ungkap Sekertaris Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Pulau Taliabu, Jusril pada wartawan. Senin (13/1/2025).

Jusril menyampaikan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI bahwa, Pengawasan atas pekerjaan tersebut dilakukan oleh PPK. Pengawasan teknis kegiatan juga dilaksanakan oleh PPK bersama tim internal dari Dinas PUPR, yang terdiri dari PPK dan pengawas lapangan.

Pengawasan oleh PPK dilakukan diantaranya dengan cara mengendalikan pelaksanaan kontrak secara umum/keseluruhan dan melakukan pengendalian teknis kegiatan dan melaporkan pelaksanaan serta penyelesaian kegiatan di lokasi pekerjaan kepada PA/KPA.

“Berdasarkan penelaahan pada rincian SP2D TA 2022 dan TA 2023, pembayaran atas pekerjaan tersebut telah dibayar 100% terakhir melalui SP2D Nomor 00118/SP2D/1.03.01.01/2023 sebesar Rp 1.425.712.400,00 tanggal 3 Februari 2023.” Jelasnya.

Lanjut Jusril. BPK melakukan pemeriksaan fisik bersama Perwakilan PPK, pihak rekanan pelaksana dan Inspektorat pada 17 Februari 2024 di Kecamatan Tabona Kabupaten Pulau Taliabu.

Pemeriksaan fisik meliputi pengukuran prestasi pekerjaan berdasarkan dokumen back up data dan analisa atas metode pelaksanaan yang dilakukan oleh rekanan pelaksana.

Pelaksanaan pemeriksaan fisik dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan Fisik tanggal 17 Februari 2024 yang ditandatangani bersama oleh BPK, PPK, Rekanan Pelaksana dan Inspektorat.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan dokumen yang diperoleh serta perhitungan kembali atas progres per 28 Maret 2024.

Diketahui bahwa progres pekerjaan baru mencapai 21,47% atau sebesar Rp 393.913.306,97 dari nilai kontrak sebelum pajak dan sampai berakhirnya pemeriksaan pada tanggal 17 Mei 2024, sisa pekerjaan sebesar 78,53% atau sebesarRp1.440.980.686,78 belum selesai dikerjakan atau mengalami keterlambatan penyelesaian pekerjaan.

Realisasi pembayaran atas pekerjaan tersebut juga telah melebihi progres fisik pekerjaan atau terdapat potensi kelebihan pembayaran pekerjaan sebesar Rp 1.440.980.686,78.

Pihak Penyedia telah mengetahui perhitungan kelebihan pembayaran tersebut dan diketahui oleh PPK dan Inspektorat.

Penyedia dan PPK berkomitmen untuk menyelesaikan sisa kekurangan pekerjaan tersebut sesuai dengan pernyataan tertulis yang ditandatangani PPK berdasarkan Nomor Surat 600/019.5.a/DPU-PR/PT/III/2024 tanggal 29 Maret 2024 dengan komitmen penyelesaian tanggal 25 September 2024.

PPK belum mengenakan denda keterlambatan minimal sebesar
Rp72.049.034,34 ((1/1000) x Rp 1.440.980.686,78 x 50 hari keterlambatan (29 Maret sampai dengan 17 Mei 2024).

“Selain itu PPK juga belum memberlakukan ketentuan kontrak kritis atas pekerjaan tersebut, seperti memperpanjang masa berlaku jaminan pelaksanaan, surat peringatan tahap III, dan show cause meeting (SCM) tahap III.” pungkasnya.

Permintaan Penyelidikan dan Penindakan

GPM menilai pihak-pihak terkait dalam proyek ini, seperti Kepala Dinas PU-PR, PPK, rekanan pelaksana, PPHP, dan bendahara, harus bertanggung jawab atas dugaan korupsi tersebut.

“Kami mendesak Kejaksaan Agung RI, Kejati Maluku Utara, dan Kejari Pulau Taliabu untuk segera memanggil dan memeriksa para oknum-oknum yang dinilai lalai dan tidak melaksanakan kewajiban sesuai kontrak, termasuk pengenaan denda keterlambatan dan pemberlakuan ketentuan kontrak kritis,” tegas Jusril.

GPM berharap kejaksaan dapat segera melakukan penyelidikan dan penyidikan agar kasus ini terang benderang dan pihak-pihak yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. (Jeck)

Komentar