DENPASAR,JKN- Penandatangan MOU Badan Karantina Pertanian dan Naqia – PNG berlangsung di Hotel Ramada Bintang Bali ,Kuta, Badung pada, Jumat (20/4/18).
Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian Banun Hartini mengatakan, sesuai dengan konsep nawacita, Strategi Pengembangan Perbatasan adalah “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”. Dalam implementasinya pembangunan perbatasan dalam kerangka Nawacita, di terjemahkan menjadi strategi pembangunan dan pengembangan wilayah perbatasan.
“Salah satu sektor yang menjadi fokus pembangunan di wilayah perbatasan adalah sektor pertanian yang dinilai dapat menghasilkan nilai tambah tinggi. Langkah-langkah terobosan dilakukan pemerintah agar sektor pertanian bisa turut mendongkrak pertumbuhan ekonomi di wilayah perbatasan. Oleh karena itu, Kementerian Pertanian memiliki tugas dan wewenang dalam upaya pembangunan dan pengembangan wilayah perbatasan,” ujar Hartini
Menurut dia, Kementerian Pertanian turut berupaya membangun pertanian di wilayah perbatasan dengan melaksanakan berbagai strategi dan membangun sistem pertanian modern terpadu serta berkelanjutan melalui pendekatan kawasan, misalnya mendukung akselerasi ekspor komoditas pertanian kawasan. Komoditas yang dikembangkan di setiap kawasan akan disesuaikan dengan kondisi wilayah dan aksesbilitas lokasi serta ketersediaan sumber daya lahan dan air.
“Kita perlu menjalin kerjasama perdagangan komoditas pertanian dengan negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat di kedua negara serta memperkuat hubungan budaya serta sumber daya manusia,” ucapnya
Selain itu dijelaskan, bahwa Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan kerja sama bilateral dalam hal perdagangan komoditas pertanian dengan negara-negara yang berbatasan langsung, seperti Papua Nugini, dan akan segera menyusul forum kerjasama lain dengan Malaysia dan Timor Leste. Kerangka kerja sama ini juga bertujuan untuk memperkuat dan meningkatkan hubungan budaya serta sumber daya manusia.
“Papua Nugini merupakan negara mitra dagang Indonesia. Secara umum, volume perdagangan kedua negara masih cukup rendah. Nilai perdagangan antara kedua negara pada tahun 2017 mencapai US$ 179 juta atau sekitar Rp. 2,4 triliun (kurs Rp. 13.400 per dolar). Dari realisasi tersebut neraca perdagangan Indonesia surplus sekitar US$ 121 juta,” jelas Hartini
Hartini menjelaskan, dalam rentang waktu 2016-2017, komoditas utama tumbuhan yang diekspor Indonesia ke Papua Nugini antara lain, tepung gandum, minyak sawit, tepung terigu, tembakau, kalapa, kaktus, mahoni, teh, kayu, tanaman penutup, dan kopi. Komoditas yang diimpor dari Papua Nugini antara lain, kepala sawit (benih, bibit, bunga, brondolan), kakao, kayu, masohi, teh, tembakau, vanili. Sedangkan komoditas utama hewan yang diekspor Indonesia ke Papua Nugini antara lain, susu olahan, susu Ultra High Temperature (UHT), daging unggas olahan, dan susu sapi. Sedangkan tidak tercatat komoditas hewan yang diimpor dari Papua Nugini ke Indonesia (nilai impor nihil)
Sementara itu, dalam hal perdagangan komoditas pertanian di wilayah perbatasan kedua negara, salah satu aspek yang perlu mendapatkan perhatian adalah risiko terbawanya Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) yang dapat berpotensi menyebabkan kerugian ekonomi serta merusak keanekaragaman hayati di kedua negara.
Untuk memitigasi potensi risiko terbawanya HPHK dan OPTK di kedua negara, lanjut Hartini menjelaskan, kedua negara bersepakat untuk membuat perjanjian terhadap perlindungan kesehatan hewan, tumbuhan, dan keamanan hayati. Perjanjian tersebut dapat berupa Memorandum of Understanding between Indonesia and Papua New Guinea on Collaborative Animal Health, Plant Health and Biosecurity Quarantine Acitivies.
“Implementasi dari MOU ini adalah harmonisasi persyaratan karantina hewan dan tumbuhan yang dilalulintaskan di wilayah perbatasan kedua negara, salah satunya sertifikat kesehatan hewan dan tumbuhan,” tuturnya.
Setelah terjalin kerja sama antara Pemerintah indonesia dan Pemerintah Papua Nugini terjalin di bawah kerangka MOU, diharapkan kedua negara dapat membangun harmonisasi sertifikat kesehatan hewan dan tumbuhan dalam format sertifikat elektronik (electronic certificate atau e-certificate). (AF)
Komentar