Pasar Tradisional Terancam

Berita Sidik Kasus co.id

OKI – Sejak ratusan tahun lalu. Pasar tradisional di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan (Sumsel) memiliki peran sangat penting dalam menggerakkan roda perekonomian bagi masyarakat setempat.

Tidak cuma sebagai tempat dijualnya berbagai macam jenis produk hasil pertanian dari masyarakat setempat. Pasar tradisional di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) memiliki fungsi sebagai tempat mencari nafkah yang sangat berarti bagi masyarakat di sana.

Sejak zaman kolonial Belanda. Kegiatan pasar tradisional di Bumi Bende Seguguk terus berkembang secara alami ditangan masyarakatnya.

Pasca reformasi. Terjadi banyak perubahan sistem didalam pemerintahan. Ketika otonomi daerah dimulai, 99% semua keputusan terkait soal perizinan adalah menjadi otoritas bagi sang kepala daerah.

Perhatian terhadap pasar tradisional mulai redup dan menyebabkan ada banyak pasar tradisional di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) hari ini mulai terlihat sepi pembeli.

Ada puluhan pasar tradisional di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan (Sumsel) yang mampu menampung ribuan pedagang. Seandainya, semua pasar tradisional di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dikelola dengan baik, semua pasar tradisional itu akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi.

Celakanya, dari sekian banyak pasar tradisional yang ada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan (Sumsel), hanya bisa dihitung dengan jari jumlah pasar tradisional yang identik dikelola dengan profesional. Selebihnya, pasar-pasar tradisional itu dikelola dengan cara dilelang oleh pemerintah dengan cara diam-diam. Tidak sesuai prosedur, amburadul, sumpek, dan dan mengganggu ketertiban umum.

Disaat Pemerintah di negara ini tengah sibuk melakukan pembangunan infrastruktur dan ekonomi. Semua pasar tradisional semestinya bisa dijadikan pilar bagi pembangunan ekonomi masyarakat. Bukan justru diabaikan dengan cara dikelola dengan sistem manajemen sala urus.

Ada beberapa pasar tradisional di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan (Sumsel) yang sebenarnya sudah direnovasi tapi malah justru sebaliknya makin sepi oleh pembeli. Sistem ekonomi neo-liberal ternyata sudah berlangsung sejak 1997. Menjadi tantangan tersendiri bagi aktivitas ekonomi di masyarakat mulai dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di pasar tradisional.

Pasar tradisional (Kalangan) di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) bukanlah sebuah tempat yang asing bagi masyarakat di Bumi Bende Seguguk. Anehnya, ada banyak pihak pemerintah desa di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang sama sekali tidak mau berusaha untuk menyelesaikan persoalan ini. Mereka justru terlihat sibuk untuk mencari keuntungan secara finansial maupun keuntungan secara politik dipasar tradisional yang biasa disebut oleh masyarakat setempat dengan sebutan kalangan itu.

Kondisi pasar tradisional di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) kian terpuruk tatkala ada banyak pasar minimarket modern berdiri gagah di setiap Kecamatan di Bumi Bende Seguguk. Perlahan namun pasti, kebiasaan berbelanja masyarakat di Bumi Bende Seguguk mulai berpindah dari pasar tradisional ke pasar modern. Masyarakat lebih menyukai tempat berbelanja yang bersih, rapi, nyaman, dan strategis.

Dipasar modern semua pengunjung tidak perlu capek-capek ngotot untuk melakukan tawar-menawar harga barang. Tidak perlu takut ada manipulasi timbangan. Dan tidak perlu was-was dengan kualitas barang yang dibeli.

Pertumbuhan pasar modern di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan (Sumsel) terus meluas. Bahkan sampai hari ini memang sudah sangat pesat. Disana, ada banyak mini market dan sudah tersebar di 18 Kecamatan. Posisinya ada yang bersebelahan, dan ada juga yang berseberangan. Disana, ada banyak masyarakat yang sangat menyukai pasar modern. Sementara nasib pasar tradisionalnya seperti hidup segan matipun tak mau.

Lantas, bagaimanakah nasib ribuan pedagang pasar tradisional di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) untuk mencari sesuap nasi jika pasar tradisional yang ada di sana terus menerus kehilangan pembeli?

Sejak 1997. Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) tidak pernah gencar untuk mengurusi pedagang di pasar tradisional. Akibatnya, penghargaan Adipura pun tak pernah diraih. Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) melalui Polisi Pamong Praja kerap melaksanakan kegiatan tidak sah disetiap pasar tradisional di Bumi Bende Seguguk.

Kondisi PKL yang pas-pasan diharuskan membayar sewa tempat yang mahal pun menjadi persoalan. Saat kios berhasil ditempati dan kondisi pengunjung makin sepi, hal ini kerap membuat PKL di pasar tradisional mengalami rugi. Kios pun ditinggalkan dan mereka pun harus kembali menjadi PKL.

Renovasi pasar yang sama sekali tidak dilakukan oleh pihak pengelola kian memperburuk kondisi pasar tradisional di Bumi Bende Seguguk. Kalaupun renovasi dilakukan adalah untuk menambah kios. Dan tak jarang, lahan parkir pun dibangun demi untuk mendapatkan keuntungan berlipat-lipat. Kios yang baru selesai dibangun akan disewakan dengan harga yang berlipat dan akan menyebabkan ada banyak pedagang yang harus terusir dari kios dan menjadi PKL disekitar pasar.

Pihak pengelola biasanya tidak peduli dengan nasib pedagang. Bagi pengelola, siapa saja bisa berjualan asal mampu membayar sewa. Hal ini menyebabkan pedagang-pedagang besar berkuasa untuk menduduki kios-kios dipasar tradisional.

Itulah sebabnya mengapa ada banyak pedagang di pasar tradisional di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang berjualan ditepi jalan raya. Bahkan, saking banyaknya pedagang hingga melimpah ke tepi jalan raya.

Sebuah situasi yang sangat memperihatinkan. Ditepi jalan pedagang dan pengunjung membludak, tetapi los di pasar-pasar tradisional itu mati karena ditinggalkan oleh pedagang.

Masalah modal pun masih menjadi masalah serius bagi pedagang. Menyewa kios tidak mampu, memperbesar oplah dagangan, dan meningkatkan kualitas produk karena modal terbatas. Kondisi seperti ini terjadi karena pihak bank malas untuk berurusan dengan pedagang kecil dan mikro. Bagi pihak bank, lebih baik berurusan dengan dua tiga orang pengusaha besar, dari pada berurusan dengan ratusan pedagang kecil. Transaksi kecil dianggap merepotkan sementara prosedur yang dilakukan sama saja dengan berurusan dengan pengusaha. Sementara keuntungan jauh lebih besar dari pengusaha. Inilah menjadi salah satu penyebab sulitnya pedagang di pasar tradisional untuk berkembang. Para pedagang cenderung berurusan dengan rentenir karena keterbatasan modal.

Kondisi pedagang kecil dan mikro di pasar tradisional di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) memang cukup memprihatinkan. Perlu sebuah upaya untuk menyelamatkan mereka dari kondisi keterpurukan agar tidak menjadi lahan bisnis bagi para rentenir.

Pedagang kecil di pasar tradisional di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) adalah bagian dari urat nadi perekonomian nasional. Saat ini, jumlah UMKM di Indonesia sudah mencapai 55 juta lebih. Total dari angka itu, 45 persen atau 22 juta diantaranya adalah pedagang di pasar tradisional. Mari kita renungkan, betapa begitu banyak masyarakat di Indonesia yang mengadu nasib ditempat yang becek dan kumuh yang sudah mulai ditinggalkan oleh pengunjung itu.

Tulisan ini menggambarkan keresahan para pedagang kecil yang mengais rezeki di pasar-pasar tradisional di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan (Sumsel). Semoga tulisan ini bisa menjadi masukan bagi Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan (Sumsel). Pasca reformasi, ada banyak kebijakan dan peraturan yang dilahirkan tetapi hanya sebatas diatas kertas.

Ada banyak pihak dan oknum-oknum tertentu yang kerap mencoba untuk mencari keuntungan baik secara pribadi pun kelompok golongan tertentu.

EDO SEPTRIANTO

Komentar