JAKARTA JKN – Selasa,24/04/18 : Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak sebagai lembaga independen yang diberi tugas dan fungsi untuk memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia mengutuk keras perbuatan Panggil Sianturi (68), warga Desa Amborgang Porsea, Kabupaten Toba Samosir yang telah melakukan kejahatan seksual terhadap 6 orang anak anak, 5 anak diantaranya usia balita.
Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak setelah mendapat laporan masyarakat atas peristiwa memalukan ini menyatakan bahwa berdasarkan ketentuan UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penerapan Perpu Nomor 01 Tahun 2016 junto UUVRI Nomor 35 Tahun 2014 mengenai perubahan Kedua UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Panggil Sianturi dari seorang suami pensiunan Kepala Sekolah di Amborgang terancam hukuman pidana 20 tahun penjara bahkan jika terbukti perbuatannya dilakukan berulang-ulang, maka Panggil Suanturi sang predator tua dapat dihukum seumur hidup.
Menurut laporan masyarakat kepada Komnas Perlindungan Anak, kasus kejahatan seksual ini terungkap setelah salah seorang orangtua korban AS (35) memergoki Panggil Sianturi diteras rumah tetangganya tengah terlihat merangkul dan memeluk tiga orang anak balita, satu diantaranya putri AS dengan cara memasukan jari tangan ke vagina sambil mencium bibir dan leher korban dengan raut muka penuh hasrat seksual.
Untuk menghentikan perbuatan pelaku yang penuh hasrat seksual itu, AS mencoba menghentikan perbuatan pelaku dengan cara membanting sapu ke dinding rumah dengan maksud untuk menghentikan perbuatan pelaku, tetapi hal itu tidak berhasil menghentikan perbutan pelaku.
Akhirnya AS keluar rumah mendatangi tetangga untuk memberitahukan perbuatan pelaku. “Saya takut menegur pelaku untuk menghentikan perbuatannya secara langsung, lantaran rakut dipukul pelaku, sebab pelaku pada peristiwa itu sudah penuh dengan hasrat seksual”. Kemudian, seakan pelaku mengerti maksud saya, begitu saya keluar rumah untuk meminta pertolongan tetangga, barulah kemudian pelaku buru-buru kabur dari teras rumah tetangga saya sampai akhirnya Kepala Desa Amborgang yang menerima laporan masyarakat menghadirkan pelaku di kantor desa untuk dimintai keterangan.
Semula Pekaku tidak mengakui perbuatannya, namun setelah AS menghadirkan salah seorang korban dan korban menceritakan pengalaman pahitnya atas kehaharan seksual yang dilakukan pelaku dihadapan warga desa Amborgang, barulah pelaku mengakui perbuatannya.
Untuk menghindari amuk warga desa atas perbuatan pelaku, atas inisiatif kepala desa pelaku akhirnya diserahkan kepada Polres Tobasa untuk dimintai pertanggungjawaban hukum atas perbuatannya” demikian disampaikan AS kepada Media 24 Jam di Amborgang.
Peristiwa yang menjijikkan ini, mengingatkan kembali masyarakat Toba Samosir atas kasus kejahatan seksual yang pernah dilakukan ayah terhadap putri kandungnya dan paman korban di salah satu desa di Kecamatan Silaen. Demikian kasus kejahatan seksual terhadap 2 remaja putri yang dilakukan ayah kandungnya sendiri disalah satu desa di Balige serta kasus-kasus kejahatan seksual yang dilakukan secara bersama oleh pelaku maupun korban anak di desa Laguboti.
Data laporan masyarakat yang diterima oleh Polres Tobasa, sepanjang Januari -Maret 2018 ada 11 kasus kejahatan seksual yang pada umumnya dilakukan oleh orang terdekat dari korban yakni ayah, abang, paman, nenek, guru, pengelolah sekolah, tetangga dan bahkan sesama anak Mengingatkan bahwa kasus kejahatan seksual terhadap anak di Tobasa perlu diwaspadai. Sebab Angka ini adalah angka yang terlaporkan (reported) di Polres Toba. Angka ini bisa bertambah jika masyarakat tidak menganggap kejahatan seksual oleh orang terdekat sebagai perbuatan aib rumah tangga.
Dengan demikian, tidaklah berlebihan jika Kabupaten Tobasa saat ini tekah terjadi degradasi moral dan nilai-nilai agama serta budaya dalam kehidupan sosial masyarakat Batak di Tobasa. Juga Tobasa saat ini berada dalam situasi darurat kejahatan seksual terhadap anak.
Sudah saatnyalah pemerintah Kabupaten Tobasa bersama institusi dan pemimpin gereja serta lembaga adat menggerakkan peran serta masyarakat dan tokoh adat untuk membangun gerakan perlindungan anak berbasis program kampung, desa, sekolah dan gereja. Jangan saling menunggu dan menpersalahkan didiantara stakeholder pemangku kepentingan. Demi kepentingan terbaik baik, ayo bergerak bersama, demikian ajakan Arist. ( Ted )
SUMBER: Bang Arist Merdeka Sirait. Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak
Komentar