Berita sidikkasus.co.id
Palembang – Persoalan banjir di Kota Palembang nyaris menyentuh kedaruratan. Sebagian warga Kota Palembang kini mengalami banjir yang bukan lagi lima tahun sekali atau setahun sekali seperti warga Kota Jakarta.
Belum bulan berakhir, sejak awal tahun ini beberapa wilayah di Kota Palembang diterpa banjir hingga berkali-kali setiap turun hujan.
Setiap hujan deras mengguyur semalaman sudah hampir dipastikan bakal ada wilayah di Kota Palembang yang kebanjiran. Saking seringnya, barangkali warga Kota Palembang sebagian sudah terbiasa untuk terjaga sepanjang durasi hujan.
Dengan begitu, mereka sudah tidak kaget lagi saat air tiba-tiba masuk ke rumah hingga setinggi tempat tidur.
Tidak kaget lagi bukan berarti tidak terganggu. Banjir membuat aktivitas sehari-hari warga terhambat, aset terendam air, dan timbul kesibukan ekstra untuk bersih-bersih rumah setelah air surut.
Kekerapan banjir merupakan salah satu indikasi Pemerintah Kota Palembang lebih banyak bersikap reaktif ketimbang preventif. Langkah-langkah yang diambil hanya untuk mengatasi dampak banjir.
Alih-alih menuntaskan persoalan agar banjir tidak menerpa kembali, Pemerintah Kota Palembang seperti hanya mengadakan toa untuk meneriakkan peringatan bagi warga Kota Palembang bahwa banjir akan datang.
Menyalahkan kondisi lingkungan juga menjadi lagu usang. Terbukti, hanya oleh hujan lokal, banjir lagi-lagi bertandang ke wilayah Kota Palembang. Sungguh malas mencari akar masalah di kandang sendiri.
Coba tengok di depan Punti Kayu. Sejak hujan lebat awal tahun, setidaknya sudah beberapa kali cekungan jalan yang ada disitu tergenangi oleh air.
Ketinggian air kurang lebih sama hingga tidak bisa dilewati kendaraan roda dua.
Artinya, sama sekali tidak ada yang dilakukan untuk mencegah air kembali menggenangi. Kalaupun ada, terulangnya banjir dalam jangka waktu yang begitu dekat memperlihatkan ketidakbecusan mendiagnosis penyebab banjir. Bila diagnosis salah, obatnya pasti keliru.
Dari sisi teknis, setidaknya ada dua penyebab utama banjir. Pertama, daya tampung sungai yang sangat kurang. Kedua, sistem drainase yang buruk. Keduanya merupakan akar permasalahan banjir di Kota Palembang.
Peningkatan kapasitas dengan cara melebarkan sungai saja tidak cukup. Perawatan, antara lain dengan pengerukan secara berkala tiap minggu, harus terus-menerus dilakukan. Alangkah baiknya bila peningkatan kapasitas sungai juga dibarengi dengan menambah waduk-waduk dalam kota. Tentu saja, waduk-waduk itu juga tidak boleh luput dari perawatan secara berkala.
Demikian pula sistem drainase. Pembersihan jangan sampai berhenti atau berjeda hingga hitungan minggu. Bila mulai dangkal, harus segera dinormalkan. Jika drainase terlalu sempit dan dangkal, mesti dilebarkan dan diperdalam. Bahkan, sudah banyak ahli yang menyarankan gorong-gorong yang mendukung sistem drainase Kota Palembang diganti dengan gorong-gorong raksasa.
Dengan banyaknya pekerjaan untuk menuntaskan persoalan banjir, tentu tidak ada alasan anggaran pengendalian banjir yang hanya tahun ini terserap habis. Sungguh aneh bila sampai serapan anggaran masih tinggi tapi persoalan banjir masih menghadang.
Lebih aneh lagi jika ketidakmampuan menggunakan anggaran secara efektif itu menjadi alasan untuk memotong anggaran yang begitu krusial. Tidak mengherankan jika banjir semakin kerap datang.
Pemerintah Kota Palembang sangat menggebu untuk menjadikan Kota Palembang ramah dengan pejalan kaki. Walaupun masih lemah dalam menegakkan aturan, semangat mengutamakan pejalan kaki itu patut diapresiasi. Namun, jangan harap acungan jempol untuk wujud Kota Palembang yang ramah dari banjir.
Gila apa?!
Oleh : Adenia Andriadi
Komentar