OPINI : ANDAlKAN GAJl GURU 20 JUTA

Oleh: H. Mochammad Rifai

(Kepala SMA Negri Darussholah Singojuruh/pengurus PK PGRI Banyuwangi)

BANYUWANGI, JEJAKKASUSNEWS.ID

Menjadi berita viral di medsos tatkala ada elit di lingkaran papan atas sana, konon akan mengusulkan gaji guru PNS sabesar 20 juta. Sekalipun hanya sebuah kembongan dalam konteks mendekati Pilpres 2019, namun demikian sempat memancing banyak pihak angkat bicara dan bahkan dijadikan bahan perdebatan ekslusif di layar Tv. Tampak memang pekerjaan buang-buang energi, menghabiskan waktu, ngobos alias tidak mencerdaskan, malahan menghasilkan kesinisan justru di kalangan guru. Masyarakat (Guru) hari gini kok disuguhi omongan gombal. Hampir semua rakyat mengetahui dan sadar bahwasanya kondisi keuangan Negara kita tambah tahun tidak malah tambah baik, gonta-ganti Presiden ping sewidak jaran tidak akan bisa serta merta memerdekakan APBN kita dari ancaman defisit dan mesti harus ditambal dengan dana utangan hingga ratusan triliun.

Ada lontaran wacana perbaikan gaji hingga 20 juta, bukannya diterima sebuah good news bagi guru, melainkan yang keluar dari mulut guru adalah kata-kata picis gambar gareng nawi , aneh-aneh Negara hampir bangkrut, tekanan harga US Dolar terus melemahkan nilai rupiah hampir terjadi setiap hari?

Apalagi yang melontarkan wacana itu seorang politisi menjelang kompetisi cari simpati massa dukungan, blas keplas-keplas, pret pleketek jauh dari asa mereka. Bagi guru, gaji bulanan plus TPP satu kali gaji sudah sanget terapresiasi. Namun bukan berarti para guru tidak tertarik berharap untuk perbaikan gaji hingga 20 juta, tetapi justru merasa malu menerima tawaran itu. Menyadari dan tahu diri bahwa untuk menjadi guru di negeri ini tidak terlalu tinggi kreteria yang disyaratkan. Modal intelaktual pas-pasan bisa menyandang gelar profesi guru. Digaji 20 juta setiap bulan, bukan malah kesenengen, guru justru membayangkan standar tuntutan kinerja seperti apa untuk pantasan menerima gaji sebesar itu? Lha wong dapat TPP satu kali gaji saja sudah jadi rasan-rasan kacemburuan banyak pihak?

Apakah ini memang sebuah mentalitas kebanyakan guru kita yang memang sejak awal didoktrin untuk menjadi sosok sederhana sehingga ada tawaran gaji yang wow marasa tidak pantas? Ini
perlu kajian tersendiri. Padahal di beberapa negara tetangga kita, pekerjaan profesi guru menjadi sangat menarik, tinggi derajad status sosialnya, karena gajinya keren. Karenanya cita-cita menjadi guru di sana menjadi idola anak-anak genius. Fakultas keguruan manjadi impian mereka. Pemerintah di sana menganggarkan dana pendidikan lebih 3O % dari APBN tidak menimbulkan perdebatan di tataran elit, karena mereka benar-benar menyadari bahwasanya memprioritaskan pembangunan kualitas pendidikan adalah jaminan masa depan.

Proses penciptaan SDM yang unggul menjadi target dan taruhan menghadapi perubahan global. Harapan memiliki SDM unggul menjadi suatu yang absurd, hil yang mustahal jika menejemen
pendidikan dikelola ecek – ecek. Sementara yang dibutuhkan untuk menjamin bisa memenangkan (minimal bertahan) dalam menghadapi ganasnya pertarungan di rimba raya persaingan global bukan berapa punya jumlah tentara barikut jenderalnya, barapa punya paralatan perang yang diandalkan, melainkan saberapa kualitas man of behind yang sanggup membuat gematar lawan-lawannya.

Perang sekarang sudah tidak lagi menyajikan sabuah pertempuran fisik dengan desingan peluru, meriam dan deru roda tank, melainkan dalam
bentuk perang tidak kasat mata atau proxywar. Dan itu sudah terjadi. Makanya ramalan guyonan akan hilangnya Negara kita di tahun 2030, bukan menujukkan keadaan fisik malainkan ketidakberdayaan heigemoni dalam banyak hal. Sacara de facto negara kita masih meger-meger, tetapi sacara substantive Negara kita sudah hilang di bawah ketiak raksasa asing.

Membayangkan andai kata benar dengan sadar pemerintah mengagendakan konsekuen 20 %
anggaran diperuntukkan pembangunan pengembangan pendidikan, dan sanggup menggaji guru hingga 20 juta perbulan, bukanlah untuk semata-mata mendongkrak kadar kualitas intelektual guru hari ini melainkan hanya meningkatkan secara signifikan kesejehteraan duniawi guru benar adanya. Tetapi jangka panjangnya kaadaan ini akan dapat dipakai sebagai alat seleksi secara natural untuk meraih calon-calon guru mendatang dari generasi terpilih secara intlektual, cerdas, berkarakter unggul. Mengapa, karena ke depan untuk mengejar ketertinggalan dan dapat meraih kegemilangan di medan tempur dunia maya dan dunia angka tidak hanya diperlukan kemampuan berlari atau lompatan melainkan gerak quantum.

Memang benar, orang cerdas bahkan genius tidak menjamin bisa menjadi sosok guru yang hebat, ideal. Tetapi akan lebih menyedihkan lagi jika berharap banyak dapat meraih sebuah
lompatan kamajuan ditangan orang yang kadar intelektuahya pas -pasan. Apa lagi kurikulum terkini menuntut sekolah memilki budaya bernalar tinggi (higher thinking) karenanya menuntut guru mampu menyelenggarakan pembelajaran higher learning and teaching order dan demikian juga siswa dituntut mampu dan terbiasa mengerjakan soal-soal HOTS (Higher Order Thinking Skils ).

Apa salahnya mengandai, karena fakta membuktikan bahwa tidak cukup pede kita sebagai negara memiliki sumber daya alam melimpah ruah dengan jumlah penduduk terbesar kelima
dunia, jika kualitas SDM nya tidak mumpuni. Di sini kadang pemikiran mismacth para elit yang menyebabkan gagal misi pada tataran ujung tombak dalam penyiapan kadar bangsa ke depan. Tidak hanya parsoalan barapa jumlah dana APBN yang disediakan, tetapi juga sejauh mana efektivitas dan efisiensi dalam mengelola sumbar daya dan pemberdayaannya. Di sini peran pendidikan dan guru di dalamnya sebagai andalan bangsa ke depan tidak mungkin diisi oleh orang yang kadar intelektual, komitemen dan integritasnya pas-pasan. Agar kita tidak dikatakan sebagai generasi gagal visi, maka saya berandai gaji guru bisa sampai 20 jutaan perbulan bukan suatu unreasanable bisa jadi ndlemingnya seorang futurolog sekalipun tidak sekelas Prabu Jayabaya, Ranggawarsita ataupun Awin Tofler.

Yakin dan itu sebuah keniscayaan bahwa existency dan gensi bangsa ini ke depan akan ditentukan oleh kualitas SDM-nya, bukan yang lain. Dan itu semua akan ditentukan oleh kualitas pendidikan dan guru sebagai titik penentunya. Maka itu guru harus hebat sebab secanggih apa kurikulum disusun para pakar, tidak akan membawa perubahan dahsyat. Kapan kita punya guru hebat kalau gaji tinggi seorang guru hanya ada dalam genggaman angan – angan yang tidak jelas.Selamat Hari Guru Nsional 2018. (***)

Komentar