SURABAYA, JKN – Mantan Ketua DPRD Surabaya Musyafak Rouf yang sempat menjadi terpidana dalam kasus jasa pungut (japung), menyampaikan berkas laporan ke Ombudsman Provinsi Jawa Timur soal dugaan penyimpangan Bimbingan Teknis (Bimtek) DPRD Surabaya untuk periode 2009-2014.
Kedatangan Musyafak Rouf yang saat ini telah kembali aktif di dunia politik dengan posisi sebagai Ketua DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Surabaya ini diterima oleh Fatih Sabililul Islam, koordinator tim penerimaan dan verifikasi laporan Ombudsman Provinsi Jawa Timur.
Musyafak mengatakan, bahwa laporannya saat ini untuk menjawab berbagai tudingan kepada dirinya yang dikatakan hanya menakut-nakuti yang kemudian akan memanfaatkan kasus tersebut dengan tujuan pragmatis (istilah 86)
“Karena waktu itu saya termasuk orang yang dipanggil sebagai saksi, saya tau persis apa yang sudah dilakukan kawan-kawan dan polisi, sudah melakukan apa dan sampai dimana penyelidikannya, kalau itu tidak ditindaklanjuti maka ada sesuatu yang tersimpan,” ucapnya. Senin (24/9/2018)
Di menegaskan, diperlukan lembaga lain untuk melakukan koreksi dan pengawasan terhadap lembaga penegak hukum, karena jika tidak maka akan bisa dipermainkan.
“Saya bisa dianggap mewakili masyarkat lain yang diperlakukan tidak adil, dengan ribuan kasus, untuk itu saya memberanikan diri lapor ke Ombudsman,” tegasnya.
Bahkan Musyafak juga berani melontarkan tudingan, jika selama ini Polrestabes Surabaya dikatakan hanya mencari-cari alasan agar bisa melempar kasusnya.
“Kan selalu melontarkan persoalan bimtek ini, selalu dicari-cari alasannya, belum ada uadit BPK, kemudian ada verifikasi dari Polda jatim, dan sekarang ada dari KPK, nah itu semua saling melempar, yang tau persis apakah hasilnya sudah A1 atau menjadi P21 hanya polisi karena waktu itu sudah ada penetapan 3 tersangka, kemudian tiba-tiba hilang,” tudingnya.
Sebagai mantan terpidana, Musyafak berusaha membandingkan proses hukum bimtek dengan proses hukum kasus jasa pungut (japung) yang menjadikannya sebagai penghuni hotel prodeo dengan vonis hukuman 1,5 tahun penjara dan denda Rp 50 juta, subsider lima bulan kurungan.
“Makanya saya jadi bertanya, kenapa saat saya dulu tanpa audit BPK sudah dijadikan tersangka, saya kan anggota dewan juga, dan hampir semua anggota dewan menerima, tetapi kenapa yang menjadi tersangka hanya saya,” tuturnya.
Untuk itu, Musyafak berharap agar lembaga Ombudsman bisa menjalankan tugasnya sesuai dengan kewenangan ydng diberikan UU, sekaligus melakukan kontrol kepada penegak hukum.
Sementara menurut Fatih Sabililul Islam, koordinator tim penerimaan dan verifikasi laporan Ombudsman Provinsi Jawa Timur, pihaknya menyarakan agar pelapor (Musyafak) segera melengkapi berkas laporannya.
“Kami menyarankan kepada pak musyafak agar segera melengkapi berkasnya, dan prosesnya melalui rapat pleno, apakah persoalan ini masuk kewenangan atau tidak, dan apakah dilakukan investigasi atas prakarsa sendiri atau atas laporan masyarakat atau bahkan atau bisa jadi ditolak,” terangnya di Jl. Ngagel Tim. No.56, Pucang Sewu, Gubeng, Kota Surabaya.
Ditanya soal kemungkinan dilakukan proses oleh Ombudsman, Fatih Sabililul Islam menjawab jika hal tersebut sangat bergantung kepada pelapor. Bisa segera melengkapi berkasnya atau tidak
“Kemungkinan tergantung pas musyafak, apakah dalam waktu 30 hari bisa melengkapi atau tidak,” Jawab Fatih Sabililul. (q cox/Sap)
Komentar