Berita sidikkasus.co.id
Multi bar merupakan suatu aturan bersama seluruh organisasi Advokat dalam hal pengujian dan pendidikan Advokat. Lahirnya konsep Multi Bar dengan satu regulator “one for all, all for one” diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi di dunia advokat selama ini. Multi bar dapat dianggap sebagai sebuah bentuk kompromi demi menghindari perselisihan atau konflik di antara wadah-wadah advokat yang ada. Potensi perselisihan atau konflik tersebut terasa amat kuat di dalam dunia advokat Indonesia. Maka sebenarnya dapatlah dikatakan bahwa konsep multi bar bisa menjadi pintu masuk bagi keberadaan wadah-wadah advokat, tanpa harus saling merasa hebat satu sama lain.
Benar bahwa telah ada usaha melahirkan single bar di dalam wadah advokat di Indonesia. Setidaknya itu terlihat ketika Menko Polhukam yang lalu yaitu Mahfud MD berusaha menerapkan konsep homogenisasi/mempersatukan/meleburkan terhadap wadah-wadah advokat yang ada, yang kemudian terbukti gagal. Sebuah kegagalan yang seharusnya menjadi cerminan dari bagaimana sulitnya mencari celah masuk untuk berlakunya single bar tersebut.
Maka menjadi aneh ketika Yusril Ihza Mahendra yang saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Indonesia, mengeluarkan sebuah pernyataan bahwa wadah resmi advokat Indonesia adalah Peradi yang berada di bawah kepemimpinan Otto Hasibuan, yang notabene adalah Wakil Menteri Koordinator qqBidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Indonesia. Menurut Yusril, berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Peradi memiliki kedudukan sebagai state organ (organ negara) dan menganut sistem single bar (organisasi satu wadah). Di luar itu, bukan sebagai organisasi profesi, melainkan hanyalah organisasi masyarakat (ormas). Hal inilah yang memicu kontroversi di kalangan advokat.
Apakah seorang Yusril tidak mempelajari dan mengetahui sejarah berdirinya Organisasi Advokat ( OA) di Indonesia? apakah pengertian ” State organ” berlaku untuk Peradi?
Sebenarnya bisa saja terjadi kemungkinan adanya single bar, namun dengan beberapa syarat penting, salah satunya adalah kepercayaan yang penuh terhadap pemegang tongkat single bar tersebut. Jika syarat itu tak terpenuhi maka jangan heran jika para advokat lebih memilih multi bar, menafikan hegemonitas itu.
Situasinya memang saat ini sulit untuk menerapkan pola single bar, terlebih saat ini setidaknya telah ada lwbih dari 12 (dua belas) organisasi yang mengusung nama PERADI. Terbayangkan bagaimana sulitnya menghegemonisasi sekian banyak organisasi itu. Mengambil salah satu dari ke-12 organisasi tersebut memegang kendali single bar, sambil menganggap organisasi lainnya hanyalah ormas, adalah sebuah penistaan yang luar biasa. sebelum Peradin terbentuk di Tahun 1964 sudah terbentuk Organisasi Advokat yg bernama PERADIN ( Persatuan Advokat Indonesia) .Bahkan pernyataan pejabat publik tersebut tak salah jika disebut merendahkan organisasi-organisasi karena menyebut mereka sebagai ormas.
Satu hal yang bisa ditarik sebagai sebuah kesimpulan sederhana dari semangatnya Yusril memberlakukan single bar adalah adanya unsur Otto Hasibuan yang menjadi wakil Yusril. Jika sinyalemen ini benar maka betapa menyedihkannya sebuah kementerian bisa diarahkan oleh sebuah kepentingan pribadi. Bila tidak diantisipasi dgn bijak, badai api protes akan hadir dari OA yg marah dan kecewa atas pernyataan tsb. Adv.Dr.M.Zarkasih,SH.,MH.,MSi / Advokat / Pemerhati Sosial, Hukum dan HAM
Komentar