Berita sidikkasus.co.id
Kepala Daerah yang bijak adalah Kepala Daerah yang tak serampangan dalam setiap langkah, apalagi serampangan hingga mengulangi kesalahan.
Ketika sedang menghadapi perang besar melawan covid-19, sudah semestinya semua Kepala Daerah di Sumatera Selatan (Sumsel) tak lagi membuat kekeliruan dalam melancarkan strategi.
Di awal-awal ekspansi covid-19, sebagian elite membuat ke salahan cukup fatal. Ketika virus Covid-19 telah menjajah banyak negara termasuk sebagian besar kawasan di Pulau Jawa, Kepala Daerah yang ada disana malah bersikap terlalu percaya diri. Alihalih sigap menyiapkan antisipasi, mereka justru sibuk dengan narasi-narasi denial.
Beragam narasi mereka sampaikan. Pulau Jawa kebal terhadap virus covid-19 atau virus itu tak tahan di iklim tropis. Ketika akhirnya ada warga negara di Pulau Jawa positif terpapar korona, Semua Kepala Daerah di Sumatera Selatan sedikit gagap dalam bertindak.
Para Kepala Daerah di Sumatera Selatan kemudian mengerahkan seluruh sumber daya untuk menghadapi persoalan ini. Berbagai langkah dan kebijakan diambil untuk secara bersama-sama mengenyahkan virus menular nan mematikan itu dari bumi Sriwijaya.
Hasilnya pun tak sia-sia, paling tidak dalam beberapa hari terakhir ada progres menggembirakan karena penularan korona mulai bisa ditekan. Kepada semua Kepala Daerah dan seluruh elemen yang berjuang melawan korona, masyarakat menyampaikan apresiasi.
Akan tetapi, Pemerintah juga perlu menegaskan bahwa perang melawan korona masih panjang, bahkan belum diketahui kapan akan usai. Karena itu, terlalu prematur jika ada Kepala Daerah yang berpuas diri. Pada konteks itu pula semua Pemerintah Daerah perlu diingatkan untuk tidak lagi membuka celah kesalahan.
Celah tersebut terbuka ketika Menteri Koordinator Bi dang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan pemerintah tengah memikirkan adanya relaksasi pembatasan sosial berskala besar atau PSBB. PSBB sudah diberlakukan di banyak daerah.
Meski masih jauh dari maksimal, efektivitasnya mulai tampak. Beberapa daerah seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat mengakui PSBB cukup efektif dalam menekan penyebaran virus covid-19, padahal pelaksanaannya masih diwarnai banyak pelanggaran.
Karena itu, belum saatnya dilakukan pelonggaran terhadap PSBB. Selain ancaman virus korona masih teramat besar, beberapa alasan pembenaran relaksasi PSBB juga kurang runut. Disebutkan bahwa masyarakat mengeluh karena tak bisa bebas beraktivitas selama PSBB. Warga sulit keluar rumah, sulit berbelanja, dan sulit mencari nafkah.
Sementara itu, faktanya, meski ada PSBB, masih sangat banyak masyarakat yang berada di jalan-jalan dan di pasar-pasar. Alasan lain disebutkan bahwa pengekangan lewat PSBB dapat membuat masyarakat stres, yang menyebabkan imunitas menurun.
Betul bahwa masyarakat memang tak sebebas biasanya, tetapi itulah cara paling efektif untuk memutus rantai penularan virus korona. Selama virus korona masih mengancam, selama pasien positif terus bertambah dalam jumlah signifikan, PSBB masih belum bisa untuk dilonggarkan.
Bahkan sebaliknya, harus diperketat agar hasilnya optimal. Betul bahwa PSBB sangat berpengaruh pada perekonomian. Relaksasi atas kebijakan itu bisa membuat ekonomi berdenyut. Akan tetapi, harus tegas dikatakan, pelonggaran belum bisa serta-merta untuk dilakukan.
Harus ada pertimbangan dan perhitungan matang, sangat matang, agar pelonggaran PSBB tak malah menjadi bomerang. Koordinasi yang lebih solid antar kepala daerah pun mutlak harus dilakukan karena merekalah yang lebih paham perlu-tidaknya PSBB untuk direlaksasi.
Kita belum tahu kapan perang melawan covid-19 akan berakhir. Bahkan, Presiden Joko Widodo mengingatkan perlunya kita berkaca pada negara lain agar tak ada gelombang kedua wabah korona di Indonesia.
Karena itu, kehati-hatian dalam melangkah menjadi keniscayaan, termasuk jika ingin merelaksasi PSBB. Jangan pernah lagi membuat kesalahan sekecil apa pun karena akibat yang ditanggung rakyat akan sangat besar.
Oleh : Adeni Andriadi
Komentar