MEMPERKUAT EKSISTENSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI ERA 4.0

Oleh: Mohammad Anis
Mahasiswa Pascasarjana IAIN Jember

 

JEMBER – Pendidikan merupakan salah satu tolok ukur perkembangan suatu bangsa. Kemajuan suatu pendidikan diukur dari mutu lulusan. Seberapa baik mutu output suatu lembaga pendidikan, sebesar itu pula kualitas lembaga pendidikan tersebut. Sementara itu, proses
pendidikan tidak akan berjalan lancar tanpa diatur oleh kurikulum yang sesuai dengan keadaan pada tempat proses pendidikan tersebut berlangsung. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan perlu di kembangkan sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman.

Sebab, kurikulum adalah landasan utama bagaimana suatu pendidikan dijalankan dan dikembangkan, sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas. Kurikulum sebagai salah satu komponen penting pada
lembaga pendidikan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolok ukur keberhasilan dan kualitas hasil
pendidikan.

Seiring dengan perkembangan zaman, tantangan dan hambatan juga terus mengalami perkembangan dan perubahan. Jika pada beberapa dekade silam percakapan akrab antara peserta
didik dengan guru terasa tabu, maka hari ini justru merupakan hal yang wajar. Bahkan dalam pandangan teori pendidikan modern, hal itu merupakan sebuah keharusan.

Interaksi semacam itu justru menjadi indikasi keberhasilan proses pendidikan.
Pergeseran paradigma lainnya misalnya dalam hal pendekatan pembelajaran. Pada era pendidikan Islam tradisional, guru menjadi figur sentral dalam kegiatan pembelajaran. Ia merupakan sumber pengetahuan utama di dalam kelas, bahkan dapat dikatakan satu-satunya.

Namun dalam konteks pendidikan Islam modern, hal demikian tidak berlaku lagi. Peran guru hari ini telah mengalami pergeseran, yakni sebagai fasilitator bagi peserta didik. Pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru (teacher centered), namun lebih berpusat pada peserta didik
(student centered).

Pergeseran dan perubahan sebagaimana sedikit digambarkan di atas, merupakan
keniscayaan yang tidak terelakkan. Hal ini disebabkan dari waktu ke waktu tuntutan dan kebutuhan manusia terus mengalami perubahan. Hari ini, pengetahuan luas saja tidak bisa menjamin seorang lulusan dapat bicara banyak dalam persaingan global.

Diperlukan pula keahlian spesifik yang selaras dengan kebutuhan lapangan. Jika tidak demikian, maka lulusan pendidikan akan terlindas dan tersingkirkan. Lebih-lebih saat ini dunia telah memasuki era baru,
yakni Era Revolusi Industri 4.0. Revolusi industri 4.0 dengan disruptive innovation-nya menempatkan kurikulum
Pendidikan Agama Islam di persimpangan jalan.

Persimpangan tersebut membawa implikasi
masing-masing. Kurikulum Pendidikan Agama Islam bebas memilih. Jika ia memilih persimpangan satu yakni bertahan dengan pola dan sistem lama, maka ia harus rela dan legowo bila semakin tertinggal. Sebaliknya jika ia membuka diri, mau menerima era disrupsi dengan
segala konsekuensinya, maka ia akan mampu turut bersaing dengan yang lain.

Kurikulum Pendidikan Agama Islam di era 4.0 perlu untuk turut mendisrupsi diri jika
ingin memperkuat eksistensinya. Mendisrupsi diri berarti menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat serta berorientas pada masa depan.

 

Publisher : Teddy

Komentar