Masyarakat Adat Sulut Minta Tanggung Jawab Pihak Terkait Dugaan Pengrusakan Waruga Pinandeian

Minahasa Utara, JKN – Guna menyikapi ancaman masyarakat suku minahasa bersatu terhadap pengrusakan makam batu (waruga),” pasalnya makam batu adalah bukti kejayaan suku minahasa leluhur mereka dijaman dahulu yang berada di kinaangkoan dan pinandeian tepatnya di desa kawangkoan dan desa kuwil, kecamatan kalawat. Akhirnya pemerintah kabupaten minahasa utara menyikapi dengan menggelar pertemuan langsung dengan belasan perwakilan ormas-adat minahasa raya pada selasa 24 Juli 2018 pukul 15.30 Wita.

Pertemuan yang gelar langsung dikantor Balai Wilayah Sungai Sulawesi -1 kuwil/ kawangkoan kecamatan kalawat, yang juga dihadiri langsung oleh danramil 1310-06/airmadidi Mayor Inf Gusnawan, Wakapolsek airmadidi Iptu S. Tampubolon, serta Camat kalawat Herman Mengko. Sedangkan dari pemkab minahasa utara turut hadir Kaban Kesbangpol Drs Marthen Sumampouw, Kasatpol PP dan Damkar, Drs Theodore Lumingkewas, Hukumtua desa kawangkoan, Paulus Kodong serta beberapa ASN Pemkab minahasa utara lainnya.

Kasubbag TU Balai Sungai Sulut Grace Rantung, PPK Balai sungai sulut Anthoni Sondakh, Peneliti Balai Sungai Irna Saptaningrum juga hadir dalam pertemuan tersebut. Sementara itu dari pihak ormas-adat, juga hadir Ketua lascar maesa Michael Manopo, John Simbuang (Waraney Puser In Tana TL), Daniel Komenaung (Kabid Kesbangpol Pemkab Minut), Jemi Karongkong (Ketua LPKMU), Meiyer Tanod LSM Maesaan Tou Malesung, Tonaas Jance Suma, serta kurang lebih 200-an para pemangku adat gabungan.
Dalam pertemuan tersebut tentunya masyarakat adat sulut serta pemangku adat menindak lanjuti proses pemindahan Waruga (Makam) kinaangkoan dan pinandeian yang sedang viral di sosmed karena diduga dilakukan secara buru-buru tanpa melalui prosesi ritual adat, selanjutnya Dinas pariwisata minut dan para Pemangku adat tou minahasa, di mediasi kaban kesbangpol Drs Marthen Sumampouw pun, saling bertukar masukan dan kritik.

Diawali dengan doa bersama, segenap jajaran terkait pembangunan proyek Waduk, selanjutnya oleh Marthen Sumampouw diberi kesempatan Roy K Wurangian Ormas adat tonsea menanyakan alasan Pemerintah dan perusahaan terkait tanah adat yang lahannya sudah dibayar, apakah ada koordinasi dengan masyarakat setempat. Dalam keteranganya,” paulus Kodong, kepala desa kawangkoan mengatakan bahwa tanah tersebut adalah tanah desa kawangkoan,” bukan tanah adat. Setahu saya dan beberapa mantan kepala desa terdahulu, di desa kawangkoan ini sudah tak ada lagi tanah adat atau tanah ulayat,” pungkasnya.

Penyampaian Paulus Kodong ini langsung menuai tanggapan dan kecaman keras dari hadirin. Penyampaian tersebut dianggap tidak paham arti desa dan adat. Sedangkan Rio Salmon Ketua Ormas adat manguni esa, tetap mendukung kinerja dan program pemerintah. Namun pihaknya menuntut siapa tonaas adat yang memindahkan Waruga. Demikian pula Frangky Boseke pemerhati adat dan budaya minahasa raya mempertanyakan apakah waktu jelang pembangunan waduk, tidak ada tim survey untuk ujike layakan.

Lain halnya penyampaian kadis pariwisata Teodora luntungan mengakui kalau pihaknya telah merelokasi sebagian waruga yang ada di wilayah desa kuwil (Waruga Pinandeian), dengan menggunakan excavator.
Saat pemindahan tahap 1 pada dua tahun silam (2016), sesudah memindahkan beberapa Waruga secara adat, sisanya sudah menggunakan excavator. Jadi kami pun ikut saja karena secara nalar dan kondisi manusia, 20 orangpun tak mampu memindahkan waruga-waruga itu secara manual/tenaga manusia biasa,” bebernya. Dari jawaban itulah maka kepala desa kawangkoan dan kadis pariwisata menjadi bulan-bulanan para pemangku adat karena jawaban mereka terkesan tidak memuaskan. Pada kesempatan berikutnya, wirabuana talumewo wakil forum wartawan dan adat sulawesi utara membacakan langsung UU Cagar Budaya tahun 2010, tentang pelaku pengrusakan Situs budaya harus diproses hukum pidana.

Sedangkan Rio Salmon ketua ormas adat manguni esa,” menuntut penjelasan tonaas siapa yg memindahkan waruga secara ritual adat,” serta siapa-siapa yang terlibat pemindahan menggunakan excavator, namun pihak pemerintah tidak mengatakan apa-apa akan hal itu. Perdebatan cukup alot itu berlangsung lama dan tegang kendati dikawal aparat TNI/POLRI dari koramil dan polsek airmadidi serta satpol PP pemkab minut. Dari para pemangku adat yang hadir, sebagian sudah menyetujui kesepakatan bahwa pemerintah akan memperbaiki waruga-waruga yang sudah rusak maupun tak sengaja, sedangkan sebagian lagi tidak setuju dan memilih pulang tanpa mau menyebut identitas mereka.

Sesuai notulen, hasil dari pertemuan tersebut menyimpulkan
1. Proses pemindahan waruga akan di lakukan dengan cara ritual adat oleh laskar maesa dan tidak menggunakan alat berat Excavator
2. Waruga yang saat ini dalam kondisi rusak akan di perbaiki sesuai dengan prosedur oleh ahlinya dan berkoordinasi dengan dinas pariwisata
3.Penataan waruga akan di laksanakan upacara adat dan akan melibatkan langsung pemangku adat
Setelah kesepakatan dibuat, dan separuh pemangku ormas adat setuju, semua hadirin turun ke lahan relokasi, berfoto bersama, selanjutnya membubarkan diri dengan teratur, pada pukul 19.05 Wita. (kenfa)

Komentar