Berita sidikkasus.co.id
Bitung – Pada hari Jum’at, 28/02/2020. Jam 16.00. Wita. Masyarakat Tendeki merayakan HUT ( HARI Ulang Tahun) yang ke 92 Negeri Tendeki Kecamatan Mathari Kota Bitung, Sulawesi Utara.
Asal usul Negeri Tendeki tertuang didalam Surat penggalan wasiat Tendeki pada tanggal 09 Maret 1930. Yang mana dalam isi Surat wasiat tersebut Berbunyi sebagai berikut dibawah ini.
Surat wasiat Orang Toea – Toea yang berusah atau Timani Negri Tendeki, district Tonsea, Afduling Manado yang di perdirikan atau Di akoe sah dengan bersluit Keresidenan nomor 9 tanggal 6 February 1928 yang bertanda tangan dibawah ini kami orang Toea -Toea Timoni, Karolus Sundah Hukum Toea l Negeri Tendeki ini. Dan Arnold Pandelaki Goroe Djamaat 1, Alexander Lambey dan 2. Tonaas Yakni Elias Karamoy Tonaas mudah dan Abidnedjo Sumampow Tonaas Toea.
C. Sundah ialah pembawa yang di gelar Toendoan Moelai Tahun 1923 (ketika Moelai beroesah) dan dipangkatan Bersluit nomor 14.t.b.16 Maret 1928 menjadi Hukum Tua dalam negeri Tendeki ini. A. Pandelaki ialah hulu bangsa orang-orang Watumea Timani. A. Lambey ialah hulu bangsa Orang – Orang Telap yang Timoni. Kedua Tonaas tersebut diatas ialah yang sudah melakukan segala kewajiban Tonaas secara adat kebiasaan Minahasa Tonsea pada memperusah Negeri Tumani Wanua.
Adapun sejarah singkat Kelurahan Tendeki, akan dipaparkan dalam suratnya yang tertuang berbunyi :
Kelurahan Tendeki sebelum menjadi pemukiman penduduk, dulunya adalah hutan tempat berburu Babi Hutan dan Sapi Hutan. Perintisan Hutan ini di Mulai pada tahun 1917-1923. Orang pertama sebagai Perintis (Tunduan) adalah Carolus Sundah yang berasal dari desa manembo-nembo, tempat pertama yang ditemukan adalah suatu lembah yang mempunyai batu besar yang datar dan licin permukaannya seperti papan. Di bawah batu tersebut keluar mata air yang kecil-kecil tempat tersebut dinamakan ” watu Papang ” dalam bahasa Tonsea artinya “Batu papan” penemuan ini dalam bahasa Tonsea dikatakan :
a. “Wayaman Tendekan Doul” di mana-mana keluar mata air sehingga menjadi aliran sungai kecil ( Sungai Tendeki )
b. “Nei Tendeki Ne Opo Tetooden” sepanjang Lembah tersebut tumbuh banyak pohon bulu yang dipancarkan oleh orang orang tua dahulu.
Penemuan ini merupakan cikal bakal nama tendeki yang berasal dari kata “Tendekan” yang mempunyai arti khusus perempuan (induk) berdasarkan penemuan mata air besar seakan-akan induk dari mata air kecil. Akan tetapi dalam upacara adat kebiasaan Minahasa nama Tendekan tidak disetujui oleh para leluhur sehingga diganti menjadi Tendeki, berdasarkan suara burung Manguni yang artinya laki-laki.
Pada tahun 1923 Tumani (Kampung Baru) dimulai dengan hadirnya 12 orang dari watumea dan telap ( Etnis Toulour ) sebagai Tunduan adalah Carolus Sundah (Tuan Tanah). Tonaas Tua adalah Abitnedjo Sumampow, dan Tonaas Muda adalah Elias Karamoy. Pemerintahan pada waktu itu di bawah wilayah pemerintahan desa manembo-nembo dengan satu jaga (sekarang lingkungan) yang kepala jaganya adalah C. Sundah.
Tahun 1928 disahkan menjadi sebuah desa dengan bersluit (surat keputusan) keresidenan nomor 9 tanggal 6 Februari 1928. Hukum Tua (Kepala Desa) pertama adalah Arnold Pandelaki.
Penduduk pertama pada saat desa Tendeki di resmikan berjumlah 45 kepala keluarga dengan jumlah penduduk 237 jiwa. Seiring dengan diresmikannya Kota Bitung menjadi kota administratif maka sesuai dengan undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 Desa Tendeki berubah statusnya menjadi Kelurahan terhitung mulai Tahun 1980 dengan 6 jaga yang di mekarkan menjadi 8 lingkungan, namu Seiring berjalannya waktu pemerintah merampingkan menjadi 4 lingkungan dan 14 RT yang ada di Kelurahan Tendeki sampai saat ini.
Dari keterangan sejarah diatas, Menurut Reufie Lumingkewas, Panglima Adat Manguni Minahasa, bahwa, adat ini sudah turun temurun, hingga saat ini. Acara HUT ke 92 Negeri Tendeki di meriahkan juga oleh Tari Cakalele/Maengket yang menjadi Tarian adat Sulawesi Utara.
Nelly Lambey selaku Ketua Panitia penyelenggara HUT Ke 92. Negeri Tendeki dalam hal ini adalah Cucu tertua pendiri Asal usul Negeri Tendeki dalam sambutannya tidak lupa menjeleskan juga sejarah pemerintahan Negeri Tendeki yang menjabat mulai dari awal sampai sekarang.
Sesui sejarah, tercatat sampai saat ini hukum tua dan Lurah yang menjabat di negeri Tendeki adalah sebagai berikut :
1. Carolus Sundah Tahun 1923 s/d 1929. (Hukum Tua) 9
2. Nicodemus A. Lambey Tahun 1929 s/d 1930. ( Hukum Tua)
3. Salasa Karamoy. Tahun 1930 s/d 1944 (Hukum Tua)
4. Herling Walukow. Tahun 1944 s/d 1949 ( Hukum Tua)
5. Albert Wensen. Tahun 1949 s/d 1963 (Hukum Tua)
6. Legi Albert. Tahun 1963 s/d 191972. (Hukum Tua)
7. Wilhelmus Mudeng. Tahun 1972 s/d 1976 (Hukum Tua)
8. Frans Lumingkewas. Tahun 1976 s/d 1980. (Hukum Tua) Tahun 1980 s/d 1983. (Lurah)
9. Julianus Kepel. Tahun 1983 s/d 1987. (Lurah)
10. Jantje Wensen. Tahun 1987 s/d 1988 (Lurah)
11. Jofrits Sengke. Tahun 1988 s/d 1993 (Lurah)
12. N. A. Pandelaki. Tahun 1993 s/d 1995 (Lurah)
13. Drs. Efraim Lomboan. Tahun 1995 s/d 2000. (Lurah)
14. E.L. Sundah. Tahun 2000 s/d 2001. (Lurah)
15. J. A. S. Longdong. Tahun 2001 s/d 2004. (Lurah)
16. Yohana Mudeng. Tahun 2004 ( Lurah )
17. J. A. S. Longdong. Tahun 2004 s/d 2008. (Lurah)
18. Richard Wowiling. Tahun 2008 s/d 2009. (Lurah)
19. Lieke Tumbol. Tahun 2009 s/d 2011. (Lurah)
20. Ivone Hermawan. Tahun 2011 sampai sekarang..
Nelly Lambey menambahkan seiring berjalan nya waktu, memasuki era 1970 an, perkembangan penduduk mulai bertambah disamping perkembangan penduduk asli, mulai berdatangan lah orang-orang dari Desa sekitar maupun dari luar Minahasa seperti sanger, Gorontalo, dan Buton yang awalnya datang untuk mencari nafkah namun kemudian menjadi penduduk tetap di Kelurahan Tendeki. Demikian yang di jelaskan Nelly Lambey, Sesuai dengan isi Surat wasiat dan sejarah singkat Negeri Tendeki. ( Selvy )
Komentar