Berita sidikkasus.co.id
MELAWI – Ada beberapa Staf saya di RSUD Melawi yang mengalami Perlakuan STIGMA yang tidak nyaman dari lingkungan masyarakat dan tempat tinggalnya…
(1).Ada Staf kami yang ditolak masuk ke sebuah Bank karena memakai Seragam dinas Profesinya.
(2). Ada Staf Paramedis yang Reaktif Rapid Test di Gosipkan oleh tetangganya dengan Gosip tambahan bahwa Suami dan anak – anaknya Reaktif Rapid Test juga sehingga anak anaknya dikucilkan oleh lingkungannya.
(3).Ada paramedis yang dikucilkan oleh tetangga dan keluarga nya karena bekerja di Rumah Sakit.
(4).Ada petugas Medis yang ditolak gunting rambut di Salon dengan berbagai alasan .
(5).Ada Pegawai kesehatan yang Rapid Test nya Negatif dan saat menunggu hasil SWAB PCR digosipkan yang aneh – aneh ,walaupun hasil SWAB PCR nya Negatif juga .
(6). Ada kisah pasien yang Rapid Testnya Negatif tapi karena dekat dengan Pasien Terkonfirmasi positif sehingga dikucilkan oleh tetangganya .
Keenam kisah Stigma diatas benar – benar kejadian nyata .
STIGMA , Gosip ,Issue Tambahan yang terjadi bukan hanya dilakukan oleh masyarakat awam tetapi juga terjadi dilingkungan internal komunitas kesehatan .
Miris mendengarnya ,Apalagi buat yang mengalami Stigma tersebut sangat tidak nyaman ,bisa menurunkan Semangat untuk melayani di garis depan. Jauh lebih Sakit Hati saat mengalami Stigma negatif dari oknum -oknum staf komunitas kesehatan itu sendiri .
Tapi itulah Realita kehidupan yang dialami oleh petugas kesehatan maupun pasien umum Covid 19 dimasyarakat. ( SOCIAL JUDGMENT )
Menurut WHO : STIGMA Sosial jauh lebih menyakitkan dibandingkan dengan efek Virus Covid 19 itu sendiri.
Stigma Sosial Seputar COVID-19 dapat dicegah dan ditangani bersama oleh individu maupun pihak-pihak terkait.
Di tengah wabah COVID-19, muncul satu fenomena sosial yang berpotensi memperparah situasi, yakni stigma sosial atau asosiasi negatif terhadap seseorang atau sekelompok orang yang mengalami gejala atau Terpapar Virus Covid 19. Mereka diberikan label, stereotip, didiskriminasi, diperlakukan berbeda, dan/atau mengalami pelecehan status karena terasosiasi dengan penyakit Covid 19.
Sebagai penyakit baru, banyak yang belum diketahui tentang pandemi COVID19. Terlebih manusia cenderung takut pada sesuatu yang belum diketahui dan lebih mudah menghubungkan rasa takut pada kelompok yang berbeda .
Inilah yang menyebabkan munculnya stigma sosial dan diskriminasi terhadap orang yang dianggap mempunyai hubungan dengan virus ini.
Perasaan bingung, cemas, dan takut yang kita rasakan dapat dipahami, tapi bukan berarti kita boleh berprasangka buruk pada penderita, perawat, dokter , keluarga, ataupun mereka yang tidak sakit tapi memiliki gejala yang mirip dengan COVID-19. Jika terus terpelihara di masyarakat, stigma sosial dapat membuat orang-orang menyembunyikan sakitnya supaya tidak didiskriminasi, Masyarakat akan banyak yang menolak ikut Rapid Test , Cukup banyak petugas kesehatan yang menolak ikut Test Swab PCR , dll .
Atmosfir STIGMA Sosial akan menurunkan Semangat buat petugas kesehatan yang sedang berjuang digaris depan untuk melindungi masyarakat dari wabah COVID .
Daripada menunjukkan stigma sosial, alangkah lebih bijak jika kita berkontribusi secara sosial, yaitu dengan:
(1).Membangun rasa percaya pada pelayanan sarana kesehatan dan Satuan Tugas Gugus Cepat Penanganan Covid 19 dari Pemerintah.
( 2) Menunjukkan empati terhadap mereka yang terdampak.
(3) Memahami bahwa wabah Pandemi Covid 19 terjadi di seluruh dunia.
(4) Melakukan upaya yang praktis dan efektif sehingga orang bisa menjaga keselamatan diri dan orang yang mereka cintai dengan mengikuti PROTOKOL Kesehatan yang diinstruksikan Pemerintah.
Pemerintah, Media Sosial, influencer, dan Komunitas Sosial memiliki peran penting dalam mencegah dan menghentikan stigma Covid 19 yang terjadi di sekitar kita, khususnya kepada petugas kesehatan di garis depan. Kita semua harus berhati-hati dan bijaksana ketika berkomunikasi di media sosial dan wadah komunikasi lainnya.
Misalnya, para influencer ,aktivis medsos , pemimpin agama, pejabat publik dan tokoh masyarakat dapat memperkuat pesan yang mengurangi stigma, mengundang khalayak untuk merenung dan berempati pada orang-orang yang terstigma, dan mengumpulkan gagasan untuk mendukung mereka.
Rumah sakit, LSM ,Perguruan Tinggi, dan institusi lainnya dapat meluruskan berita Hoaks dengan fakta-fakta.
Stigma sosial bisa terjadi akibat kurangnya pengetahuan tentang COVID-19 , Kurangnya informasi bagaimana penyakit ditularkan dan diobati, dan cara pencegahan serta pengendalian infeksi . Yang paling penting untuk dilakukan adalah penyebaran informasi yang akurat dan sesuai dengan komunitas / daerah yang terkena, Kerentanan individu dan kelompok terhadap COVID-19, Opsi perawatan, dan di mana masyarakat dapat mengakses perawatan Covid 19 . Gunakan bahasa sederhana dan hindari istilah klinis.
Netizen Medsos bisa membantu untuk meredam kegelisahan sosial dengan cara meliput orang-orang yang telah Sembuh dari COVID-19 serta para “Pahlawan kemanusiaan ” untuk menghormati tenaga kesehatan dan komunitas relawan lainnya ( BNPBD ,PMI ,TNI ,POLRI ,ORMAS ,dll ) yang telah berperan baik dalam pencegahan ,penanganan Covid 19
Sebagai seorang individu yang bermasyarakat, berikut hal-hal yang dapat kita lakukan:
Mencegah dan menghentikan stigma di sekitar kita tidak sulit bila semua pihak bersatu padu dalam berkomitmen untuk tidak menyebarkan prasangka dan kebencian pada kelompok tertentu yang terkait dengan COVID-19.
Penderita Covid 19 bukanlah Aib , karena ini adalah Pandemi Global Bahkan mereka – mereka yang melakukan Stigma pun akan terpapar juga disuatu hari nanti karena Virus Covid 19 akan tetap ada sampai akhir zaman seperti Virus Influenza ,dll.
MOHON Masyarakat bersikap Dewasa bijaksana agar memberikan dorongan positif , memberikan Motivasi Semangat , membantu warga yang terkena musibah Covid 19 dengan Toleransi sikap yang bersahabat ,Empati.
Mari saling jaga, COVID 19 bukan AIB dan Bisa disembuhkan.Kebersamaan Melawan Covid 19. Melawi bisa menang atas Covid 19.(Jumain)
Komentar