KETUA PANITIA PTSL DESA BANYUANYAR TERJARING OTT

BANYUWANGI, JKN –  Kapolres Banyuwangi AKBP. Taufik Herdinansyah Zeinardi,SIK,SH,MH. Melakukan Konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Senin (26/11/2018) sekira jam 11.30 wib, yang dilakukan Unit Pidkor dan Unit Opsnal Kota Satreskrim Polres Banyuwangi terhadap oknum panitia Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Desa Banyuanyar Kecamatan Kalibaru, Banyuwangi, yang diduga melakukan pungutan liar (pungli).

Dalam konferensi pers yang digelar di halaman Mapolres Banyuwangi, Kapolres Banyuwangi, AKBP Taufik Herdiansyah Zeinardi, SIK,SH,MH., mengatakan bila tersangka yang terjaring OTT adalah Gito Suprayogi (45 th) warga Dusun Krajan Desa Banyuanyar yang diketahui sebagai Ketua Pokmas (kelompok masyarakat) PTSL di desanya.

Tersangka ditangkap di halaman depan parkiran Unit Bank BRI yang berlokasi di jalan Raya Jember Desa Kalibaru Wetan usai bertransaksi dengan korban bernama Hj. Hoiriyah (41 th) warga Dusun Curah Leduk, Banyuanyar.

Menurut pria berpangkap AKBP tersebut, penangkapan berawal dari adanya laporan dari korban. “Korban dihubungi tersangka bahwa sertifikat miliknya sudah selesai dan diminta untuk melunasi pembayaran. Karena uang yang siap baru Rp. 10.000.000 (Sepuluh Juta Rupiah), maka oleh tersangka hanya diberi 1 sertifikat hak milik nomor 01449 atas nama korban. Kemudian sertifikat lainnya baru akan diserahkan apabila korban sudah melunasi kekurangannya. Karena merasa dirugikan akhirnya korban pun melapor dan selanjutnya dilakukan OTT,” terangnya, Selasa (27/11/2018).

Lebih rinci, Taufik panggilan akrabnya, menjelaskan bila korban sudah mengajukan sebagai pemohon program pemerintah tersebut sejak masih bernama Prona di tahun 2016 yang kemudian tahun 2017 berubah nama menjadi PTSL.

“Korban mendaftarkan 3 bidang tanah yang berada di desanya dan oleh Pokmas korban dibebani biaya total sebesar Rp. 40.000.000 (Empat Juta Rupiah). Padahal berdasarkan kesepakatan bersama (pihak desa, pokmas, dan warga) biaya PTSL hanya sebesar Rp.700.000. (Tujuh Ratus Ribu Rupiah) Seharusnya di bulan Desember 2017 ketiga sertifikat sudah selesai semua, tetapi oleh tersangka tidak diberikan kepada korban, karena koban baru membayar Rp.7.500.000 (Tujuh Juta Lima ratus ribu Rupiah) tahun 2016, kemudian Rp. 5.000.000 (Lima Juta Rupiah) tahun 2017, dan yang ketiga membayar Rp. 10.000.000 (Sepuluh Juta Rupiah) yang kemudian dilakukan OTT,” jelas Taufik yang juga diketahui pernah menjadi penyidik KPK.

Dari penangkapan tersebut, lanjutnya, berhasil diamankan barang bukti (bb) berupa uang tunai sebesar Rp.10.000.000 (Sepuluh Juta Rupiah), 1 buah sertifikat hak milik nomor 01449 atas nama korban, 1 buah handphone merek samsung berwarna putih, 1 unit sepedah motor honda beat warna hitam, dan 1 buah kwitansi penerimaan uang sebesar Rp.7. 500.000 (Tujuh Juta Lima ratus ribu rupiah).

“Tersangka dijerat dengan pasal 12 huruf e undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana dirubah dengan undang-undang RI nomor 20 tahun 2001 dengan ancaman paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda minimal Rp. 200.000.000 (Dua Ratus Juta Rupiah) dan paling banyak Rp.1000.000.000 (Satu Milyar rupiah), dan subs pasal 368 KUHP tentang pemerasan dengan ancaman pidana paling lama 9 tahun, dan/atau pasal 378 KUHP tentang penipuan dengan ancaman pidana paling lama 4 tahun,” imbuhnya. (Ted)

 

Komentar