Kepala Adat Boso Sebut Kasus Asusila & Pornografi Tidak Pernah diselesaikan Secara Adat

Foto. Markus Kobu Kobu, Kepala Adat Togale 

Berita Sidikkasus.co.id

HALSEL – Kepala adat Togale desa Boso Kecamatan gane barat utara Kabupaten halmahera selatan (halsel) Provinsi Maluku Utara telah menolak keras penyelesaian kasus asusila dan pornografi.

Kepala adat Tobelo Galela (Togale) desa Boso Kecamatan Gane barat utara (halsel) menilai Munafik bagi orang yang menyelesaikan kasus asusila dan pornografi membawa nama adat (togale) yang viral hingga kini. Minggu 21/11/2021.

Ketgam. Awak media saat wawancara bersama Bapak Markus Kobu Kobu, Kepala Adat Togale.

Menurut bapak Markus Kobu Kobu (73) selaku kepala adat (Togale) desa Boso saat di konfirmasi wartawan media online di kediamannya Boso, ia membenarkan bahwa adat kami itu, tidak pernah menerima untuk penyelesaian kasus seperti asusila dan pornografi.

Saya selaku kepala adat (Togale) yang di angkat oleh masyarakat Boso selama ini. Tapi saya tidak tau dalam penyelesaian kasus asusila atau perjinahan dan pornografi tepatnya di rumah tetangga sebelah secara adat,” kata (Markus).

Beliau bilang suatu kasus yang di terima adat dan di selesaikan secara adat maka harus berdasarkan adat, bahasa dan aturan adat.

Kasus seperti asusila dan pornografi yang ada gambar gambar telanjang itu benar benar secara adat kami telah menolak untuk diselesaikan. “Jadi kasus seperti ini tidak bisa mengatas namakan penyelesaian secara adat,” tegas Markus. Lanjut,

Apalagi seorang pemimpin di desa yang telah melakukan perbuatan keji seperti selingkuhnya istri orang sesama suku togale. Jadi bagi orang orang yang menyelesaikan kasus ini secara adat mereka itu orang yang sangat munafik.

Selain itu kata Markus, dalam surat penyelesaian yang mengatas namakan adat namun pihak adat tidak dihadirkan.

“Seharusnya penyelesaian kasus ini maka kami dari pihak adat juga harus ikut bertanda tangan dalam surat penyelesaian sebagai saksi yang menimal di hadirkan,” Cetusnya,

Begitu juga, Pihak kepolisian yang menyaksikan penyelesaian tersebut tidak ikut bertanda tangan sebagai saksi, dan isi surat tidak dicantumkan waktu penyelesaian seperti tanggal, bulan dan tahun.

Bahkan kata Markus, dalam surat yang bertanda tangan sebatas pihak pertama suami perempuan (pelaku) atas nama Lambur Tw Bihingan dan Pihak kedua Kades PG (pelaku) serta dua orang perempuan dijadikan saksi , termasuk Istri kades PG .

Markus menambahkan bahwa, secara hukum adat (togale) kedua pelaku dapat di berikan sangsi berlipat.

“Perbuatan pelaku dapat di berikan sangsi berlapis secara adat karena sudah mengatasnamakan adat.” tegas (Markus).

(K/Red)

Komentar