Janji dan Kekuasaan

Berita,sidikkasus.co.id

Oleh : Iben Umasugi

(Penulis adalah Mahasiswa aktif di Prodi Ilmu Pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara)

Dewasa ini sering kita temukan para penguasa yang tidak lagi bergairah kemanusiaan dalam kedudukan persamaan kemauan yang pasti (tekad) untuk menoleh demi tercapainya tujuan atas kenegaraan.

Masalah (problem) seperti ini lah yang kemudian dapat mengurangi kepercayaan dan kecemburuan sosial pada seorang figur oleh banyaknya suara kecintaan awal menjadi kebencian akhir dari pada separuh pemuda sampai lansia atau masyarakat dalam sebuah wilayah

Tentang ruang hidup dalam sebuah wilayah,
Masyarakat juga lah salah satu dari dua alasan (alasan primer) untuk terbentuknya sebuah negara. Menurut H.D Groot “negara adalah suatu persekutuan yang sempurna, dari pada orang-orang yang merdeka untuk memperoleh perlindungan hukum”. Dan negara itu sendiri pada prinsipnya yaitu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan di taati oleh rakyat. Dalam dari pada itu, hal inilah yang kemudian di jadikan rujukan oleh para elit politik untuk merangkai ketaatan dengan dalil mengatur, menyusun dan membenahi dalam hal ini Menata. Akan tetapi jika di ringkas secara perwujudan dari sesuatu yang tidak kelihatan (manifestasi), maka hal tersebut pun terkategori kelalaian pekerjaan dan lain sebaginya apa bila masyarakat belum di indahkan dengan kemakmuran.

Hal ini menekankan bahwa keputusan yang diambil sebagai dasar perilaku pemerintahan suatu negara seharusnya memprioritaskan kepentingan mayoritas agar rakyat punya kewenangan untuk berpartisipasi aktif dalam menyarankan hak dasar dan keinginannya atas pemerintahan yang di jalankan oleh para penguasa atau rezim.

Miris, dengan melihat kondisi sosial yang kian terjadi pemerintah dengan segala otoritasnya masih banyak mencampuri kewenangan rakyat dalam memperoleh apa yang sudah di jamin dalam undangan-undang yang mengatasnamakan rakyat secara universal. Hal ini seakan-akan demokrasi yang sudah di usung oleh kepemimpinan rezim baru (reformasi) hanyalah sebuah promosi belaka dan hanya menguntungkan para elit saja. Dengan cara dan penguasa seperti inilah yang sering di klaim dengan demokrasi poliarki yang mana proses transisi politik tidak mampu di kendalikan dan kemudian di bajak oleh elit.
Jhon Lock dan Montesquieu pun pernah membagikan lembaga-lembaga kekuasaan (Trias Political) yang kemudian Indonesia pun menganutnya dengan segala bentuk fungsi dan tanggung jawab.
Maka dengan saat yang tepat (momentum) yang semakin dekat inilah para dewan perwakilan rakyat (DPR) di tingkat pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten di tingkat Pemerintahan Daerah harus mampu menyadarkan masyarakat awam padam umumnya agar terkandung proses penyadaran rakyat, sebagai salah satu hak DPR dalam hal ini hak mengadakan penyelidikan untuk memilih para penguasa yang siap melayani dan melindungi rakyat dengan segala sumber-sumbernya agar tercapainya pemerintah yang berwibawa (good governance).

 

Komentar