Berita Sidikkasus.co.id
“KESETARAAN UNTUK KEMASLAHATAN BANGSA”
Setiap tanggal 8 Maret diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional di mana tema tahun 2020 ini adalah “Generasi Kesetaraan: Mewujudkan Hak-Hak Perempuan”. Kampanye Generasi Kesetaraan bertujuan untuk menyatukan seluruh lapisan masyarakat dari berbagai latar belakang, baik yang berbeda gender, usia, etnis, ras, agama dan suku untuk menciptakan dunia setara berkemanusiaan yang semua orang layak dapatkan.
Dalam semangat yang sama, kita bekerja dan bersinergi untuk mengakhiri kekerasan berbasis gender antara lain dengan mewujudkan hak keadilan ekonomi untuk semua; hak kemandirian dan otonomi akan hidup, hak kesehatan jiwa dan tubuh, hak seksual dan reproduksi; hak untuk memimpin dan membuat keputusan, serta hak bertindak untuk keadilan iklim.
Hari Perempuan Internasional tahun ini juga istimewa karena bertepatan dengan 25 tahun semenjak Deklarasi dan Platform Aksi Beijing, sebuah peta jalan yang progresif memperjuangkan hak-hak ekonomi, sosial dan politik serta pemberdayaan perempuan dicanangkan.Pengakuan atas pentingnya kehadiran Perempuan dalam politik serta terlibat dalam membuat keputusan penting tersebut menjadi pendorong bagi munculnya berbagai aksi perubahan untuk pemenuhan Hak-Hak politik Perempuan secara luas di seluruh dunia,tanpa kecuali di Indonesia.
Bagi Indonesia sendiri, tahun 2020 ini kita juga akan merayakan 75 tahun kemerdekaan yang mana merupakan suatu kebanggaan bahwa perempuan Indonesia sudah dapat ikut serta menyatakan pilihan politiknya semenjak pemilu pertama tahun 1955 dan bahkan memiliki keterwakilan perempuan sejak periode pertama. Terpilihnya perempuan sebagai Ketua DPR RI sebagai langkah maju yang penting untuk diikuti langkah pencapaian selanjutnya. Dalam hal ini, Indonesia jauh lebih maju dan demokratis dibandingkan sebagian besar negara-negara yang baru lahir lainnya..Ya, sejak pertama Indonesia merdeka, Bangsa Ini telah mengakui bahwa warga perempuan ini adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Namun demikian, meskipun telah diakui (secara konstitusiional) begitu lamanya, jumlah kehadiran dan kepempimpinan perempuan dalam politik Indonesia masih relatif kecil dan berjalan lambat dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan yang sama.
Secara presentase, perempuan di parlemen Indonesia saat ini (hasil Pemilu 2019,) sebanyak 20,35%, masih lebih kecil sedikit dibandingkan dengan negara sekawasan yakni Filipina, Laos dan Vietnam,juga di bawah Nepal, Ethiopia dan Tanzania.
Mengapa proporsi kehadiran dan keterwakilan perempuan dalam parlemen penting? Hadirnya perempuan dalam posisi politik dan pengambilan keputusan, termasuk dalam badan legislatif, dapat berkontribusi untuk meredefinisi prioritas politik sesuai dengan kebutuhan seluruh masyarakat – baik laki-laki dan perempuan; menempatkan kajian-kajian terbaru dalam agenda politik yang mencerminkan masalah riil masyarakat; serta memberi alternatif solusi masih masalah-masalah tersebut dari perspektif berbeda. Selain itu, kehadiran perempuan juga membawa nilai dan pengalaman spesifik perempuan, dan menyediakan perspektif baru terhadap isu-isu politik arus utama yang terkadang sangat kental nuansa ideologi patriarkhinya.
Oleh karena itu,terdapat beberapa agenda penting yang dapat KPPRI perjuangkan bersama, antara lain yaitu ;
(1) mendorong pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak- hak Perempuan sebagai Hak asasi manusia,
(2) mendorong hadirnya lebih banyak kepemimpinan perempuan baik di Legislatif, Eksekutif, Yudikatif, TNI dan Polri serta lenbaga publik lainnya
(3) memastikan akses terhadap pendidikan dan teknologi yang setara gender
(4) memastikan akses ekonomi dan pekerjaan yang layak serta mulia bagi Perempuan
(5) memastikan Perempuan miliki akses terhadap kesehatan jiwa dan tubuh serta pengakuan hak reproduksi Perempuan,
(6) memastikan adanya pengakuan atas keberagaman dan penerimaan atas perbedaan termasuk mengakui keunikan dan kebutuhan spesifik kaum perempuan sehingga membutuhkan kebijakan afirmatif untuk mewujudkan kesetaraan
(7) KPPRI juga menolak segala bentuk tindakan intoleran atas dasar apapun dan sebaliknya mendukung upaya dan kerjasama untuk membangun perdamaian bermartabat.
Bagi KPPRI, semua agenda di atas merupakan ikhtiyar panjang berkelanjutan dengan keyakinan bahwa pendidikan dan pengetahuan dapat memperbaiki kualitas kehidupan, bukan hanya mmbawa kebaikan bagi perempuan dan laki-laki, tapi pada akhirnya akan meningkatkan kualitas taraf hidup masyarakat dan bangsa Indonesia.
Di Sisi lain, tantangan dan hambatan juga masih menjadi jalan terjal bagi pemenuhan Hak-Hak Perempuan secara luas.
Menurut data terakhir Bank Dunia (2018), untuk kelas atas dan menengah, statistik pendidikan Indonesia menunjukkan bahwa perempuan dan laki-laki mendapat kesempatan bersekolah yang sama, namun untuk kelas bawah, hanya sekitar 44% laki-laki dan 37% perempuan yang menyelesaikan pendidikan menengah mereka. Dari angka pendidikan ini, kesempatan ekonomi lebih sedikit lagi, di mana partisipasi bekerja cukup tinggi bagi laki-laki (82%) sementara hanya setengah jumlah penduduk perempuan yang bekerja atau hanya 52%. Perempuan sangat rentan mengalami pemiskinan dan tertinggal dibelakang.
Terbatasnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan secara umum berdampak pada kesempatan yang lebih kecil lagi bagi perempuan untuk berperan dan berkonribusi di masyarakat dan mendapat kepercayaan termasuk ketika memasuki ranah politik.
Hambatan yang lain yaitu adanya beban budaya dan norma masyarakan dan kerja-kerja domestik yang secara umum dilimpahkan kepada perempuan. Ironisnya, domestifikasi peran perempuan ini justru hendak dilegalkan melalui rancangan undang-undang, yang sebagian diantara pengusungnya justru anggota parlemen perempuan.
Hal inilah yang dinyatakan dalam Platform Beijing 25 tahun yang lalu bahwa meski secara hukum de jure sudah ada aturan yang mendukung perempuan berkiprah di bidang politik dan pengambilan keputusan, namun secara nyata de facto sulit mencapai jumlah kehadiran yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam politik karena budaya, dan ideologi patriarkhi masih dominan.
Namun demikian, KPPRI mengajak semua pihak, mari kita bekerja bersama untuk mendorong lebih banyak lagi perempuan tampil di ranah publik, karena tindakan, baik besar dan kecil, dapat berdampak positif dalam mewujudkan kesetaraa,keadilan dan kemaslahatan Bangsa Indonesia.
*NO ONE LEFT BEHIND*
Jakarta, 8 Maret 2020
*Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia ( KPPRI)*
*Presidium KPPRI*
1. Diah Pitaloka, S.Sos., M.Si.(Ketua)
2. Hj. Dewi Asmara, S.H., M.H
3. Susi Marleny Bachsin, SE., MM
4. Dr. Badikenita BR. Sitepu, S.E., M.Si
5. Prof. Dr. Hj. Sylviana Murni, S.H
Sekretaris Jenderal
Luluk Nur Hamidah, M.Si,MPA
Komentar