Dalam berapa hari kedepan, umat muslim di sejumlah negara, termasuk Indonesia, akan merayakan Hari Raya Idul Adha 1441 Hijriah.
Beberapa negara, karena adanya perbedaan awal penanggalan, akan merayakan hari besar tersebut, terlebih dahulu.
Perbedaan ialah rahmat, karena itu kita tidak perlu menghabiskan energi untuk memperdebatkan perbedaan tersebut. Ada dua ibadah yang akan menjadi penyangga dalam perayaan Idul Adha yaitu ibadah kurban dan haji.
Keduanya sama-sama mengandung nilai serta makna pengorbanan yang amat tinggi sebagai penopang keimanan dan pengabdian secara total kepada sang Maha Pencipta. Itu sebabnya Idul Adha selalu disebut dengan Hari Raya Kurban (Lebaran Haji).
Idul Adha akan dilaksanakan oleh umat muslim di seluruh dunia, tidak peduli dalam situasi perang maupun damai, di tengah kemakmuran maupun dalam situasi krisis.
Ia selalu datang untuk menyentakkan lagi spirit pengorbanan, ketulusan, dan keikhlasan yang kini terus menerus ditelan oleh rakusnya individualisme dan egosentrisme.
Ia selalu kembali untuk mengingatkan pentingnya spirit untuk berkorban kepada sesama, karena tanpa itu, yang muncul ialah penyakit-penyakit sosial dan kerusakan tatanan nilai kemanusiaan.
Dalam situasi dan konteks seperti itulah Idul Adha hadir dan dirayakan di Indonesia tahun ini. Apa indikatornya? Ambisi-ambisi golongan dan pribadi lebih mendominasi kehidupan berbangsa ini ketimbang pengabdian diri yang lebih hakiki.
Loyalitas kebangsaan acap tergusur oleh loyalitas terhadap kepentingan dan kekuasaan. Kesediaan berkorban pun teramat sering tergantikan oleh pameran keserakahan.
Idul Adha datang untuk mengajarkan bahwa pengorbanan yang dilakukan Nabi Ibrahim adalah wujud kepasrahan tiada tanding yang semestinya menjadi teladan kita semua sebagai anak bangsa, termasuk mereka yang dianggap tokoh dan elite bangsa.
Spirit pengorbanan sekaliber pengorbanan Ibrahim saat menyembelih sang anak, Ismail, masih sangat relevan dan seharusnya dijadikan contoh untuk diaktualisasikan dalam konteks kekinian.
Adalah saat yang tepat bagi bangsa ini untuk mengambil hikmah atas hakikat Idul Adha. Terutama sekarang, ketika di sejumlah titik di negeri ini banyak saudara kita tengah ditimpa musibah bencana atau memiliki kehidupan yang serbakekurangan.
Kepedulian kita terhadap sesama, bantuan kita kepada yang lebih membutuhkan, sesungguhnya merupakan langkah awal untuk menumbuhkan spirit pengorbanan yang sudah dicontohkan dalam sejarah Idul Adha.
Dalam perspektif yang berbeda, makna kurban yang mengedepankan penghilangan ego juga amat diperlukan bangsa ini yang tengah menjalani proses pendewasaan politik dan demokratisasi.
Berkurban jangan cuma dianggap sebagai ritual dan formalitas semata, berkurban juga jangan dijadikan komoditas aksi demi sekadar status dermawan atau hartawan.
Kerelaan berkurban mesti dimaknai sebagai laku prihatin, sebagai kesediaan mengorbankan rupa-rupa ego demi kepentingan yang lebih besar dan mulia.
Demi tujuan yang lebih besar dan bermakna, sembelihlah semua ego, keserakahan, serta sifat-sifat culas lainnya.
Penggallah semangat untuk menang sendiri dan benar sendiri karena yang seperti itu pasti tak akan menyisakan ruang untuk simpati dan empati.
Selamat merayakan Hari Raya Idul Adha 1441 Hijriyah, semoga kita semua dapat meneladani sekaligus meningkatkan level pengamalan spirit pengorbanan yang telah diajarkan oleh Nabi Ibrahim As.
(Adeni Andriadi)
Komentar