Berita,sidikkasus.co.id
Kepala Sekolah (Kepsek) di Kabupaten Ogan Komering Ilir OKI Sumatera Selatan (Sumsel) diketahui banyak yang sering bolos. Begitu pula dengan para muridnya, tak kalah semangat membolosnya.
Anehnya, setiap tahun tak satu pun murid SD yang dinyatakan tidak lulus di 18 Kecamatan di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).
Ratusan Kepala Sekolah SD di 18 Kecamatan itu seharusnya dicopot dari jabatannya.
Guru & Kepsek Berpacu Bolos GURU di Bumi Bende Seguguk bukan saja belum makmur, tapi tak masuk bilangan pembolos saja sudah syukur.
Dalam penelitian Forum Keadilan Rakyat Indonesia baru-baru ini, pada tahun belakangan terdapat 350 Kepala Sekolah dan Guru yang sering bolos.
Mereka tak hadir di kelasnya, antara lain, karena ada yang ngobyek sebagai wiraswasta, atau ada pula yang berdagang. Itu teledor, jelas. Tapi, yang jelas, ada lagi yang tak jelas alasannya.
“Di 18 Kecamatan di Kabupaten Ogan Komering Ilir ada banyak Kepala Sekolah dan guru SD cuma jalan-jalan di pasar ketika jam pelajaran,” kata Adenia.
Begitu pulalah para murid terutama murid SD di kawasan terpencil pun tak kalah semangat membolosnya. Angka absen tercatat begitu tinggi.
Upaya sekelompok guru, mulanya dengan mendatangi rumah murid di pelosok itu, untuk menanyakan kenapa membolos. Lama-lama tak mempan, dan caranya ini harus diubah.
Murid yang raib sehari harus dihukum. Cara seperti itu diharapkan cukup efektif. “Murid-murid diharapkan sudah jarang bolos,” kata Adenia, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Forum Keadilan Rakyat Indonesia.
Guru dan Kepala Sekolah berpacu membolos, tentu saja ini membawa akibat. Hasilnya, ya murid, ya guru, jatuh bergelimpangan. Tahun lalu, misalnya, ada ratusan murid yang lulus SD Negeri di Kabupaten Ogan Komering Ilir tapi anehnya banyak yang tidak bisa membaca.
Sebagai ganjarannya, semua kepala SD yang bertugas di 18 di Kabupaten Ogan Komering Ilir harus segera dicopot.
“Jika ada banyak guru teledor, kepala sekolahnya yang harus bertanggung jawab,” ujar Adenia.
Memang, Bumi Bende Seguguk terbilang sarat dengan medan yang berat. Untuk mencapai kecamatan, misalnya, di Kecamatan Cengal, para guru harus melewati sungai dan menggunakan perahu. Lebih dari itu, di Kabupaten Ogan Komering Ilir, terdiri dari 18 kecamatan itu, sampai hari ini tak sebiji pun ada bioskop. Kalau penduduk ingin juga menonton, mereka harus naik travel ke Palembang.
Itu pun adanya satu kali sehari. Jadi, tak heran jika para guru di Bumi Bende Seguguk bertandang ke Kota Palembang, mereka lalu menjadi betah.
Apalagi bagi mereka yang bermukim di pelosok, soal yang dihadang bukan satu-satu. Jatah beras tidak pernah dikirim, karena kendaraan bermotor tak bisa mencapai lokasi yang dituju. Oleh kenyataan yang serba darurat itu, tak semua kesalahan tentunya bulat-bulat bisa ditimpakan ke pundak guru. Itu sebabnya, masyarakat setempat sudah terbiasa jika melihat ada guru susah dihubungi via telepon seluler karena buruknya kualitas jaringan telekomunikasi.
(Joni)
Komentar