Poto. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Banyuwangi. Ruliyono. SH
BANYUWANGI – JKN.
Kemarin pada hari Selasa, 23 Juli 2019. DPRD Kabupaten Banyuwangi bersama Wakil Pimpinan KPK RI, Thony Saut Situmorang, usai Rapat pembahasan terkait pemerintahan kabupaten Banyuwangi. Awak media menghampiri Wakil ketua DPRD Ruliyono.SH.
Dalam kesempatan tersebut Ruliyono meminta agar pemerintah pusat kembali meninjau aturan terkait kewenangan pemberian izin tambang galian C. Pasalnya, sejak kewenangan izin tambang diambil alih oleh provinsi, justru banyak bermunculan pertambangan illegal.
Wakil ketua DPRD Banyuwangi, Ruliono menyampaikan bahwa ketika Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 diterapkan, maka seluruh perizinan pertambangan mineral, logam hingga pertambangan galian C (batu dan pasir) diambil alih kewenangannya oleh pemerintah provinsi.
“Saya setuju jika untuk perizinan tambang mineral logam, seperti emas, gas alam dan lain sebagainya diambil alih oleh provinsi. Namun khusus tambang galian C yakni tambang pasir dan batu, mohon sekiranya dikaji ulang kembali,” jelasnya.
Sebab, ketika perizinan tambang galian C diambil alih oleh provinsi banyak pengusaha tambang yang merasa kesulitan. “Selain jarak yang jauh, iya Kabupaten yang dekat dengan Provinsi, kalau seperti Banyuwangi ini kan jauh, juga banyak Kabupaten lain yang jauh. Ini kan memakan waktu dan biaya, belum lagi persyaratan yang mengharuskan minimal areal tambangnya setengah hektar,” katanya.
Akibatnya, banyak pengusaha tambang yang malas mengurus perizinan ke provinsi sehingga aktifitas tambangnya menjadi illegal. “Saya yakin di seluruh Indonesia, khususnya Kabupaten yang jauh dengan Provinsi banyak bermunculan tambang-tambang galian C illegal,” tuturnya.
Kondisi ini jelas merugikan banyak pihak, baik masyarakat maupun pemerintah daerah. Pemerintah daerah tidak bisa menarik retribusi kepada pengusaha tambang, karena aktifitas tambang tersebut tidak resmi. Padahal, retribusi dari sektor pertambangan menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang ujung-ujungnya juga untuk pembangunan daerah.
“Kalau memaksa mengambil retribusi jelas salah, karena itu illegal. Pemerintah akan kena juga dikira penadah,” ujarnya.
Kelemahan lainnya dari kebijakan ini, pemerintah kabupaten/kota tidak bisa melakukan tindakan terhadap pertambangan illegal karena seluruh kewenangan sudah diambil oleh pemerintah provinsi. “Kita kan sudah nggak punya kewenangan lagi. Kalau kita tindak jelas menyalahi aturan. Ya nggak bisa,” ujarnya.
Ketika banyak pertambangan galian C yang illegal akibat perizinan yang rumit, jelas akan merugikan masyarakat Banyuwangi dan berdampak buruk terhadap lingkungan. Sebab, pengusaha tambang jelas tidak akan melakukan reklamasi ketika tambang batu dan pasir tersebut sudah habis.
“Jelas lingkungan akan rusak. Ketika lingkungan rusak, yang dirugikan adalah masyarakat Banyuwangi. Apa tahu, provinsi kalau tambang itu sudah habis akan dilakukan reklamasi? Kan pengawasannya jauh ,” tukasnya.
Di sisi lain, kata Ruli, tambang galian C ini sangat dibutuhkan baik oleh pemerintah maupun masyarakat sendiri untuk pembangunan. Jika terus seperti ini dikhawatirkan dapat menghambat pembangunan daerah.
“Batu dan pasir ini sangat dibutuhkan masyarakat juga pemerintah. Dan hampir di setiap daerah ada potensi tambang galian C ini. Kalau gara-gara perizinan yang rumit akibatnya banyak tambang illegal sehingga harus ditutup, jelas akan menghambat pembangunan,” tegasnya.
Oleh sebab itulah Ruli berharap pemerintah pusat mengkaji ulang aturan tersebut dengan mengembalikan kewenangan khusus perizinan tambang galian C kepada pemerintah Kabupaten/Kota. Selain mempermudah pengusaha tambang, pengawasan dan penindakannya juga mudah.
“Saya sudah sampaikan kemarin kepada Pak Saut Situmorang (Wakil Pimpinan KPK), untuk sekiranya memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah pusat untuk mengembalikan kewenangan perizinan tambang galian C kepada pemerintah kabupaten,” imbuhnya
Menyikapi hal tersebut, Wakil Pimpinan KPK RI, Thony Saut Situmorang mengaku akan berkoordinasi dengan unit penelitian dan pengembangan KPK terlebih dahulu. Aturan tersebut akan dikaji apakah memang sudah sesuai dengan aturan yang lain atau dengan kebutuhan masyarakat.
“Apakah ini khusus galian C bisa dikembalikan ke Kabupaten atau tidak. Ini Negara kita bersama-sama, apa yang tidak bisa dirubah. UU 1945 saja bisa dirubah. Yang penting ini pasir dan batu untuk apa? Kan untuk membangun, untuk infrastruktur, untuk kesejahteraan rakyat juga kan. Kalau memang itu perlu dikembalikan dan skala ekonominya tidak merugikan Negara, kenapa tidak?” tutupnya. (Td)
Komentar