Berita Sidikkasus.co.id
LABUHA, – Belakangan ini masyarakat dibuat geram dengan viralnya pemberitaan kasus pencabulan atau kekerasan seksual terhadap anak di lingkungan satuan pendidikan keagamaan (Pondok Pesantren Alkahfi) Desa Hidayat Kecamatan Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan.
Anak-anak yang semestinya mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan, malah menjadi korban kekerasan seksual. Ini menyebabkan anak sebagai korban menderita lahir batin serta terampas masa depannya. Secara Pribadi serta mewakili teman-teman Pemuda dan Mahasiswa Halmahera Selatan, mengaku prihatin dan menyesalkan terjadinya kasus kekerasan seksual ini. Hukuman yang diberikan kepada pelaku kejahatan harus semaksimal mungkin atau seberat-beratnya.
“Terlebih jika dampak yang ditimbulkan menyangkut masa depan dan psikologis anak-anak tersebut. Maraknya jumlah korban juga harus menjadi pertimbangan yang memberatkan nya,” tegas bung Harmain Rusli selaku ketua Gerakan Pemuda Marhaenis Halmahera Selatan itu. pada awak media ini, via pesan Watshapp. Jumat (16/6/2023).
Menurutnya, hukuman maksimal yang dapat diberikan kepada salah satu oknum terduga pelaku kasus kekerasan di salah satu Pondok Pesantren sesuai UU Perlindungan Anak adalah 15 tahun penjara.
“Namun, perlu digarisbawahi bahwa pelaku adalah sebagai pendidik di lingkungan terdekat korban maka pidananya ditambah sepertiga (1/3) dari ancaman pidana, menjadi maksimal 20 tahun penjara.” terangnya.
Tidak sampai disitu. kata dia, jika mengacu pada Perpu 1/2016 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang melalui UU 17/2016, jika tindak kekerasan seksual menimbulkan korban lebih dari 1 orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, maka pelaku dapat dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.
“Apalagi telah disahkannya UU nomor 12 Tahun 2002 Tentang Tidak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) oleh Pemerintah Pusat, yang secara gamblang bicara ansih soal Tindak Kekerasan Seksual.” ucapnya.
Olehnya itu, pihak kepolisian Polres Halsel harus lebih mengutamakan asas “Perlindungan terhadap Anak Usia dibawah Umur” sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negeri ini. Sebab, lahirnya Peraturan Perundang-undangan tersebut adalah bagian dari upaya untuk mencegah kekerasan seksual terhadap anak.
“Kami secara Institusional menyarankan Kepada Pemerintah Daerah, DPRD Kabupaten Halmahera bersama DP3A/Lembaga terkait agar segera menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Tentang Kekerasan Seksual dengan mengacu pada Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Sebagai wujud upaya perlindungan anak dari kekerasan dan kejahatan seksual. Agar Penanganan korban kekerasan seksual harus menjadi prioritas. Hal ini berkaitan dengan masa depan dan dalam jangka panjang untuk memulihkan trauma psikososialnya,” jelasnya.
Untuk itu, Gerakan Pemuda Marhaenisme Kabupaten Halmahera Selatan sebagai mitra kritis Pemerintah, dan juga Pemerhati Hukum, di Halmahera Selatan meminta agar kiranya berikan perhatian khusus terhadap korban yang masih berusia dibawah umur dengan memberikan:
1) layanan dukungan psikososial untuk memulihkan trauma;
2) bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI);
3) pemeriksaan kesehatan;
4) pendampingan hukum; 5) pemenuhan hak pendidikan untuk dapat kembali bersekolah;
“Bahwa upaya yang dilakukan tersebut sebagai bentuk hadirnya Negara dan atau Daerah untuk melindungi dan memberikan bantuan kepada korban.” Ujar dia.
Selain itu, kami berharap kepada keluarga korban, serta orang tua korban, agar tetap optimis dan semangat mengasuh dan mewujudkan tumbuh kembang anaknya.
Kami, juga berharap problem kekerasan seksual di salah satu pondok pesantren di Halmahera Selatan yang sementara ini telah di tangani Polres Halsel, cepat selesai dan tidak berujung pada penyelesaian secara kekeluargaan.
“Agar sikorban mendapatkan perlakuan Hukum yang sebaik-baiknya. Kami secara Institusional akan mengawal kasus tersebut sampai selesai, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” tutupnya.
Sekedar informasi bahwa kasus pelecehan seksual di salah satu pondok pesantren di Desa Hidayat Kecamatan Bacan kabupaten Halmahera Selatan dalam waktu dekat ini akan digelar perkara, kami berharap agar transparansi dalam proses gelar perkara diutamakan. ( Jek/Redaksi)
Komentar