JAKARTA – JKN, 18/04/18 Dispensasi Pengadilan Agama Bantaeng Sulawesi Selatan yang diberikan kepada pasangan anak masing-masing kepada anak laki-laki yang masih berusia 15 tahun dan bagi anak perempuan berumur 14 tahun untuk dapat melangsungkan pencatatan perkawinan di Lembaga perkawinan KUA merupakan pelanggaran hak anak dan batal demi hukum.
Berdasarkan UU RI Nomor 35 Tahun 2014 mengenai perubahan kedua UU RI Nimor 23 Tahun 2002 tentang Perlindubgan Anak junto UU RI Nomor 04 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Perlindungan Anak sebagai lembaga independen yang diberikan tugas dan fungsi untuk memberikan pembelaan dan perlindungan Anak di Indonesia menegaskan bahwa permohonan pasangan anak yang mencatatkan perkawinanan mereka yang didukung oleh kedua keluarga pasangan anak tersebut, demi penegakan hukum dan kepentingan terbaik anak harus dibatalkan.
Apapun alasan dari perkawinan anak tersebut harus dan harus dibatalkan. Sebab, barang siapa mendukung perkawinan usia anak tersebut baik keluarga maupun pemegang otoritas pencatat perkawinan dapat dikategorikan ikut serta mendukung dan membiarkan terjadinya pelanggaran hak anak, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak menyikapi perkawinan anak di Bantaeng kepada media, Rabu 18/04 di Jakarta.
Arist menambahkan, setelah Kelompok Kerja Komnas Perlindungan Anak di Sulawesi Selatan mengumpulkan fakta-fakta lapangan, dalam waktu yang tidak terlalu lama, Komnas Perlindungan Anak segera menyurat kepada Pengadilan Agama Bantaeng untuk segera mencabut dispensasi pencatatan perkawinan dan mendorong KUA untuk tidak menerima pencatatan perkawinan pasangan anak, dan mendesak para orangtua dari kedua pasangan anak ini mengurungkan niatnya untuk mencatatkan perkawinan anak ini kepada lembaga perkawinan.
“Bukanlah perkawinan yang ditolak tetapi perkawinan usia anaklah yang ditolak keras” oleh Komnas Perlindungan Anak. Tidak ada toleransi terhadap perkawinan anak apalagi dengan alasan, bahwa pencatatan perkawinan dilakukan agar tidak terjadi perbuatan zinah dan karena alasan takut tidur sendiri setelah ibu dari pasangan anak perempuan meninggal dunia.
Larangan keras terhadap perkawinan usia anak, oleh ketentuan Konvensi PBB tentang Hak Anak maupun UU Perlindungan Anak, selain dapat menghambat masa depan anak juga dapat mengganggu tumbuh kembang dan mental anak dan dapat pula terancam kanker rahim dan gangguan kesehatan lainnya. Oleh sebab itu, Komnas Perlindungan Anak menghimbau kepada seluruh orangtua dan pemegang otoritas dan lembaga perkawinan untuk tidak memfasilitasi apalagi mendorong perkawinan anak dengan alasan apapun, karena tindakan itu melanggar hak anak dan merupakan tindak pidana, demikian ditambahkan Arist. ( Ted )
Sumber :Bang Arist Merdeka Sirait.
Ketum. Komnas Perlindungan Anak.
Komentar