Berita Sidik Kasus.co.id
PALEMBANG – Meski laris disukai pembeli, Rita, pemilik warung nasi di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan (Sumsel), dengan berat hati mengurangi menu tahu dan tempe di warung miliknya. Pasalnya, harga tahu dan tempe mulai pekan lalu naik lantaran melambungnya harga kedelai yang dibeli para perajin tahu tempe.
“Mau tidak mau harus dikurangi. Kalau mahal, mungkin tidak dibeli. Takut rugi,” ujar Rita, Minggu, 10 Januari 2021 sore.
“Lompatan harga tahu dan tempe di tingkat konsumen adalah buntut dari mahalnya harga kedelai sebagai bahan baku tahu dan tempe.
Desember 2020 lalu, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia mencatat, harga kedelai impor mencapai Rp 9.600 perkilogram. Terjadi kenaikan harga kedelai secara bervariasi mulai dari 3,3 persen hingga 6,6 persen.
Sejumlah pengusaha tahu dan tempe di Kota Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) pun mulai melakukan mogok produksi sejak Sabtu pagi 9 Januari 2021.
Para pengerajin tahu dan tempe itu mogok produksi dengan harapan pemerintah agar supaya pemerintah segera membuat kebijakan untuk membuat normal harga kedelai. Akibat dari aksi mogok itu, tahu dan tempe mulai terlihat langka disejumlah pasar tradisional di 17 Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan (Sumsel).
Sejak Minggu 10 Januari 2021 pagi, tahu dan tempe terlihat sepi beredar di pasaran di sejumlah pasar tradisional di 17 Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan (Sumsel).
“Kenaikan harga tahu dan tempe sudah mencapai 30 hingga 35 persen sejak kemarin,” kata Mulyanto 50 tahun, pedagang tahu tempe di pasar shopping Kota Kayuagung, OKI, Minggu 10 Januari 2021 siang.
Hingga laporan ini selesai dirilis, Dinas Perdagangan Kabupaten dan Provinsi Sumatera Selatan, belum memberikan keterangan secara resmi.
ADENI ANDRIADI SUMSEL
Komentar