Dampak Pandemi, Perajin Perak Koto Gadang Agam Beralih Jadi Pengusaha Kuliner

Berita. Sidikkadus.co.id.

Agam (Sumbar)– Dimasa pandemi Covid-19 ini, tidak sedikit pelaku usaha atau UMKM beralih produk jualannya agar tetap produktif.

Salah satunya, Fitriharyanti (50) perajin di Koto Gadang Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam Provinsi Simatera Barat.

Fitriharyanti adalah seorang perajin perak yang cukup dikenal di Luhak Agam khususnya di Koto Gadang yang merupakan nagari pusat perak tersebut.

Sudah belasan tahun, ia menggeluti usaha kerajinan perak yang sudah dikenal hingga mancanegara.

Dari wawancara media saat berada di Rumah Sulam Agam di Bukittinggi, diakuinya cukup sulit untuk memproduksi perak di tengah pandemi ini, karena tidak begitu banyak pelanggan yang memesan hasil karyanya, baik secara langsung maupun sistem online.

Biasanya dari hasil jualan kerajinan perak yang dibuatnya, berupa kalung, cincin, anting dan lainnya bisa mencapai puluhan juta dalam waktu satu bulan. Namun, pemesan berkurang satu persatu saat pandemi berlangsung.

Sehingga, ia bersama sang suami memutuskan untuk mencoba beralih sementara menjual kuliner Gulai Itiak Lado Ijau, karena bakat dan hobinya di dunia kuliner juga ada.

“Sebenarnya sebelum pandemi kita sudah bikin jualan kuliner tapi belum fokus, karena orang juga belum tahu. Jadi, karena pandemi hampir 5 bulan inilah kita coba fokuskan ke kuliner. Tapi, membuat perak masih tetap kok,” jelasnya.

Dengan memanfaatkan pelanggan perak yang sudah begitu banyak hampir di seluruh pelosok kota besar di Indonesia, usaha baru itu dipromosikan dengan tidak memakan waktu lama.

Satu persatu dari pelanggan mereka mencoba memesan kuliner gulai itiak tersebut, sehingga ada yang ketagihan untuk memesannya. Karena, menurutnya gulai itiak lado ijau asal Koto Gadang memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri soal rasanya, sehingga, usaha yang digelutinya semakin digemari oleh pencinta kuliner.

Alhasil, jelas Cici, omset yang diraupnya dari berjualan gulai itiak lado ijau rata-rata mencapai Rp.4-Rp.5 juta per bulan.

Bahkan, selama bulan Ramadhan, omset sebanyak itu diperoleh cukup satu minggu.

Cici menjual harga satu ekor itiak lado ijau yang sudah dimasak tersebut, dengan harga kisaran Rp.170.000 sampai Rp.200.000 per ekor.

“Tergantung dimana pemesannya juga sih, kalau jauh harganya juga ikut naik. Tapi, harga maksimal Rp.200.000 per ekor,” jelasnya.

Sejauh ini, tambahnya, pelanggan yang sudah memesan gulai itiak lado ijau tersebut diantaranya Kota Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Bali, Batam dan beberapa kota lainnya.

“Pokoknya, dimanapun asal kotanya kita siap untuk mengirimnya. Ongkirnya gratis,” tegas Cici.
(Anto)

Komentar