Cerita Mbah Daiman Pedagang Sayur Keliling Penggayuh Sepeda di Bintuni

Berita Sidikkasus.co.id

BINTUNI – Pria lanjut usia (Lansia) berumur 70 tahun Warga Kampung Argosigemarai SP 5, Distrik Bintuni , Kabupaten Teluk Bintuni , Daiman namanya. Dua puluh enam (26) tahun lamanya Daiman yang biasa di panggil dengan sebutan Mbah ( panggilan Kakek dalam bahasa Jawa) ini tinggal di Teluk Bintuni, tepatnya di tahun 1993 hingga sekarang.

Mbah Daiman bersama keluarga hijrah dari Kampung halaman nya Ponorogo, Jawa Timur ke Teluk Bintuni mengikuti program transmigrasi , ” saya kesini bersama anak istri, dasarnya ikut trans karena kehidupan sudah tidak mampu di Jawa , ” ucapnya dengan logat Jawa nya yang masih kental kepada beberapa orang wartawan yang tertarik dengan kehidupannya.

Pada hari Minggu 06 Juni 2021 Mbah Daiman di datangi oleh para wartawan di tempat tinggal sementara di jalur 5 melintang Kampung Argosigemarai, Distrik Bintuni Timur.

Rumah tinggal yang di tempati oleh Mbah Daiman tersebut bukan milik nya, rumah pribadinya jatah transmigrasi ada di jalur 10 Kampung Argosigemarai, ” Rumah ini punya Pak Sebaru orang Ayamaru, saya di suruh jaga rumah karena di sebelah ada alat-alat tukang, jadi kalau siang saya di sini, malam pulang ke jalur 10. Tapi kadang , saya juga bermalam di sini , “kata Mbah Daiman yang telah menduda sejak di tinggal Istrinya karena meninggal di tahun 2002.

Kemudian Mbah Daiman mulai berkisah, tentang awal mulanya dia menjadi seorang pedagang sayur mayur keliling, ” dulu saya membeli ontel tua ini dari teman saya
harganya 500 ribu, karena lengkap dengan keranjang nya, harganya jadi 600 ribu, jadi sepeda inilah dari tahun 2008 itu saya gunakan untuk mencari sesuap nasi dan kebutuhan keseharian dengan hasil menjual sayur mayur keliling dari tempat tinggalnya ke arah kota Bintuni, ” terangnya.

Jarak Kampung Argosigemarai ke sekitaran Kota Bintuni berkisar kurang lebih 12 km yang di laluinya setiap hari.

“Pagi buta habis subuh itu saya wes budal (berangkat) keliling jual sayur, nanti siang baru pulang ke rumah, saya bersyukur kadang dengan hasil jualan bersih 30 hingga 50 ribu” ucap pria yang sudah memiliki dua orang cucu dari putra sulung satu-satunya yang sudah berkeluarga.

Sebelum melakoni profesi sebagai pedagang keliling, Mbah Daiman sebelumnya pernah berdagang partai besar , dia pernah menggeluti bisnis berdagang sayur mayur antar daerah, Bintuni – Fak-Fak sebelum peristiwa yang hampir menelan jiwanya bersama teman-temannya terjadi.

” Dulu saya berjualan sayur mayur ke Fakfak, bersama teman-teman kami menyewa perahu untuk mengantar kami ke sana , tapi untuk terakhir kalinya perahu yang kami sewa tenggelam ”

“Saya sempat juga tenggelam di lautan Goras sana, selama 4 hari 4 malam dari hari Jumat, Sabtu, Minggu, Senin saat hendak berjualan hasil panen jeruk, pisang, sayur dan lainnya ke Fakfak beserta 12 orang teman saya, kapal sudah hilang tenggelam karena ombak besar, hingga kami ditemukan sekitar jam 2 siang sama kapal orang Taiwan, dan semua selamat” Kata Pria tua yang memiliki 5 Saudara ini.

Dia sangat bersyukur kala itu karena masih diberi kesempatan sama Allah SWT untuk menjalani hidup kembali dan bertemu dengan keluarganya di rumah. Diakuinya sejak pengalamannya terombang-ambing oleh ombak di laut dengan berenang dengan jerigen 20 liter, dirinya sempat mengalami trauma akan kejadian tersebut. Sehingga dia memutuskan untuk berdagang sayur mayur dengan sepeda tua yang dia miliki.

“Sejak itu saya sempat trauma selama lima bulan dan akhirnya saya putuskan untuk berdagang sayur di Bintuni saja” kata pria 70 tahun, sambil mengerutkan kerutan yang berada di wajahnya.

Lebih lanjut, alasan mengapa dirinya di era modern seperti saat ini masih berjualan sayur menggunakan sepeda ontel bututnya, sedangkan rekan-rekan seprofesi lainnya sudah menggunakan Sepeda motor bahkan mobil, Mbah Daiman bercerita bukan dirinya tidak memiliki kendaraan motor namun dia lebih rasa nyaman berjualan dengan sepeda ontel dengan alasan lebih sehat.

“Motor ada di rumahnya anak, tapi saya lebih enak pakai sepeda ontel, karena saya posisinya sudah tua nak, saya jaga kesehatan terutama dada saya kalau naik motor kan kenal angin” terang kakek yang sudah menduda sejak tahun 2002.

Selama di musim pandemi Covid-19, Mbah Daiman mengaku pernah mendapatkan bantuan berupa sembako yang dia peroleh dari Pemerintah Kampung, sedangkan untuk bantuan langsung tunai (BLT) diakuinya tidak mendapatkannya, karena kakek 70 tahun tersebut biodatanya ikut dalam Kartu keluarga (KK) milik putranya.

“Ya terus terangnya kalau BLT saya memang tidak dapat, karena saya KK nya ikut di KK anak saya” ucap kakek kelulusan SMP Bhayangkara era 70an.

Diungkapkannya sejak menjadi warga transmigrasi di Kabupaten Teluk Bintuni, perbandingannya dulu dengan saat ini Bintuni cukup berkembang, dengan usianya yang tak lama lagi masuk 18 tahun pada 9Juni 2021 mendatang, sudah terlihat adanya pembangunan, baik fisik maupun sumber daya manusia (SDM).

“Ya…jauh bedanya kalau dulu di Bintuni jalan belum aspal, saat ini sudah aspal, parit-parit sudah banyak yang dicor, apalagi lapangan SP 5 itu dulu belum seperti saat ini, sekarang sudah menjadi alun-alun, ya…namanya transmigrasi itu memang dulu sepi, saya berharap kedepan Bintuni menjadi lebih rame dan maju lagi, lebih khusus di bidang pertanian” tutupnya. (Ser)

Komentar