Jangan terlalu percaya dengan tulisan ini, karena aku hanya mencoba mencerna pikiran ku dari sudut-sudut pengharapan yang mungkin berbeda di telan ataupun di pandang dari sisi yang berlainan antara aku dan kamu.
Ketika aku dan kamu ingin di sebut manusia,maka kita sebenarnya telah melalui berbagai proses yang pada akhirnya sampai pada satu titik hingga kita layak di sebut manusia.
Kita di lahir kan dari dua jenis manusia yang menjadi satu, mereka berdoa dengan sepenuh keyakinan nya dan mantra pengharapan bahwasanya kelak kita menjadi manusia seutuhnya.
Pertapaan sembilan bulan dari rahim manusia yang bernama ibu, mengeluarkan kita dari goa dan selimut darah ambang kematian demi kita yang di sebut anak manusia.
Anak dalam gendongan adalah manusia yang di sebut bayi,
Berbalut senandung religi syarat makna tentang norma-norma galian pondasi jiwa.
Tembang lir Ilir menemani tangis dan tidurnya.
Waktu berjalan seiring hentakan kakinya menginjak bumi,lalu merangkak dan berdiri, berjalan dan berlari.
Manusia bayi berganti nama dengan sebutan bocah.
Nasehat-nasehat baik kerap di terima nya,
Tapi nyanyiannya berubah menjadi cita-cita,
Bocah di ajarkan cara berdamai lewat berjabat tangan, ataupun mengasihi sesama nya dengan cara mengulurkan tangannya,
Kodok ngorek dan gundul-gundul pacul menambah di memorinya.mencoba memahami maksud dan tujuannya.
Manusia bocah tumbuh riang berlangsung remaja,jalan dan larinya kian jauh hingga sampai di ujung -ujung persimpangan,
Hatinya sering goyah oleh pertanyaannya sendiri,
Jalan yang di kabarkan ibu dulu terasa belum lengkap,
Remaja kebingungan dengan rasa keingin tahuannya, mencari jati diri kadang lupa jalan kembali.tak sedikit yang tersesat dan sia-sia.
Kini manusia remaja semakin dewasa,
Ada yang tercapai cita-cita nya tapi ada pula yang terbengkalai.
Manusia dewasa yang sukses materinya seringkali di sebut “sudah menjadi orang”.
Lalu bagaimana dengan yang gagal?
Jawaban nya adalah kita tetap manusia.
Manusia sejati nya sudah di bekali norma kebaikan, kejujuran, kebijakan,dan kebenaran oleh bisikan hati yang di tanamkan bapak dan ibu kita
Tapi mengapa kadang kita lupa setelah kita telah”menjadi orang”terlebih menjadi orang penting.
Kita lupa arti makna tembang dan nasehatnya.
Kita lupa waktu kecil di ajarkan mengulurkan tangan dan berjabat tangan.
Lalu kenapa kita sekarang di sibukkan oleh pencitraan dan kepura-puraan, kesederhanaan terasa tak cukup oleh kerakusan.
Berbaik dan berdamai lah dengan apa yang telah kita raih,
Kerjakan yang semestinya manusia lakukan.
Karena apapun jabatan yang kita banggakan,
Kita tetap sama sebagai manusia.
Penulis: FARUK.W
Komentar