Berita sidikkasus.co.id
Jakarta:– Kapolda Lampung, Irjen Helmy Santika, mewakili Kepolisian Daerah Lampung untuk kedua kalinya menerima penghargaan pin emas dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Penghargaan ini merupakan pengakuan atas keberhasilan Polda Lampung dalam membongkar dan menumpas jaringan mafia tanah yang selama ini merugikan masyarakat.
“Kami terus berkomitmen untuk melindungi hak masyarakat dan memastikan kejahatan ini tidak dibiarkan merusak kepercayaan publik,” kata Helmy saat menerima penghargaan di Ballroom Grand Mercure Kemayoran, Jakarta, Rabu, 13 November 2024.
Helmy menjelaskan kejahatan pertanahan yang terungkap melibatkan berbagai modus, seperti penggunaan surat-surat palsu untuk menguasai lahan milik korban. Beberapa modus yang berhasil diungkap termasuk penggunaan surat kuasa palsu, surat keterangan adat palsu, hingga pemalsuan dokumen hibah dan sporadik ilegal.
Helmy menegaskan pentingnya kerja sama yang solid dengan berbagai pihak dalam memberantas mafia tanah. Menurut dia selama ini Polda Lampung telah menunjukkan kinerja luar biasa dengan langkah-langkah konkret dalam memberantas kejahatan pertanahan.
Berkat pengungkapan berbagai kasus tersebut, aset masyarakat senilai sekitar 161 miliar rupiah berhasil diselamatkan.
“Penghargaan pin emas ini diharapkan menjadi dorongan bagi Polda Lampung dan lembaga penegak hukum lainnya untuk terus bersinergi dalam menumpas kejahatan yang merugikan masyarakat,” jelas Helmy.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid juga memberikan pernyataan penting. Ia mengungkapkan bahwa sekitar 60 persen dari persoalan sengketa tanah melibatkan oknum internal Kementerian ATR/BPN.
“Jika ingin memberantas mafia tanah, selain bekerja sama dengan kementerian atau lembaga lain, kami juga harus memperkuat sistem, meningkatkan kapabilitas, serta integritas sumber daya manusia dari internal BPN,” ungkapnya.
Nusron juga memaparkan bahwa 40 persen masalah sengketa tanah berasal dari eksternal, dengan 30 persen di antaranya melibatkan pemborong-pemborong tanah, dan 10 persen sisanya melibatkan oknum kepala desa, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Serta pelaku bisnis makelar dan perantara tanah yang sering disebut Bimantara atau PERMATA (Persatuan Makelar Tanah).
“Kita melakukan deteksi dini atau early warning system, jangan sampai konflik pertanahan ini mengganggu stabilitas ketahanan dan pertahanan nasional,” ujar Nusron.
Sidikkasus.co.id.//Suhendra Wawan
Sumber
Metrotvnews//Deni Irwanto
Komentar