Berita sidikkasus.co.id
BANYUWANGI – Aliansi Rakyat Miskin (ARM) mempertanyakan pengelolaan anggaran Rp. 78 milyar untuk penanganan Covid-19 maupun Anggaran Bantuan Sosial (Bansos) bagi masyarakat terdampak Covid-19 sebesar Rp. 496 milyar untuk Kabupaten Banyuwangi. Penggunaan anggaran tersebut dinilai tidak transparan. Penyerapannya pun lambat, padahal sangat diperlukan oleh masyarakat yang sangat membutuhkan.
”Kami tidak melihat ada upaya serius dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi untuk membangun tata kelola pemerintahan yang baik (good government) dalam pengelolaan anggaran untuk penanganan Covid-19,” ujar Muhammad Helmi Rosyadi, Ketua Umum Dewan Pimpinan Kolektif Aliansi Rakyat Miskin pada hari Jum’at (12/6/2020).
Helmi yang juga Ketua Gerakan Buruh dan Rakyat Anti Korupsi (GEBRAK) itu menilai, ada tiga permasalahan kronis terkait pengelolaan anggaran oleh Pemkab Banyuwangi tersebut. Pertama, soal transparansi, termasuk dana yang sudah terpakai dan sisanya.
”Kita tidak melihat ada iktikad untuk membangun sebuah sistem yang kredibel dan transparan dalam penggunaan dana Covid-19. Publik tidak tahu secara terperinci, duit itu buat apa saja di tiap-tiap alokasinya? Seharusnya Pak Bupati men-declare ini biar publik tahu, lalu publik percaya, dan pada akhirnya kalau publik percaya, maka program Bupati Anas akan sukses. Itu logika pengelolaan anggaran yang sehat,” ujar aktivis muda kelahiran Penganjuran ini.
Permasalahan kedua, sambung Helmi, adalah soal serapan yang relatif lambat. Dia menyoroti soal penyaluran bantuan sosial dari Pemkab Banyuwangi, terutama yang dalam bentuk bantuan pangan, yang tidak semua disalurkan secara cepat. Hal tersebut membuktikan sinkronisasi kerja antara Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan Desa-Desa yang dibinanya tidak maksimal.
Helmi mendapatkan informasi bahwa tahapan pencairan lambat karena belum sinkronnya data, kemiskinan maupun data masyarakat yang terdampak Covid-19 misalnya terkait pekerja seni, pariwisata, kelautan, transportasi, dan sebagainya.
”Serapan yang lambat juga membuktikan bahwa politik anggaran Pemkab Banyuwangi tidak peka terhadap penderitaan rakyat. Saat ini rakyat susah, tapi Pemkab Banyuwangi bergerak lambat dalam sinkronisasi data, verifikasi dan sebagainya, sehingga penyaluran dana menjadi lamban dan tak optimal,” jelas Helmi yang juga Ketua Lingkar Studi Kerakyatan (LASKAR).
Ketiga, sambung Helmi adalah tak adanya konsep yang jelas terkait pemulihan ekonomi. ”Sekarang ini, semua pihak sudah bersiap new normal. Tapi Pemkab Banyuwangi sangat lambat mengkonsolidasikan semua sumberdaya untuk pemulihan ekonomi. Soal pariwisata, masih sangat lambat.
Demikian pula desain pemulihan ekonomi untuk UMKM, BUMDes, dan masyarakat terdampak secara umum. ”Publik tidak tahu Pemkab Banyuwangi ini mau ngapain untuk pulihkan ekonomi, mau ngapain sambut new normal. Semuanya tidak jelas, berapa alokasi anggaran untuk pemulihan ekonomi, program dan kerjanya pun tidak konkrit,” tegas Helmi. (red)
Komentar