Akurasi Data Keluarga Miskin

Berita sidikkasus.co.id

Pemerintah kini secara aktif menyalurkan bantuan sosial guna meringankan beban hidup akibat dampak pandemi covid-19.

Sasaran utama bantuan sosial itu ialah 40% penduduk dengan kondisi sosial ekonomi terbawah yang diperkirakan mengalami dampak terparah.

Meski demikian, pemerintah masih membuka kesempatan bagi yang lainnya berdasarkan laporan dari daerah.

Dalam rapat melalui telekonferensi dengan kementerian dan kepala daerah belum lama ini, Kementerian Sosial menjelaskan terdapat 97,39 juta jiwa dari 29 juta keluarga tergolong warga miskin dan hampir miskin.

Adapun data yang digunakan untuk penyaluran bantuan sosial itu ialah data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) sebagai acuan dalam penyaluran bantuan.

Namun, penggunaan data DTKS sebagai acuan penyaluran bantuan mengandung sejumlah kelemahan, terkait dengan belum dilakukannya verifikasi terhadap data yang dikumpulkan secara optimal.

Terutama, yang berasal dari laporan. Akibatnya, besar kemungkinan terjadi potensi salah sasaran pada sebagian keluarga. Sebab, menerima bantuan tidak sesuai kriteria atau tidak menerima bantuan tapi sesuai kriteria penerimaan bantuan.

Potensi kesalahanSecara faktual, potensi kesalahan dari data penyaluran bantuan dikelompokkan pada dua hal, yaitu kesalahan memasukkan keluarga mampu sebagai peneriman bantuan (inclusion error), dan kesalahan mengeluarkan keluarga tidak mampu dari peneriman bantuan (exclusion error).

Kesalahan dapat terjadi karena melaporkan rumah tangga miskin yang tidak sesuai kriteria dan penggunaan data lama.

Secara faktual, semakin lama jarak waktu antara data dikumpulkan dan data digunakan berpotensi menyebabkan semakin besar tingkat kesalahannya, baik pada inclusion error maupun exclusion error.

Tingkat kesalahan itu terjadi terkait dengan perubahan sosial ekonomi rumah tangga dari semula miskin menjadi tidak miskin, atau sebaliknya dari semula tidak miskin menjadi miskin.

Jika pada saat pendataan status rumah tangga/keluarga tercatat miskin, namun pada saat digunakan tidak dikeluarkan dari sasaran penerima bantuan, akan terjadi inclusion error.

Sebaliknya, jika pada saat pendataan status rumah tangga/keluarga tidak miskin.

Dan, pada saat data digunakan statusnya menjadi miskin, namun tidak dimasukkan sebagai sasaran penerima bantuan, akan terjadi exclusion error.

Untuk sekadar gambaran, berdasarkan analisis perubahan status miskin dari Susenas Maret 2006-Maret 2007, diperoleh hasil yang cukup menarik untuk dicermati.

Hasil analisis menunjukkan, sekitar 47,34% rumah tangga miskin pada 2006 berstatus tetap miskin pada 2007.

Namun, selebihnya (52,66%) berubah menjadi hampir miskin (35,16%) dan tidak miskin (17,26%) pada 2007. Sebaliknya, dari 75,60% rumah tangga tidak miskin pada 2006, tetap berstatus tidak mi skin pada 2007.

Sisanya bergeser menjadi hampir miskin (18,63%) dan miskin (5,77%) pada 2007.Dalam konteks itu, seandainya data pada Maret 2006 itu digunakan untuk penyaluran bantuan pada Maret 2007, akan terjadi salah sasaran yang cukup signifikan.

Sekitar 17,26% rumah tangga yang semula miskin pada Maret 2006 sepatutnya tidak menerima bantuan karena tidak miskin lagi pada Maret 2007.

Sebaliknya, sekitar 5,77% rumah tangga yang semula tidak miskin pada Maret 2006 sepatutnya menerima bantuan pada Maret 2007 karena menjadi miskin.

Perlu verifikasiMaka dari itu, pemerintah perlu memverifikasi data rumah tangga miskin secara kontinu untuk menyiapkan kemungkinan terjadinya kemerosotan kesejahteraan masyarakat akibat dampak krisis dan bencana di masa datang.

Jelasnya, penyaluran bantuan akibat dampak covid-19 dengan menggunakan data rumah tangga miskin yang belum diverifikasi secara optimal pada saat ini, sepatutnya dapat menjadi pemelajaran penting agar tidak terulang kembali di kemudian hari.

Meski berisiko salah sasaran dari sebagian penerima bantuan, penggunaan data rumah tangga miskin yang belum diverifikasi pada saat ini kiranya dapat dimaklumi.

Hal ini mengingat verifikasi data memerlukan waktu yang cukup lama, sedangkan kebutuhan rumah tangga miskin amat mendesak untuk segera dipenuhi.

Dikhawatirkan, keterlambatan penyaluran bantuan akan memakan korban. Idealnya, verifikasi dilakukan setiap waktu ketika terjadi perubahan status miskin rumah tangga.

Namun, hal ini cukup sulit dilakukan mengingat cukup banyak variabel yang diperlukan untuk menentukan status miskin suatu rumah tangga.

Pada pengumpulan data rumah tangga miskin tahun 2011, misalnya, diperlukan 8 variabel dengan 6 variabel dari individu dan 2 variabel kondisi perumahan yang dihuni rumah tangga/keluarga.

Di sejumlah negara maju, penentuan penerima bantuan umumnya cukup dari angkatan kerja yang berstatus menganggur. Namun, penggunaan status menganggur itu tampaknya belum bisa diterapkan di Tanah Air mengingat mereka yang menganggur belum tentu miskin.

Sebaliknya, mereka yang bekerja belum tentu tidak miskin.Bekerja bagi penduduk miskin di Tanah Air merupakan suatu keharusan untuk menyambung hidup, meski perolehan pendapatannya masih di bawah garis kemiskinan.

Hal ini antara lain dapat dicermati dari pengangguran menurut pendidikan yang angkanya jauh lebih rendah pada jenjang sekolah dasar ke bawah dibandingkan dengan pendidikan sekolah menengah.

Ditengarai, mereka yang berpendidikan menengah memilih pekerjaan yang sesuai dengan pendidikannya.

Sementara, untuk pemenuhan kebutuhannya bergantung pada keluarga, warisan atau transfer dari pihak lain.

Secara faktual, hal itu sekaligus menegaskan bahwa kriteria penentuan rumah tangga miskin yang diterapkan sebelumnya dapat digunakan untuk verifikasi data rumah tangga miskin di waktu mendatang.

Dalam konteks itu, verifikasi data rumah tangga miskin barangkali perlu dilakukan setahun sekali.

Hal ini dianggap penting untuk menyiapkan data rumah tangga miskin bukan hanya untuk menghadapi kemungkinan terjadinya krisis dan bencana di masa datang.

Akan tetapi, juga untuk mengukur kinerja pemerintahan minimal pada tingkat kabupaten/ kota.

Dengan mengetahui lokasi rumah tangga miskin by name dan by address, program bantuan pemerintah untuk peningkatan kesejahteraan rumah tangga miskin menjadi lebih tepat sasaran.

Oleh : Adeni Andriadi

Komentar