Debt collector dan leasing bisa masuk pidana jika melanggar ketentuan, waspadalah

Berita sidikkasus.co.id

Utang identik dengan istilah ‘debt collector‘ seringkali menjadi momok yang menakutkan bagi peminjam kredit apapun, baik kredit motor, mobil ataupun kredit barang elektronik.

Dalam melakukan kredit (leasing) tersebut, seringkali peminjam dihadapkan pada satu keadaan ketidakmampuan untuk membayar biaya cicilan kredit.

,”Sehingga akhirnya barang yang masih dalam masa kredit pun ditarik secara paksa oleh debt collector.

Jika Anda dalam posisi tersebut, tentu sebagai debitur kredit tidak akan mau kendaraan/barang tiba-tiba dirampas begitu saja, apalagi sambil mendapat perlakuan tindak kekerasan dan mengancam keamanan Anda.

Lalu, sebetulnya apakah diperbolehkan jika seorang debt collector mengambil barang seperti kasus diatas?

Dari unggahan Instagram Divisi Hubungan Masyarakat Polisi Republik Indonesia (Humas Polri), terdapat tiga ketentuan bagi seorang debt collector dan leasing.

Ketentuan-ketentuan tersebut yaitu, debt collector dan leasing tidak bisa menarik/mengeksekusi kendaraan konsumen sebelum melalui pengadilan.

Selanjutnya, tidak bisa menarik/mengeksekusi objek jaminan fidusia (rumah, kendaraan, dan lain-lain) secara sepihak.

Serta, perusahaan kreditur harus meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri terlebih dahulu.

Atas dasar ketentuan ini, berarti pihak kreditur atau leasing sebenarnya berhak untuk menarik kendaraan/objek jaminan fidusia.

Namun, proses penyitaan barang tersebut tidak boleh dilakukan langsung oleh kreditur maupun debt collector, melainkan harus melalui pihak pengadilan.

Pelanggaran kontrak yang dilakukan peminjam/pengambil kredit termasuk dalam pelanggaran hukum perdata.

Dimana dalam hukum ini, pembatalan perjanjian kredit harus terlebih dulu diputuskan lewat pengadilan.

Setelah diputuskan, maka dilakukan eksekusi pengambilan barang/objek jaminan fidusia oleh pihak pengadilan, bukan dari pihak leasing.

Pihak pengadilan berperan penuh dalam pengeksekusian ini.

Jika debt collector atau pihak leasing tersebut tetap menyita atau mengambil secara paksa barang-barang milik debitur secara melawan hukum, maka peminjam dapat melaporkan debt collector tersebut ke polisi.

Perbuatan debt collector atau pihak leasing tersebut dapat dijerat 3 pasal berlapis Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Hukum tersebut yakni tertera pada, Pasal 368 KUHP tentang perampasan, Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan, Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Pasal 368 ayat (1) KUHP:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”

Pasal 365 ayat (1) KUHP:

“Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.”

Pasal 378 KUHP:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.“

Reporter:herman

Komentar