Mencermati Memahami Penyampaian Berita 24 Juli 2020

Berita sidikkasus.co.id

Dalam menilai sebuah berita ada banyak hal perlu dicermati. Aktualitas berita disampaikan, proksimitas (Kedekatan) berita harus memenuhi kepentingan khalayak pembaca (Pemirsa/Audiens), keakuratan berita, seharusnya disampaikan secara berimbang.

Pentingnya peliputan, pengolahan dan penyampaian berita yang berimbang akan membawa harapan bahwa dampak dari pemberitaan sebuah peristiwa, kejadian, atau persaingan (Konflik) antar pihak yang menjadi bahan berita tidak akan ada yang merasa dirugikan. Melalui penyampaian berita yang berimbang akan memberikan informasi secara luas, dari berbagai sumber dan sudut pandang, sehingga bisa mencerdaskan khalayak yang mengkonsumsi Berita.

Secara konstitusi, Undang-Undang Pers No.40 tahun 1999 tentang Pers, Pasal 5 memerintahkan. Wartawan Indonesia harus menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta tidak mencampur adukkan antara organisasi dan profesi, serta tidak mencampurkan fakta dan opini pribadi. Karya jurnalistik berisi interprestasi dan opini wartawan, dalam setiap penyajian berita harus menggunakan nama jelas sang penulis.

Penyampaian berita secara berimbang sesungguhnya disebutkan dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Penafsiran berimbang berarti semua pihak harus mendapat kesempatan yang setara.

Namun dalam perjalanannya apakah semua ketentuan tersebut sudah dipenuhi oleh para jurnalis (Wartawan) maupun insan pers?

Perlu diketahui bahwa kecenderungan ketidak berimbangan berita masih saja terjadi disana-sini. Misalnya pemberitaan dengan judul “Sebar Hoax, XXXXXXX Sarankan Agar Oknum YouTuber AA Miliki Wadah Organisasi”. Berita itu dimuat oleh media online lokal pada 24/Juli/2020 lalu tanpa menyebutkan nama lengkap sipenulisnya. Ditemui ketidak berimbangan dalam pemberitaan. Ketua LSM LESPER berencana akan melakukan Class Action.

Ada beberapa sebab mengapa pelanggaran terhadap ketentuan berita berimbang itu masih selalu ditemui. Diantaranya : Pertama, kurangnya pemahaman UU No.40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) sehingga belum dimaknai dan belum diimplementasikan dalam memproduksi suatu karya jurnalistik. Masih perlu adanya peningkatan sumberdaya manusia perusahaan pers seperti disebutkan dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 4/Peraturan-DP/III/2008 tentang Standar Perusahaan Pers, angka 12 : perusahaan pers memberikan pendidikan dan atau pelatihan kepada wartawan dan karyawannya untuk meningkatkan profesionalisme.

Kedua, di era global atau era pasar bebas ditandai liberalisasi nampaknya diikuti perkembangan pers yang ikutan mengglobal telah menjadikan perusahaan berorientasikan pada profit. Untuk merebut/meraih khalayak sebayak-banyaknya maka tidak menutup kemungkinan setiap berita dikemas dan dibingkai (di-frame) sedemikian rupa tanpa memperhatikan unsur keberimbangan suatu berita. Hanya cenderung berfokus pada asumsi. Semakin banyak meraih khalayak berarti semakin banyak iklan masuk, dan ini diharapkan mendatangkan profit tentunya.

Ketiga, belum dimaknainya profesi sebagai jurnalis.
Bahwa dalam beberapa atributnya, seseorang disebut profesional bilamana memiliki keahlian, terdidik, terlatih dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Menjiwai pekerjaan yang dilakukan, dan apa yang dikerjakan merupakan bagian dari pelayanan umum (Public Service). Satu atribut lagi yang tidak boleh ditinggalkan yaitu mematuhi kode etik profesi. Bukankah ketentuan berita berimbang juga merupakan salah satu atribut sekaligus tuntutan yang harus dipenuhi? Nah, dampak dari penyampaian berita harus dipertimbangkan sebagai bagian dari pertanggung jawaban moral.

Demikian sekilas sekedar ulasan singkat dalam mencermati dan memahami penyampaian berita yang berimbang. Masyarakat atau khalayak di masa kini sudah tidak bodoh lagi, termasuk dalam memilah dan memilih untuk mengkonsumsi berita yang disampaikan lewat media. Oleh karenanya sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat yang semakin selektif dalam mencari informasi dan berkomunikasi maka kehadiran pemberitaan yang berimbang dari media masih selalu dinantikan.

Melalui penyampaian berita yang berimbang, selanjutnya khalayak akan memperoleh informasi yang bersumber atau berasal dari berbagai pihak, berbagai sudut pandang, berbagai kepentingan, tidak berat sebelah alias proporsional – sehingga khalayak setelah mengkonsumsi suatu berita akan mendapatkan banyak informasi serta memperoleh wawasan (Pengetahuan) yang luas.

Sebagai ruang publik (Public Sphere) yang telah digunakan oleh media dalam mempublikasikan produk jurnalistiknya, diharapkan apa yang disampaikan dalam pemberitaan-pemberitaannya dapat memenuhi kebutuhan (informasi) sesuai dengan kepentingan umum. Ruang publik di negeri ini layak dimanfaatkan untuk menunjang kesejahteraan bersama. Bilamana ruang publik cenderung diisi oleh informasi-informasi sepihak oleh siapapun — maka sesungguhnya telah terjadi penodaan terhadap ruang publik itu sendiri.

Referensi :

Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan Peraturan – Peraturan Dewan Pers.

Penyusun : Joni dan Dewan Pimpinan Pusat Forum Keadilan Rakyat Indonesia

Palembang : (7/8/2020)

Komentar