Sektor Pertanian di-Kecamatan Matur Mengukir Tinta Emas Tingkat Kabupaten Agam dan Sumbar

Berita sidikkasus.co.id

Agam –  Kecamatan Matur Kabupaten Agam Prov.Sumatera Barat banyaknya tercapai prestasi dubidang sektor Wisata, juga dikenal dengan sektor pertaniannya. Hal ini karena, sebagian besar masyarakat Kecamatan Matur menggantungkan hidup dan perekonomian mereka pada sektor Pertanian. Segudang prestasi dan hasil dibidang sektor pertanian di kecamatan, ini sudah banyak mengukirkan tinta emas, baik ditingkat Kabupaten, Provinsi, maupun Nasional. Bahkan komoditinya sering dijadikan bahan percontohan oleh petani petani lain yang ada di Kabupaten Agam, maupun Kabupaten Kabupaten lainnya yang ada di Indonesia.

Hal ini berbanding terbalik dengan infrastruktur yang tampak dilapangan. Seperti contoh pembangunan irigasi, yang berfungsi sebagai penyangga dan penopang utama sektor pertanian tersebut. Hal ini dibuktikan dengan, sebuah Jaringan Irigasi yang mengairi sawah terluas di Kecamatan ini, nyaris tidak pernah tersentuh oleh Pemerintah. Baik itu Kabupaten, Provinsi, maupun Pusat.

Saat ditemui wartawan Buyuang Sutan Bagindo (52) Ketua P3A Banda Gadang mengatakan, Jaringan Irigasi kita ini bernama Banda Gadang, mengairi sawah di Dua Nagari. Nagari Matua Mudiak dan Nagari Matua Hilia, Kecamatan Matur. Luas areal persawahan yang diairi kalau benar benar diukur itu lebih dari 150 ha, kalau kurang percaya silahkan lihat saja di google map, katanya sambil berseloroh. Ditambahkan, panjang Banda utama sekitar 3,8 KM, anak cabang banda ada sekitar 12 buah. Selama ini Banda Gadang belum terjamah oleh bantuan Pemerintah. Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi selama ini hanyalah swadaya masyarakat saja. Karena luasnya sawah yang diairi, banda ini sering mengalami runtuh. Harap maklum, Jaringan Irigasi kita masih 100% tanah, disana sini bocor, apa bila hujan lebat, debit air tinggi, bisa dibayangkan saja bagaimana yang terjadi ujar nya.

Kita jadi terkenang zaman tahun 70 an dulu katanya, Sepanjang aliran Banda Gadang ini terdapat kolam kolam masyarakat. Saya masih kecil waktu itu, berkat kolam kolam yang ada, para keluarga sangat terbantu. Soal makan, beras sudah ada, karena kita menanam padi, pengen lauk, tinggal pancing saja didepan rumah. Kebutuhan pangan masyarakat terpenuhi. Kalau sekarang sudah tidak ketemu lagi seperti itu. Bisa dilihat, dimana mana kolam pada kering dan berubah seperti lahan tak terurus, mau tanam padi pun itu berebutan air. Hampir setiap minggu kita goro untuk memperbaiki kondisi Banda Gadang. Tapi yang namanya goro maupun swadaya yaa begitulah hasilnya. Karena saluran airnya tanah semua, jadi sebentar sebentar runtuh, bocor dan sebagainya.
Kita berharap pemerintah segera memperhatikan Banda Gadang ini. Karena Banda Gadang ini adalah salah satu Banda yang mengairi sawah terluas di Kecamatan Matur, ujarnya.

Jon Sutan Kayo (42) yang berprofesi sebagai pembajak sawah juga mengatakan, saya sudah lebih dari 20 tahun melakoni profesi sebagai tukang bajak sawah. Tapi belum pernah Banda Gadang ini disentuh oleh dana Pemerintahan. Setiap mau membajak, kami sering berebut air dengan petani yang lain, harap maklum debit air yang masuk ke Banda Gadang kecil, sedangkan untuk membajak sawah, itu sawahnya harus tergenang, kalau air kurang, “indak luluah sawah dibajak do”, katanya dengan logat kental. Saya juga heran, setiap masa kampanye, entah itu tingkat rendah atau tinggi, kami selalu didatangi dan diberikan janji janji begini dan begitu, setelah selesai pemilihan, yaa lihatlah aktual yang tampak, ujarnya.

Hal ini juga keluhkan dan dibenarkan oleh Em (65) petani padi yang memakai air Banda Gadang. Banda bocor dimana mana, walaupun debit air di hulu besar, tapi sampai kesini sudah kecil, karena irigasi kita masih tanah, jadi meresap dan bocor dimana mana, coba lihat sendiri. Sawah saya kering, padahal air ada. Kalau air dimasukan semua, kasihan petani lain. Kami sama sama butuh, jadi harus sama sama pengertian. Kalau lah banda ini dibeton, hal ini tidak akan terjadi. Setau saya, Banda ini dari dulu sudah ada, tapi tidak pernah terperhatikan oleh pemangku kebijakan. Entah dimana salahnya, saya lihat makin hari makin merosot, dulu 40 tahun yang lalu kita termasuk mewah oleh air, kolam ikan dimana mana berisi, tanaman padi tidak pernah kering. Sekarang lihatlah sendiri, kolam ikan berubah seperti lahan tak tergarap, sawah sering kekeringan karena air sering tidak cukup. Kalau tidak ditunggui dan dibiarkan air tidak masuk, dalam tempo dua hari saja, sawah bisa retak retak karena air tidak masuk, ujarnya.

Lebih dari separo penduduk Matur berprofesi sebagai petani dan penggarap sawah. Bisa dibayangkan apa bila sarana dan prasarana penopang perekonomian masyarakat ini terabaikan. Sudah selayaknya para pemangku kebijakan turun kelapangan melihat apa sebenarnya yang dibutuhkan masyarakat. Disaat pandemi mulai berlalu, masyarakat dihadapkan dengan keluhan yang lainnya.
(Anto)

Komentar