Berita sidikkasus.co.id
MELAWI – Aspek Hukum tentang Pertambangan Emas Rakyat dalam peningkatan ekonomi masyarakat di Kabupaten Melawi sabtu,27/6/2020.
Rumusan masalah yaitu, bagaimanakah perlindungan Hukum jika terjadi wanprestasi Penegakan Hukum terhadap Penambangan Emas Rakyat?
Dan apasajakah permasalahan Hukum didalam Pengelolaan Pertambangan Emas Rakyat di Kabupaten Melawi ?
Saya mencoba melakukan analisa yaitu, Penelitian Lapangan (Field Research) dilakukan untuk menunjang/ melengkapi bahan hukum primer, sekunder dan tertier (data sekunder) berkaitan analisa penulis.
Perlindungan Hukum para pihak jika terjadi wanprestasi dalam Pengakuan Hukum Penambang Emas Rakyat yaitu, masyarakat Penambang emas di Melawi tidak mendapatkan perlindungan hukum baik oleh Pemerintah Daerah, maupun para pemilik tromol atau pengusaha (Investor) dan cukong.
Hal ini di sebabkan kekisruan terkait dengan Pro kontra Kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin di Kabupaten Melawi , sebagai akibat banyaknya kasus kerusaka lingkungan. Misalnya, Air tercemar, terganggunya jalur tranportasi sungai, Rawan terjadi kecelakaan kerja, yang mengakibatkan berpotensi muncul kasus kriminal.
Guna Meningkatkan Investasi dan perekonomian masyarakat di Kabupaten Melawi yaitu, Penegakan Hukum belum dapat dilaksanakan dengan baik disebabkan karena adanya hambatan-hambatan sebagai berikut, Kepolisian dalam melakukan penegakan hukum tidak dengan sungguh-sungguh maksudnya adalah, di duga ada dari oknum-oknum aparat yang ikut memanfaatkan pertambangan rakyat tersebut secara ilegal.
Kurangnya koordinasi, masyarakat kurang memahami pentingnya suatu perizinan di
bidang pertambangan, tingkat pendidikan yang relatif rendah menjadi sebuah kendala dalam melakukan sosialisasi sehingga dengan mudah dimanfaatkan oleh pemodal atau cukong cukong yang selalu ambisi menambah pundi pundi kekayaannya memanfaatkan dan mengatasnamakan semua dilakukan adalah demi perut.
Padahal sudah jelas Tambang Rakyat secara resmi terdapat pada, Undangan undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Pokok Ketentuan-ketentuan Pertambangan,selanjutnya diubah menjadi UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara.
Sosialiasi regulasi pertambangan rakyat sangat diperlukan untuk membuka wawasan terutama pada masyarakat. Tim riset Dunia Tambang mencoba menyusun kebijakan pertambangan rakyat menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Izin Pertambangan Rakyat (IPR) adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat. Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) adalah bagian dari Wilayah Pertambangan tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat. Ciri-ciri dari IPR adalah luas dan investasi terbatas.
WPR ditetapkan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota. Pasal 22 UU Minerba menyebutkan kriteria untuk menetapkan WPR adalah sebagai berikut:
Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai.
Mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 meter Endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba Luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 hektar.
Menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang Merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 tahun.
Dalam menetapkan WPR, bupati/walikota mempunyai kewajiban melakukan pengumuman mengenai rencana WPR kepada masyarakat secara terbuka. Kemudian, wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sebelumnya sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai WPR.
Kelompok bahan galian kegiatan pertambangan rakyat disebutkan pada Pasal 66 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, yaitu sebagai berikut.
Pertambangan mineral logam
Pertambangan mineral bukan logam Pertambangan batuan
Pertambangan batubara
IPR diberikan terutama kepada penduduk setempat baik perseorangan maupun kelompok masyarakat dan/atau koperasi. Bupati/walikota dapat melimpahkan kewenangan pelaksanaan pemberian IPR kepada camat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk memperoleh IPR, pemohon wajib menyampaikan surat permohonan kepada bupati/walikota.
Adapun luas wilayah untuk satu IPR dapat diberikan kepada:
Perseoranganpaling banyak 1 (satu) hektare
Kelompok masyarakat paling banyak 5 (lima) hektare
Koperasi paling banyak 10 (sepuluh) hektar.
Jangka waktu IPR adalah maksimal 5 tahun kemudian dapat diperpanjang lagi. Jika dibandingkan dengan IUP dan IUPK, IPR memiliki masa izin yang lebih singkat.
Melihat kondisi sosial ekonomi sangat sulit bagi masyarakat mendapatkan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu kehadiran Tambang Rakyat bisa menjadi alternatif untuk menunjang percepatan pertumbuhan ekonomi masyarakat Kabupaten Melawi yang masih dalam garis kemiskinan.
Untuk itu agar masyarakat tidak terjebak berbenturan dengan Hukum DPC-LAKI Kabupaten Melawi menyarankan kepada Pemerintah daerah Kabupatan Melawi, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan Pemerintah pusat untuk memfasilitasi dan mempermudah izin pertambangan rakyat (IPR) demi keberlangsungan usaha rakyat.
Sebab kami melihat jika persoalan PETI tidak diatur seterusnya akan muncul persoalan persoalan yang berbenturan dengan hukum serta kerusakan lingkungan yang semakin parah.
Dewan Pimpinan Cabang Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Kabupaten Melawi.
Penulis :Jumain.
Komentar