Berita sidikkasus.co.id
PALEMBANG – Kepala Sekolah SD Negeri 62 Palembang, Marlian, menerima teguran keras dari Dinas Pendidikan Kota Palembang. Orang nomor satu di Sekolah SD Negeri 62 Palembang itu diduga telah memperjualbelikan sampul raport kepada wali murid dengan dalih untuk membayar gaji guru honorer senilai Rp 25 juta.
Diduga, kebijakan Kepala Sekolah SD Negeri 62 Palembang tersebut atas perintah Kepala Dinas Pendidikan Kota Palembang, Ahmad Zulinto dan Kepala Bidang SD Kota Palembang, Bahrin.
“Saya menerima laporan, ada pemberitaan online mengatakan bahwa saya telah memberikan persetujuan kepada oknum kepala sekolah untuk menjual sampul raport karena oknum kepala sekolah tersebut pernah satu almamater dengan saya.
Padahal, saya tidak tahu tentang itu dan malah selalu mengingatkan kepada semua kepala sekolah, agar jangan menjual sampul raport dan melakukan pemungutan uang dalam bentuk apapun,” kata Kepala Dinas Pendidikan Palembang, Ahmad Zulinto, desa didampingi oleh Kabid SD, Bahrin, Kamis (25/6).
Orang nomor satu di Kantor Dinas Pendidikan Kota Palembang itu mengaku kesal karena namanya dicatut, ia merasa namanya tercoreng karena dinilai menyetujui adanya aktivitas pungutan jual beli sampul raport dengan berbagai alasan.
Menurut dia, gaji guru honorer sudah ditanggung oleh Dana Operasional Sekolah (BOS) yang saat ini sudah dinaikkan boleh menggunakan sampai 50 persen.
“Semua sudah di subsidi APBD, baik sampul raport dan ijazah maupun lain sebagainya,” urainya.
Menurut Kepala Sekolah SD Negeri 62 Palembang, Marlian, ia sama sekali tak mengatakan bahwa kebijakan menjual sampul raport tersebut atas arahan dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Palembang Ahmad Zulinto.
Cerita yang sebenarnya adalah, jual beli sampul raport tersebut dilakukan atas arahan dari Kepala Bidang SD Dinas Pendidikan Kota Palembang, Bahrin.
“Saya menjual sampul raport untuk bayar gaji guru honorer itu, iya. Karena saya bingung bayar gaji guru honor sampai Rp 25 juta. Ada 14 guru honorer, karena dana BOS tidak mencukupi, tahun kemarin cuma boleh pakai 15 persen, tahun ini sampai 50 persen,” ungkapnya.
Terkait soal pemberitaan mengenai pencatutan nama orang nomor satu di Kantor Dinas Pendidikan Kota Palembang, Marlian mengatakan, awalnya ada dua orang wartawan yang mengaku suami-istri datang menemuinya untuk menawarkan langganan koran.
Pada saat itu, Marlian mengaku menolak karena beban pengeluaran sekolah sudah banyak karena untuk langganan koran sudah banyak, ia belum mau untuk menambah langganan koran.
“Setelah kami jawab untuk tidak berlanganan koran, dua orang wartawan itu mengatakan, bahwa sekolah yang saya pimpin ini banyak masalah.
Beberapa hari kemudian muncul sebuah berita yang mengatakan bahwa saya menjual sampul raport atas restu dari Pak Zulinto dan Pak Bahrin, padahal tidak,” kilahnya.
(Tim)
Komentar