Stunting Sumsel Target Turun

Berita,sidikkasus.co.id

Sumsel – Sesuai Perintah Konstitusi, Provinsi (Pemprov) Sumsel kembali memberikan target kerja. Jumlah angka stunting diminta untuk ditekan menjadi 14 persen tahun ini dari angka 30 persen tahun lalu.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra Selatan, Lesty Nuraini, mengatkan,” Covid-19 menjadi masalah utama saat ini, tapi kita juga tidak bisa mengenyampingkan masalah stunting pada anak. Anak memiliki hak dan kewajiban kita, baik pemerintah, orang tua dan masyarakat harus memikirkan dan mengimplementasikan agar angka stunting bisa turun maksimal,” kilahnya.

Masih kata dia, meski anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan telah direalokasi dan direfocussing untuk penanganan covid-19 namun pihaknya tetap meyakini target stunting mencapai 14 persen bisa tercapai.

“Pemprov Sumsel sepakat untuk menurunkan angka stunting, jangan sampai ada balita yang mengalami gizi buruk di Sumsel. Memang dana sebagian saat ini untuk penanganan covid-19, namun masih ada untuk kegiatan lainnya, termasuk pemberian makanan tambahan,” ujar Lesty.

Masih menurut dia, kekurangan gizi dapat menyebabkan penurunan pada kekebalan anak, padahal sekarang anak-anak membutuhkan kekebalan tinggi untuk menangkal virus covid-19.

“Saat ini yang perlu kita lakukan salah satunya adalah menyadarkan orang tua bahwa anak membutuhkan asupan gizi yang benar. Selama ini banyak salah persepsi di tengah masyarakat, salah satunya mengenai susu kental manis, yang bukan merupakan susu anak, melainkan hanya sebagai topping untuk snack, dan ini perlu bantuan semua pihak untuk mengedukasi,” bebernya.

Terpisah, Anggota Komisi IX DPR RI, Intan Fauzi, mengungkapkan penurunan stunting dan penanggulangan gizi buruk tidak mencapai target secara nasional. “Dampak refocussing anggaran Covid-19 sehingga dapat membuat berkurangnya dana untuk penanganan stunting,” kilahnya.

Masih menurut dia, Komisi IX telah menyetujui alokasi anggaran senilai Rp360 miliar untuk penguatan intervensi paket gizi, serta alokasi dana transfer daerah untuk penanganan stunting yang mencapai Rp92,5 miliar.

Adapun alokasi anggaran untuk penanganan kesehatan tahun ini tercatat sebanyak Rp 132,2 triliun. Angka itu naik dari alokasi anggaran tahun lalu yang senilai Rp 123,1 triliun.

Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), Arif Hidayat, mengungkapkan penyebab stunting salah satunya kurangnya pengetahuan terkait konsumsi atau asupan gizi bagi balita.

“Contohnya kebiasaan memberikan susu kental manis (SKM) pada balita padahal kandungan gula di SKM itu bisa sampai 50 persen, sangat tinggi dan ini bisa berdampak negatif pada gizi mereka,” ungkapnya.

Bahkan, dia mengemukakan, pihaknya telah melakukan survey di tiga provinsi, yakni Aceh, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Utara terkait kebiasaan konsumsi SKM bagi balita.

Di mana dari 2.700 responden ibu dan balita yang terlibat survey tersebut, hasilnya menunjukkan sebanyak 37 persen responden masih SKM atau krimel kental manis merupakan susu.

“Dengan kata lain 1 dari 3 ibu di provinsi itu beranggapan kental manis adalah minuman susu yang menyehatkan. Padahal produk itu adalah gula yang beraroma susu,” tegasnya.

(Tim)

Komentar