PAI di Rumah dan di Madrasah, Lebih Banyak Mana?

Oleh : Tatik Muti’ah, S.Pd.I *

Memiliki putra-putri yang berakhlaq mulia, keimanan yang kuat sekaligus memiliki bekal agama yang cukup adalah impian setiap orang. Tidak heran jika masyarakat berbondong-bondong menuju madrasah yang diyakini dapat memenuhi harapan mereka itu. Tidak sedikit dari merka yang memilih madrasah bonafit dan mahal dengan harapan anak-anak mendapatkan keberhasilan optimal. Hal ini cukup menggembirakan bagi perkembangan kurikulum PAI karena semakin hari para orang tua semakin menyadari kebutuhan pendidikan agama bagi putra-putrinya.

Hanya saja ada beberapa kesalahan dasar pemahaman dari sebagian masyarakat dan orang tua terhadap madrasah. Mereka berasumsi bahwa madrasah adalah central utama dalam pembentukan karakter dan pembekalan agama Islam bagi anak-anak, dampak buruk dari asumsi ini ialah apabila ada lulusan dari madrasah tertentu yang tidak sesuai dengan harapan orang tua maka mereka megkambinghitamkan sekolah atau kurikulum PAI bahkan gurunya dianggap tidak berhasil dalam membentuk karakter anak didik. Tidak jarang nama madrasah atau sekolah tercoreng gara-gara ulah pelajarnya yang tidak terpuji. Pernah juga terdengar oleh penulis sebuah ungkapan :”jangan sekolah di situ, anaknya nakal-nakal…” Ironis bukan?

Pada dasarnya tujuan dari Pendidikan Agama Islam adalah mempersiapkan jiwa, akal dan dzat manusia untuk mengikuti petunjuk Allah swt, dan menyadari bahwa dia adalah makhluq yang harus tunduk dan beribadah hanya kepada-Nya. Satu-satunya makhluq Allah yang secara fitrah dapat menerima pendidikan adalah manusia. Untuk keperluan ini manusia dimodali dengan indera dan akal.

Indera berfungsi untuk menerima sebuah rangsangan dan dikirim ke dalam hati/akal untuk dikelola menjadi sikap yang sesuai dengan hidayah Allah atau justru melawan hidayah.

Allah berfirman dalam Q.S. Annahl;78 :

وَاللَّهُ اَخرَجَكُم مِن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُم لَا تَعلَمُونَ شَيئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمع وَالاَبصَارَ وَالأفئِدة قَليلا ما تَشكُرُون

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kalian bersyukur”

Ayat di atas menyampaikan pesan ilmiah kepada kita semua bahwa (1) manusia dilahirkan dalam keadaan kosong pengetahuan, (2) Allah memberi kita indera sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan (3) hati nurani husus diciptakan untuk manusia agar dia dapat mengolah pengetahuan yang dia peroleh menjadi sebuah pengetahuan yang mendorong dia mengakui kebesaran Tuhannya dengan cara bersyukur (4) sedikit sekali di antara kita yang bersyukur.

Bisa jadi makna sedikit bersyukur adalah tidak menggunakan ni’mat indera tersebut dengan optimal, sehingga dia malas mencari pengetahuan, atau dia mendapat banyak pengetahuan namun pengetahuannya tersebut tidak membuatnya mengikuti hidayah Allah swt. Proses di mana manusia menerima sebuah rangsangan dan mengolahnya menjadi dorongan untuk bersikap inilah wujud dari sebuah proses pendidikan.

Dari sini jelas bahwa pendidikan sudah dapat dilaksanakan sejak manusia dilahirkan, sejak manusia dapat menerima rangsangan sekitar melalui inderanya. Tentu orang tua dan keluarga adalah madrasah pertama yang sangat berperan dalam pendidikan anak. Pola pikir dan gaya hidup keluarga adalah desain kurikulum yang akan membentuk karakter anak untuk yang pertama kalinya. Orang tua dan keluarga adalah guru pertama bagi anak di bidang al Quran, hadits, aqidah, akhlaq, fiqih dan ubudiyah.

Baiklah, di bawah ini akan kita tela’ah kajian al quran dan hadits tentang kewajiban orang tua terhadap pendidikan anak

١- قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أدّبوا اولادكم على ثلاث خصال حب نبيّكم وحب أهل بيته وقرأة القرأن – رواه الديلمي عن علي

Rosululloh saw bersabda : “ajarilah anak-anakmu dengan tiga hal, mencintai Nabimu, mencintai ahli bait Nabi, dan membaca al Quran” HR. Addailamy

٢- قال تعالى : (وَأمُر أهلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصطَبِر عَلَيهَا )

Allah swt berfirman : “dan perintahlah keluargamu sholat, dan bersabarlah dalam mengerjakannya”. QS. Toha;132.
Dan cukuplah Luqman al Hakim sebagai teladan bagi kita dalam mendidik putranya dengan menanamkan aqidah, kepercayaan kepada Allah swt dan hari ahir, kewajiban berbakti kepada kedua orang tua, akhlaq kepada sesama, perintah sholat, amar ma’ruf dan nahi munkar, dan berperilaku baik, sabra dan bersyukur. (QS. Luqman;12-19)
Juga keteladanan Nabi Ibrahim saat berwasiat kepada putra-putranya agar tetap memegang agama Allah (QS. al-Baqoroh;132), keteladanan Nabi Isma’il yang menyerukan sholat dan zakat kepada keluarganya.

Silakan anda menentukan pilihan madrasah atau sekolah tertentu sebagai tempat belajar bagi anak-anak, akan tetapi sebaiknya anda menjadikannya sebagai tempat menyemai dan merawat tanaman anda yang sudah tumbuh dengan baik. Bukan sebagai tempat anda mulai menanam.

Madrasah hanya melakukan pembinaan beberapa jam saja dan ditempuh dalam hitungan beberapa tahun, sementara durasi pendidikan di rumah adalah waktu panjang sisa jam pelajaran di luar madrasah sepanjang usia anak didik.

Ahir dari pesan tulisan ini jika kita menginginkan anak-anak kita menjadi manusia yang kokoh iman dan berakhlaq mulia maka penuhilah materi PAI di rumah-rumah kita. Kemudian anda bisa mengawal perjalanan kurikulum sekolah dan memantau perkembangan anak-anak.
*penulis adalah mahasiswa pascasarjana IAIN Jember prodi PAI dan pengajar di MTs Subulussalam Sidomulyo-Jember.

Publisher : Teddy

Komentar